web analytics
Connect with us

Opini

Ketergantungan Smartphone dan Produktifitas Belajar Mahasiswa

Published

on

Sumber: Freepik

            Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang semakin modren, cara komunikasi antar individu mengalami

Liffira Putri Yendri mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas.

perubahan termasuk dikalangan mahasiswa. Era digital telah mengubah cara mahasiswa belajar dan juga berintegrasi, zaman globalisasi saat ini teknologi semakin canggih. Teknologi yaitu bagian yang berkembang pesat dalam masyarakat saat ini, bahkan setiap hari teknologi mengalami perkembangan terus menerus. Dalam kelompok masyarakat saat ini termasuk mahasiswa teknologi sangat bermanfaan bagi mereka, salah satu nya yaitu teknologi yang berkembang pesat saat ini smartphone. Smartphone adalah telepon genggam yang mempunyai fitur maupun kemampuan tingkat tinggi, semua orang sangat jelas membutuhkan smartphone tak terkecuali mahasiswa. Mahasiswa saat ini sangat dituntut untuk selalu update setiap saat mengenai berita atau informasi apa yang terjadi saat ini.

            Smartphone sebagai alat penting dan selalu ada dan dapat memerankan peran penting dalam kehidupan akademik maupun personal mereka. Namun, penggunaan smartphone yang berlebihan yang dapat menimbulkan kekhawatiran produktifitas, kesejahteraan mental maupun keseimbangan hidup. Studi kasus Friska Andini, seorang mahasiswi, menawarkan wawasan yang sangat berharga tentang kompleksitas hubungan antara smartphone dan kehidupan mahasiswa.

            Menurut penuturan dari Friska Andini salah satu Mahasiswi Universitas Negri Padang, mengaku bahwa penggunaan smartphone yang hampir konstan, kecuali saat tidur. Ini sangat mencerminkan hampir semua kalangan mahasiswa melakukan hal tersebut, dimana smartphone menjadi alat yang tidak terpisahkan untuk hamper semua aktivitas. Ia menggunakan smartphone untuk berkomunikasi dengan temannya maupun keluarga dengan menggunakan aplikasi WhatsApp, mengakses informasi akademik melalui Google Chrome, menyimpan dokumen di Google Drive, mengikuti kuliah online melalui Zoom Meet atau aplikasi perkuliahan. Selain itu juga ia menggunakan media social seperti Instagram dan Twitter untuk mengikuti perkembangan terkini atau informai baru. Penggunaan yang sangat luas ini dapat menunjukkan fleksibilitas dan aksesibilitas yang ditawarkan smartphone, namun juga memiliki dampak negative yaitu potensi gangguan maupun kecanduan.

Penggunaan pada aplikasi yang sangat beragam dapat mencerminkan kebutuhan akademik dan sosial Friska.  Aplikasi-aplikasi yang produktivitas seperti Google Drive dan aplikasi catatan digital lainnya dapat menunjukkan upaya untuk mengelola informasi yang sangat baik dan mampu meningkatkan efisiensi belajar.  Aplikasi perkuliahan ini memfasilitasi akses ke materi kuliah dan tugas,  menunjukkan bagaimana smartphone dapat meningkatkan fleksibilitas dan aksesibilitas pembelajaran yang efisien.  Namun,  kehadiran aplikasi media sosial juga menunjukkan potensi  yang dapat mengganggu konsentrasi dan produktivitas belajar.  Ini pentingnya manajemen waktu dan kemampuan untuk membatasi penggunaan aplikasi yang tidak relevan saat belajar.

Dampak smartphone terhadap pembelajaran Friska bersifat ganda.  Akses mudah dan cepat ke berbagai informasi,  kemudahan mengakses materi kuliah secara online,  dan tersedianya berbagai aplikasi pembelajaran merupakan keuntungan utama baginya.  Smartphone memfasilitasi pembelajaran yang fleksibel dan memungkinkan akses ke sumber belajar yang lebih luas.  Namun,  notifikasi dan aplikasi lain yang selalu ada dapat mengganggu konsentrasi dan mengurangi efisiensi belajar.  Friska sendiri mengakui bahwa distraksi merupakan tantangan utama dalam menggunakan smartphone untuk belajar.  Ini menunjukkan perlunya kesadaran diri dan strategi manajemen waktu yang efektif untuk memaksimalkan manfaat smartphone tanpa terjebak dalam perangkap distraksi atau mengalihkan perhatiannya.

Friska dapat menyadari potensi dalam kecanduan smartphone dan berupaya untuk mengelola penggunaannya.  Ia menggunakan fitur “waktu penggunaan layar” untuk memantau dan membatasi waktu penggunaan aplikasi tertentu.  Ini menunjukkan kesadaran diri untuk menjaga keseimbangan antara penggunaan smartphone dan aktivitas lain.  Ia juga berusaha membagi waktu antara penggunaan smartphone untuk keperluan akademik dan keperluan pribadi.  Saat belajar,  ia fokus pada tugas akademik dan hanya menggunakan smartphone untuk mencari informasi yang relevan.  Sedangkan untuk penggunaan pribadi,  ia mengalokasikan waktu tertentu,  misalnya saat istirahat atau bepergian.  Strategi ini menunjukkan upaya untuk menjaga keseimbangan dan menghindari penggunaan smartphone yang berlebihan.

Penggunaan smartphone dalam pembelajaran online sangat penting bagi Friska.  Fitur video call dan aplikasi konferensi video memungkinkannya untuk berpartisipasi aktif dalam kelas online.  Namun,  ia juga mengalami kendala berupa antarmuka aplikasi pembelajaran online yang kurang user-friendly.  Ini menunjukkan perlunya pengembangan aplikasi pembelajaran online yang lebih intuitif dan efektif.  Kualitas aplikasi dan infrastruktur internet juga berperan sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran online.  Pengalaman Friska menunjukkan bahwa meskipun smartphone merupakan alat yang penting dalam pembelajaran online,  kualitas teknologi dan kemampuan untuk mengelola penggunaan teknologi juga sangat menentukan keberhasilan pembelajaran.

Interaksi sosial Friska juga dapat dipengaruhi oleh smartphone.  Ia menggunakan smartphone untuk berkomunikasi dengan teman sebaya dan dosen,  yang memudahkan koordinasi dan diskusi.  Namun,  ia juga menyadari bahwa interaksi online dapat mengurangi interaksi langsung.  Ia berupaya untuk menyeimbangkan keduanya,  menunjukkan kesadaran akan pentingnya interaksi sosial tatap muka.  Meskipun ia tidak merasa tertekan jika tidak mengakses smartphone,  ia mengakui pernah mengalami FOMO (Fear Of Missing Out),  yang menunjukkan potensi dampak negatif media sosial terhadap kesehatan mental.  Pengalaman ini menekankan pentingnya pengelolaan penggunaan media sosial untuk mencegah dampak negatif terhadap kesejahteraan mental.

Kesimpulannya,  pengalaman yang dimiliki Friska mencerminkan kompleksitas penggunaan smartphone di kalangan mahasiswa.  Smartphone menawarkan banyak manfaat,  terutama dalam hal akses informasi,  fleksibilitas pembelajaran,  dan komunikasi.  Namun,  penggunaan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan distraksi,  kecanduan,  dan dampak negatif terhadap kesejahteraan mental.  Kemampuan untuk mengelola waktu,  membatasi distraksi,  dan menjaga keseimbangan antara kehidupan online dan offline sangat penting untuk memaksimalkan manfaat smartphone dan meminimalisir dampak negatifnya.  Perguruan tinggi juga memiliki peran penting dalam memberikan edukasi digital dan menyediakan infrastruktur yang mendukung pembelajaran online yang efektif.  Studi kasus Friska ini menyoroti pentingnya literasi digital dan manajemen diri dalam menghadapi era digital yang semakin kompleks. 

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Opini

Click with Caution: Keeping Indonesian Kids Safe Online

Published

on

Sumber: Freepik
 

Author: Sarah Crockett (Intern from Australia)

The world has become increasingly interconnected, with the use of smartphones and the internet skyrocketing globally. Children and young adults in particular are heavy users of social media and are at the forefront of digital usage. This rise in digital engagement has brought with it a host of opportunities, but also significant risks for young users. As children navigate the online world, they are increasingly exposed to dangers such as cyberbullying, online sexual exploitation, and harmful content. Addressing online safety is thus an urgent priority for all countries. However, Indonesian children in particular have a high rate of access to the internet and all of the potential accompanying issues. 
 
According to the 2023 report by Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), over 80% of children aged 10-17 in Indonesia have access to the internet, with the majority engaging through mobile devices. Popular platforms include TikTok, YouTube, WhatsApp, and Instagram, often used without adequate supervision. While internet use can support learning and creativity, it also poses challenges when digital literacy and parental guidance are lacking. Many parents are less, or totally unfamiliar with some or all of these platforms, making it difficult to warn against same of the dangers of online engagement.
 
Children in Indonesia face a range of online risks. Cyberbullying has become prevalent on social media and there is also a risk of online grooming and sexual exploitation. These issues are exacerbated by the anonymity and accessibility of online communication, the ability of individuals to hide their identity emboldens them in their actions. ECPAT Indonesia noted a significant rise in online child sexual exploitation cases during the COVID-19 pandemic. Exposure to harmful content, including pornography, hate speech, and graphic violence, is also widespread and frequently insufficiently regulated. Girls in particular are more at risk of facing online harassment and discrimination.
 
Indonesia has enacted several laws to address online risks, including Law No. 11/2008 on Electronic Information and Transactions and Law No. 35/2014 on Child Protection. While these frameworks provide a foundation for action, enforcement remains inconsistent, and child-specific digital protections are still evolving. The Ministry of Communication and Information (Kominfo) has launched digital literacy campaigns, but their reach and impact vary. Regional disparities and limited teacher training further constrain effective implementation.
 
To address this growing concern, the Indonesian government is preparing stronger safeguards for children on digital platforms. Inspired by recent steps taken by countries like Australia, Indonesia is considering a law that would restrict access to social media for users under the age of 16. The move follows increasing reports of online abuse and growing concerns among parents, educators, and child protection advocates. There has been a mixed response to this proposed safeguard, with some feeling it is overly restrictive and authoritarian while others feel it is a necessary measure to protect the mental health and safety of Indonesia’s children.
 
Kominfo is also working on interim child protection guidelines. These guidelines aim to regulate digital content, enforce stricter age verification mechanisms, and compel social media companies to take greater responsibility for harmful content on their platforms. While some critics worry about overregulation and the potential to limit young people’s access to information, many experts argue that the safety of children must come first. “Digital literacy alone is not enough,” says a child rights activist based in Jakarta. “We need infrastructure, policy, and corporate accountability to protect our children in cyberspace.”
 
There are various strategies that can be utilised to improve the safety of children online. In the home parents can be empowered with tools and knowledge about how to protect their children’s safety online through workshops. Schools can implement digital literacy programs into the curriculum to help children to understand the potential risks. Reporting systems for instances of online abuse can be created and made readily accessible and child-protection laws can also be enhance and updated to reflect the current online landscape.
 
Online safety for children in Indonesia is a pressing concern requiring coordinated action across sectors. With its growing digital youth population, Indonesia is well-positioned to lead regional efforts in child online protection. Prioritizing inclusive, culturally sensitive, and rights-based strategies will help ensure that all children can explore the digital world safely and confidently.
 
References
• APJII. (2023). Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet Indonesia.
• ECPAT Indonesia. (2020). Online Child Sexual Exploitation in Indonesia.
• Kominfo. (2023). Digital Literacy Campaigns.
• Raharjo, B. (2022). Digital Parenting in Indonesia: Challenges and Cultural Contexts.
• UNICEF Indonesia. (2021). Digital Literacy for Children and Adolescents in Indonesia.
• UNICEF Office of Research – Innocenti. (2020). Growing Up in a Connected World.
• UNESCO Jakarta. (2019). Safe Internet Use for Indonesian Youth.

Continue Reading

Trending