Opini
Ketergantungan Smartphone dan Produktifitas Belajar Mahasiswa
Published
7 months agoon
By
Mitra Wacana
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang semakin modren, cara komunikasi antar individu mengalami

Liffira Putri Yendri mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas.
perubahan termasuk dikalangan mahasiswa. Era digital telah mengubah cara mahasiswa belajar dan juga berintegrasi, zaman globalisasi saat ini teknologi semakin canggih. Teknologi yaitu bagian yang berkembang pesat dalam masyarakat saat ini, bahkan setiap hari teknologi mengalami perkembangan terus menerus. Dalam kelompok masyarakat saat ini termasuk mahasiswa teknologi sangat bermanfaan bagi mereka, salah satu nya yaitu teknologi yang berkembang pesat saat ini smartphone. Smartphone adalah telepon genggam yang mempunyai fitur maupun kemampuan tingkat tinggi, semua orang sangat jelas membutuhkan smartphone tak terkecuali mahasiswa. Mahasiswa saat ini sangat dituntut untuk selalu update setiap saat mengenai berita atau informasi apa yang terjadi saat ini.
Smartphone sebagai alat penting dan selalu ada dan dapat memerankan peran penting dalam kehidupan akademik maupun personal mereka. Namun, penggunaan smartphone yang berlebihan yang dapat menimbulkan kekhawatiran produktifitas, kesejahteraan mental maupun keseimbangan hidup. Studi kasus Friska Andini, seorang mahasiswi, menawarkan wawasan yang sangat berharga tentang kompleksitas hubungan antara smartphone dan kehidupan mahasiswa.
Menurut penuturan dari Friska Andini salah satu Mahasiswi Universitas Negri Padang, mengaku bahwa penggunaan smartphone yang hampir konstan, kecuali saat tidur. Ini sangat mencerminkan hampir semua kalangan mahasiswa melakukan hal tersebut, dimana smartphone menjadi alat yang tidak terpisahkan untuk hamper semua aktivitas. Ia menggunakan smartphone untuk berkomunikasi dengan temannya maupun keluarga dengan menggunakan aplikasi WhatsApp, mengakses informasi akademik melalui Google Chrome, menyimpan dokumen di Google Drive, mengikuti kuliah online melalui Zoom Meet atau aplikasi perkuliahan. Selain itu juga ia menggunakan media social seperti Instagram dan Twitter untuk mengikuti perkembangan terkini atau informai baru. Penggunaan yang sangat luas ini dapat menunjukkan fleksibilitas dan aksesibilitas yang ditawarkan smartphone, namun juga memiliki dampak negative yaitu potensi gangguan maupun kecanduan.
Penggunaan pada aplikasi yang sangat beragam dapat mencerminkan kebutuhan akademik dan sosial Friska. Aplikasi-aplikasi yang produktivitas seperti Google Drive dan aplikasi catatan digital lainnya dapat menunjukkan upaya untuk mengelola informasi yang sangat baik dan mampu meningkatkan efisiensi belajar. Aplikasi perkuliahan ini memfasilitasi akses ke materi kuliah dan tugas, menunjukkan bagaimana smartphone dapat meningkatkan fleksibilitas dan aksesibilitas pembelajaran yang efisien. Namun, kehadiran aplikasi media sosial juga menunjukkan potensi yang dapat mengganggu konsentrasi dan produktivitas belajar. Ini pentingnya manajemen waktu dan kemampuan untuk membatasi penggunaan aplikasi yang tidak relevan saat belajar.
Dampak smartphone terhadap pembelajaran Friska bersifat ganda. Akses mudah dan cepat ke berbagai informasi, kemudahan mengakses materi kuliah secara online, dan tersedianya berbagai aplikasi pembelajaran merupakan keuntungan utama baginya. Smartphone memfasilitasi pembelajaran yang fleksibel dan memungkinkan akses ke sumber belajar yang lebih luas. Namun, notifikasi dan aplikasi lain yang selalu ada dapat mengganggu konsentrasi dan mengurangi efisiensi belajar. Friska sendiri mengakui bahwa distraksi merupakan tantangan utama dalam menggunakan smartphone untuk belajar. Ini menunjukkan perlunya kesadaran diri dan strategi manajemen waktu yang efektif untuk memaksimalkan manfaat smartphone tanpa terjebak dalam perangkap distraksi atau mengalihkan perhatiannya.
Friska dapat menyadari potensi dalam kecanduan smartphone dan berupaya untuk mengelola penggunaannya. Ia menggunakan fitur “waktu penggunaan layar” untuk memantau dan membatasi waktu penggunaan aplikasi tertentu. Ini menunjukkan kesadaran diri untuk menjaga keseimbangan antara penggunaan smartphone dan aktivitas lain. Ia juga berusaha membagi waktu antara penggunaan smartphone untuk keperluan akademik dan keperluan pribadi. Saat belajar, ia fokus pada tugas akademik dan hanya menggunakan smartphone untuk mencari informasi yang relevan. Sedangkan untuk penggunaan pribadi, ia mengalokasikan waktu tertentu, misalnya saat istirahat atau bepergian. Strategi ini menunjukkan upaya untuk menjaga keseimbangan dan menghindari penggunaan smartphone yang berlebihan.
Penggunaan smartphone dalam pembelajaran online sangat penting bagi Friska. Fitur video call dan aplikasi konferensi video memungkinkannya untuk berpartisipasi aktif dalam kelas online. Namun, ia juga mengalami kendala berupa antarmuka aplikasi pembelajaran online yang kurang user-friendly. Ini menunjukkan perlunya pengembangan aplikasi pembelajaran online yang lebih intuitif dan efektif. Kualitas aplikasi dan infrastruktur internet juga berperan sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran online. Pengalaman Friska menunjukkan bahwa meskipun smartphone merupakan alat yang penting dalam pembelajaran online, kualitas teknologi dan kemampuan untuk mengelola penggunaan teknologi juga sangat menentukan keberhasilan pembelajaran.
Interaksi sosial Friska juga dapat dipengaruhi oleh smartphone. Ia menggunakan smartphone untuk berkomunikasi dengan teman sebaya dan dosen, yang memudahkan koordinasi dan diskusi. Namun, ia juga menyadari bahwa interaksi online dapat mengurangi interaksi langsung. Ia berupaya untuk menyeimbangkan keduanya, menunjukkan kesadaran akan pentingnya interaksi sosial tatap muka. Meskipun ia tidak merasa tertekan jika tidak mengakses smartphone, ia mengakui pernah mengalami FOMO (Fear Of Missing Out), yang menunjukkan potensi dampak negatif media sosial terhadap kesehatan mental. Pengalaman ini menekankan pentingnya pengelolaan penggunaan media sosial untuk mencegah dampak negatif terhadap kesejahteraan mental.
Kesimpulannya, pengalaman yang dimiliki Friska mencerminkan kompleksitas penggunaan smartphone di kalangan mahasiswa. Smartphone menawarkan banyak manfaat, terutama dalam hal akses informasi, fleksibilitas pembelajaran, dan komunikasi. Namun, penggunaan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan distraksi, kecanduan, dan dampak negatif terhadap kesejahteraan mental. Kemampuan untuk mengelola waktu, membatasi distraksi, dan menjaga keseimbangan antara kehidupan online dan offline sangat penting untuk memaksimalkan manfaat smartphone dan meminimalisir dampak negatifnya. Perguruan tinggi juga memiliki peran penting dalam memberikan edukasi digital dan menyediakan infrastruktur yang mendukung pembelajaran online yang efektif. Studi kasus Friska ini menyoroti pentingnya literasi digital dan manajemen diri dalam menghadapi era digital yang semakin kompleks.
Opini
Peran Sastra Populer dalam Meningkatkan Literasi di Kalangan Remaja
Published
7 days agoon
7 November 2025By
Mitra Wacana

Penulis : Fatin Fashahah, Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas
Sastra populer sering dipandang rendah, dianggap hanya untuk hiburan, dangkal, atau terlalu komersial. Sikap seperti ini muncul dari pendapat bahwa karya populer tak setara dengan karya-karya yang biasanya dipelajari di bangku perkuliahan. Padahal, bagi banyak remaja, sastra populer justru menjadi pintu pertama untuk mulai suka membaca. Mengabaikan atau mengecilkan peran sastra populer berarti menutup kesempatan bagi generasi muda untuk jatuh cinta pada dunia tulisan.
UNESCO menyebut Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Fakta ini menunjukkan bahwa masih rendahnya minat membaca rekreasi di banyak kelompok usia.
Namun, ketika pembaca terutama remaja diberi kebebasan memilih bacaan yang sesuai selera dan pengalaman mereka, minat membaca bisa saja meningkat. Dengan kata lain, relevansi isi buku terhadap kehidupan pembaca muda sangat menentukan apakah mereka akan terus membaca atau tidak. Sastra populer seperti buku young adult, novel roman remaja, dan cerita fantasi ringan sering kali menawarkan tema dan tokoh yang mudah dipahami remaja karena ceritanya seringkali dihubungkan dengan kehidupan remaja, sehingga mereka lebih tertarik untuk membaca.
Selain itu, sastra populer lebih mudah diakses lewat platform digital, cerita-cerita di aplikasi dan situs bacaan daring seperti Ipusnas, google play book, wattpad, karyakarsa dll. membuat remaja menemukan teks yang mereka suka kapan saja dengan mudah. Bentuk online juga mendorong interaksi pembaca bisa memberi komentar, berdiskusi, atau bahkan menulis kembali cerita mereka sendiri. Pengalaman berinteraksi seperti ini memberi dorongan kuat untuk terus membaca dan menulis. Beberapa karya yang awalnya populer di dunia maya kemudian diterbitkan secara cetak atau diadaptasi menjadi film dan serial menunjukkan bahwa bacaan populer punya peran penting dalam membangun ekosistem budaya yang lebih luas.
Penolakan terhadap sastra populer sering kali datang dari dua alasan utama. Pertama, alasan estetika, anggapan bahwa karya populer kurang bermutu secara sastra. Kedua, alasan moral atau konten bahwa beberapa cerita mengandung nilai yang dipertanyakan. Kritik seperti ini tidak salah jika tujuannya untuk memperbaiki kualitas karya. Namun, cara menanggapinya yang kurang tepat bisa membuat minat membaca remaja menjadi surut, seharusnya kita bukan melarang atau merendahkan bacaan tersebut. Akan lebih baik jika pembaca pemula diajarkan bagaimana cara membaca yang kritis. Dengan membimbing remaja membaca secara kritis, kita membantu mereka mengenali kekuatan dan kelemahan sebuah teks, sehingga pengalaman membaca menjadi lebih bermakna.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat membaca remaja diantaranya. Pertama, perpustakaan sekolah dan umum perlu menata koleksi yang seimbang baik karya klasik dan akademik berdampingan dengan bacaan populer. Pendekatan ini mengakui bahwa pembaca punya selera berbeda, dan memberi ruang bagi remaja yang sedang mencari gaya baca dan minat mereka. Kedua, guru dan pustakawan harus dilatih untuk memfasilitasi diskusi yang mengaitkan tema populer dengan konsep sastra dasar. Misalnya, dari sebuah novel populer, kita bisa mengajak pembaca membahas tokoh, alur, sudut pandang, atau pesan yang tersirat yanga terdapat di dalam novel tersebut. Langkah sederhana ini bisa mengubah bacaan ringan menjadi bahan belajar yang efektif.
Ketiga, adanya kegiatan klub baca dan lomba menulis berbasis minat yang bisa menghubungkan pembaca muda dengan mentor dan teman sebaya. Suasana komunitas yang saling mendukung membuat kegiatan membaca terasa lebih menyenangkan. Selain itu, adanya lomba menulis membuat remaja merasa diberi ruang kreatif untuk mengekspresikan dirinya. Keempat, harus ada kerja sama antara sekolah dengan platform digital. Hal ini penting untuk menyediakan akses yang aman dan terkurasi. Akses digital tanpa bimbingan bisa berisiko negatif dengan memperkenalkan konten yang kurang sesuai untuk pembaca dibawah umur. Oleh karena itu, peran pendidik dan orang tua tetap penting dalam menumbuhkan minat membaca terutama pembaca anak-anak dan remaja.
Secara budaya, sikap berhati-hati atau keraguan terhadap sastra populer sering kali membuat masyarakat melewatkan cerita-cerita yang sebenarnya dekat dengan kehidupan banyak orang, khususnya para remaja dari berbagai latar belakang. Karya populer dapat menjadi ruang untuk bereksperimen dengan bahasa, identitas, dan pengalaman sehari-hari. Ketika karya semacam ini dibahas di sekolah atau komunitas, karya tersebut berpotensi memperkaya imajinasi serta cara pandang masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Dengan demikian, sastra populer tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari wacana budaya yang turut membentuk cara berpikir dan berinteraksi dalam kehidupan sosial.
Kesimpulannya, alih-alih memandang sastra populer secara sebelah mata, akan lebih bermanfaat jika masyarakat mencoba melihat potensinya dalam meningkatkan minat baca dan memperkuat budaya literasi. Pendekatan yang inklusif dapat dimanfaatkan untuk menjadikan daya tarik sastra populer sebagai pintu masuk bagi pembaca pemula. Tentu saja, hal ini tetap perlu disertai dengan bimbingan dan adanya pengenalan terhadap keterampilan membaca kritis serta jenis bacaan yang lebih beragam. Dengan begitu, kebiasaan membaca tidak hanya meningkat, tetapi juga dapat mendorong perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa generasi muda.










