Berita
Kunjungan KOPPMI dalam Kolaborasi bersama Purna Migran
Published
8 months agoon
By
Mitra Wacana
Kamis, (20/03/2025) Koordinasi Purna Pekerja Migran Indonesia (KOPPMI), mengunjungi Mitra Wacana dalam diskusi mengenai tantangan dan tujuan dalam memperkuat hak-hak pekerja migran, pemberdayaan kelompok perempuan, dan mengatasi masalah yang dihadapi oleh para migran yang kembali ke tanah air. Diskusi ini berfokus pada pendidikan, advokasi, dan pemberdayaan ekonomi di berbagai tingkatan, dari desa hingga provinsi dengan penekanan pada pemahaman hak asasi manusia dan isu gender serta mentoring kelompok ekonomi dalam hal ini pendampingan usaha dan akses pasar. KOPPMI menyoroti pentingnya dukungan masyarakat, kerja sama dengan lembaga lokal, dan kebutuhan untuk reintegrasi sosial dan ekonomi para migran yang kembali.

Memperkuat Kelompok Basis Melalui Advokasi
Diskusi ini membahas konteks dan tantangan dalam penguatan kelompok basis melalui pemahaman hak-hak pekerja, ekonomi, dan hukum paralegal. Penguatan ini bertujuan untuk menciptakan situasi yang mendukung di tingkat desa dan melibatkan advokasi di tingkat kabupaten dan provinsi. Diskusi ini juga menyoroti pentingnya memahami hak asasi manusia dan masalah gender dalam pekerjaan mereka. Termasuk penggunaan media sosial dalam upaya advokasi mereka.
Kelompok Pemberdayaan Perempuan di Kawasan Pedesaan
Diskusi juga membahas organisasi kelompok pemberdayaan perempuan di tiga kabupaten: daerah pegunungan, daerah pesisir, dan Urban, yakni Kokap, Galur dan Sentolo. Kelompok-kelompok ini, yang dikenal sebagai Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A), awalnya dibentuk untuk mendukung dalam penguatan kemandirian mantan pekerja migran, kemudian diperluas dengan perempuan di kawasan marginal. Kelompok-kelompok ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup bagi perempuan di wilayah marginal dan berkontribusi pada pengembangan komunitas pedesaan mereka. Diskusi ini menyoroti pentingnya kerja sama dengan komunitas lokal dan masyarakat setempat, serta kebutuhan akan pendidikan dan pemberdayaan ekonomi. Mitra Wacana juga menyebutkan keberhasilan satu kelompok P3A, Putri Arimbi, dalam mengakses dana desa dalam pelatihan dan upaya kelompok dalam pendidikan publik dan edukasi melalui diseminasi di kelompok PKK.
Tantangan Kelompok Perempuan dalam Akses dan Partisipasi di Tingkat Desa
Mitra Wacana membahas tantangan yang dihadapi oleh perempuan di komunitas mereka, termasuk akses terbatas terhadap informasi, hambatan budaya dan sosial, dan stigma yang terkait dengan partisipasi perempuan dalam organisasi. Dalam hal ini menyoroti pentingnya kemandirian ekonomi dan kepemimpinan perempuan, dan perlunya pendidikan gender dan partisipasi perempuan di tingkat desa.
Tantangan dan Dukungan untuk Purna Migran Paska Migrasi
Diskusi ini juga membahas berbagai tantangan yang dihadapi oleh purna migran dalam beradaptasi di lingkungan masyarakat paska migrasi, termasuk kesulitan reintegrasi bagi mereka yang kembali dari luar negeri dan stigma di desa mereka. KOPPMI menyebutkan pentingnya membentuk kelompok untuk memperkuat individu dengan melakukan diskusi dan penguatan kelompok ekonomi bersama.
Pemberdayaan Pekerja Migran yang Kembali di Indonesia
Diskusi juga membahas tantangan yang dihadapi ketika pekerja migran kembali ke Indonesia. Dalam hal ini perlunya menekankan reintegrasi sosial dan ekonomi, termasuk akses ke bantuan pemerintah serta mentoring pelatihan pemberdayaan ekonomi.
You may like
Berita
Mitra Wacana Dorong Pemerintah Perkuat Pelindungan bagi Pekerja Migran Indonesia
Published
3 days agoon
11 November 2025By
Mitra Wacana
Jakarta, 10 November 2025 — Mitra Wacana turut berpartisipasi aktif dalam Konsultasi Nasional tentang Akses terhadap Pelindungan Sosial yang Layak dan Berkelanjutan bagi Pekerja Migran Indonesia yang diselenggarakan di Swiss-Belresidences Kalibata, Jakarta Selatan. Kegiatan ini diinisiasi oleh Migrant Forum in Asia (MFA) bekerja sama dengan Migrant Care, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), dan Solidaritas Perempuan, dengan dukungan dari IOM melalui program Migration, Business and Human Rights in Asia (MBHR Asia) yang didanai oleh Uni Eropa dan Pemerintah Swedia.
Acara yang dihadiri oleh perwakilan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan serikat buruh ini bertujuan untuk memperkuat advokasi dan sinergi kebijakan dalam menjamin akses perlindungan sosial bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI), baik di tahap pra-penempatan, selama bekerja di luar negeri, maupun setelah kembali ke tanah air.
Dalam sesi diskusi, berbagai isu krusial mencuat, mulai dari minimnya akses pendidikan dan lapangan kerja yang layak di dalam negeri hingga praktik perekrutan yang tidak adil dan jeratan hutang yang menjerat calon pekerja migran. Kondisi ini, menurut para peserta, memperlihatkan bagaimana kemiskinan struktural masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah.
“Ketika pemerintah tidak menyediakan akses pendidikan dan pekerjaan yang layak, masyarakat akhirnya mencari penghidupan di luar negeri. Tapi di sana pun mereka menghadapi eksploitasi dan kekerasan, bahkan ada yang tidak kembali dengan selamat,” ungkap salah satu peserta diskusi yang menyoroti rentannya posisi pekerja migran di berbagai negara penempatan.
Mitra Wacana, melalui perwakilannya Nurmalia, menegaskan pentingnya tanggung jawab negara dalam memastikan perlindungan menyeluruh bagi PMI. Ia menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan lembaga internasional agar pekerja migran dan keluarganya memperoleh jaminan sosial yang adil.
“Negara harus hadir secara konkret, tidak hanya menjadikan PMI sebagai pahlawan devisa, tetapi juga memastikan mereka terlindungi dari hulu ke hilir. Kami mendesak pemerintah untuk memperkuat kerja sama antara BPJS Ketenagakerjaan dan perwakilan Indonesia di luar negeri, agar sistem perlindungan berjalan efektif dan tidak ada lagi korban yang dipulangkan tanpa pemulihan yang layak,” tegas Nurmalia, mewakili Mitra Wacana.
Konsultasi nasional ini juga merekomendasikan penguatan kebijakan jaminan sosial lintas negara serta sistem reimbursement yang memungkinkan pekerja mendapatkan layanan kesehatan sebelum dipulangkan. Para peserta berharap hasil diskusi ini menjadi pijakan bagi advokasi regional dalam memperjuangkan kebijakan yang lebih adil, berkelanjutan, dan berpihak pada pekerja migran.
Kegiatan ditutup dengan komitmen bersama untuk memperluas jaringan advokasi dan mendorong pembentukan kebijakan yang tidak hanya melindungi pekerja migran, tetapi juga memberikan jaminan kesejahteraan bagi keluarga mereka di tanah air.








