web analytics
Connect with us

Opini

Membicarakan Kesehatan Reproduksi bukan Hal yang Tabu

Published

on

Waktu dibaca: 3 menit
Mitra Wacana

Ganis Haryanti Putri

Oleh : Ganis Haryanti Putri

Kesehatan merupakan salah satu prioritas hidup manusia yang harus dijaga untuk dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Kesehatan manusia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola makan, gaya hidup, dan faktor genetik. Kesadaran masyarakat mengenai pola hidup sehat harus terus ditingkatkan dan digencarkan, tak terkecuali kesehatan reproduksi. Menjaga kesehatan reproduksi tak kalah penting dengan menjaga kesehatan tubuh karena jika kesehatan reproduksi terganggu, pada akhirnya akan mempengaruhi kesehatan tubuh juga. Peningkatan kualitas kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi tiap individu, termasuk juga dalam hal ini kesehatan reproduksi. Sayangnya beberapa orang masih menganggap bahwa berbicara mengenai kesehatan reproduksi adalah hal yang tabu.

Adanya anggapan tersebut membuat orang menjadi enggan untuk membicarakannya. Karena minimnya informasi mengenai kesehatan reproduksi yang didapat dari orangtua maupun lingkungan sosialnya, tak jarang remaja yang memang rasa ingin tahunya tinggi “lari” ke internet untuk mendapatkan jawaban yang ingin diketahuinya. Di satu sisi, ini merupakan hal yang positif karena dengan adanya perkembangan teknologi, informasi apapun menjadi sangat mudah untuk diakses. Namun di sisi lain juga penting untuk diwaspadai karena tidak semua informasi yang tersedia di internet valid dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Sebagai contoh, dapat dilihat dari siklus bulanan perempuan (haid/menstruasi). Ketika mencari informasi mengenai menstruasi akan banyak sekali data yang ditampilkan. Mulai dari penjelasan apa itu menstruasi, bagaimana gejalanya, bagaimana siklusnya, sampai pada mitos-mitos yang beredar di masyarakat yang tidak ada sangkut pautnya dengan penjelasan medis. Kondisi seperti inilah yang semakin mendorong pentingnya memberikan edukasi kepada masyarakat, baik laki-laki dan perempuan, tua maupun muda agar mendapatkan informasi yang pasti dan dapat dijelaskan secara medis. Terlebih lagi, kondisi tiap orang yang berbeda-beda tentu penanganannya juga tidak bisa disamakan satu sama lain, jika hanya mengandalkan internet tentu informasi yang diperoleh menjadi kurang mendukung.

Sebenarnya, menggunakan internet untuk mendapatkan informasi, khususnya mengenai kesehatan reproduksi itu sah-sah saja. Semua orang berhak untuk mengakses, tidak ada larangan maupun syarat tertentu. Hanya saja untuk memastikan benar tidaknya informasi yang diperolah dari internet, diperlukan informasi pendukung dari ahlinya, seperti bidan, penyuluh, dokter, maupun orang-orang yang memang sudah ahli di bidangnya. Pendidikan mengenai kesehatan reproduksi penting untuk diajarkan sedini mungkin, bahkan bisa jadi pendidikan kesehatan reproduksi merupakan salah satu alternatif pencegahan pelecehan seksual pada anak.

Pendidikan mengenai kesehatan reproduksi pada anak PAUD dan TK bisa diawali dengan hal-hal sederhana seperti menerapkan budaya malu sehingga anak tidak membuka baju atau celana sembarangan, mengajarkan toilet trainning, bagaimana cara membersihkan diri setelah buang air kecil dan buang air besar, memberitahukan bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh orang lain beserta fungsi bagian tubuh masing-masing, menjelaskan juga apa yang harus ia lakukan jika orang lain menyentuhnya. Memberikan edukasi mengenai kesehatan reproduksi sejak dini juga penting dilakukan untuk mengenali gejala atau gangguan kesehatan reproduksi sehingga diperoleh penanganan yang cepat dan tepat bagi penderita.

Memberikan edukasi pada anak sejak dini mengenai kesehatan reproduksi memang butuh kesabaran dan keterlibatan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penting untuk menjalin kerjasama antara keluarga sebagai unit terkecil dan lembaga pendidikan yang merupakan tempat bagi anak banyak menghabiskan waktunya di sana. Perlu digencarkan lagi pelaksanaan sosialisasi dan konseling mengenai kesehatan reproduksi pada seluruh elemen masyarakat, tua, muda, laki-laki maupun perempuan, semua memiliki hak yang sama untuk memperoleh edukasi seputar kesehatan reproduksi.

Harapannya, setelah mendapatkan edukasi mengenai kesehatan reproduksi, angka kematian ibu dan bayi dapat ditekan, angka pelecehan seksual pada anak turun, masyarakat dapat membedakan mana informasi yang mitos dan yang fakta, masyarakat mengetahui gangguan kesehatan yang mungkin dialaminya sehingga memperoleh penanganan yang tepat, dan yang tak kalah penting adalah memberikan kesadaran pada masyarakat bahwa membicarakan kesehatan reproduksi bukan hal tabu, bahkan penting untuk dilakukan.

Penyelaras : Ruly

Editor : Arif Sugeng Widodo

Biodata Penulis

Nama Lengkap                        : Ganis Haryanti Putri.

Jenis Kelamin                          : Perempuan.

Agama                                    : Islam.

Email                                       : ganis217@gmail.com.

Pengalaman Organisasi

  1. Staff Divisi Diskusi Censor Fisip UNS 2016/2017
  2. Staff Divisi Diskusi Censor Fisip UNS 2017/2018 
  3. Koordinator Sie Perkap Censorfest 3.0 2017
  4. Staff Sie Sekretaris Censorfest 4.0 2018
  5. Staff Sie Sekhumjin Seminar Nasional dan Konferensi Sosiologi Perkotaan 2018.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Bentuk-Bentuk Kekerasan di Tempat Kerja

Published

on

Sumber: Freepik
Waktu dibaca: 2 menit

Oleh Wahyu Tanoto

Menurut studi yang dilakukan oleh Equal Employment Opportunity Commission (EEOC) pada 2016 di Amerika Serikat, sekitar 75% orang yang mengalami pelecehan di tempat kerja tidak melaporkan kejadian kepada manajer, supervisor, atau perwakilan serikat pekerja. Salah satu alasan utama adalah karena merasa takut akan keamanan kerja serta takut kehilangan sumber pendapatan mereka. Selain itu ada beberapa faktor lain, seperti:

  1. Faktor relasi kuasa. Salah satu pihak memiliki kekuatan, posisi atau jabatan yang lebih tinggi atau dominan dibandingkan korban. Misalnya, antara bos dengan karyawan.
  2. Kebijakan perlindungan pekerja masih tidak jelas. Absennya perlindungan terhadap korban dapat menyebabkan korban merasa takut untuk melapor karena khawatir pelaku akan balas dendam dan melakukan kekerasan yang lebih parah.
  3. Mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual yang tidak tersedia. Misalnya, perusahaan belum memiliki Standard Operating Procedure (SOP) mengenai kekerasan seksual, sehingga tidak ada jalur pelaporan atau sanksi yang jelas.
  4. Budaya yang kerap menyalahkan korban, seperti: “Kamu sih ke kantor pakai baju seperti itu!” “Kamu ngapain memangnya sampai bos marah begitu?”

Namun, kemungkinan lain adalah karena banyak orang belum memahami atau tidak yakin perilaku apa saja yang melanggar batas dan dapat dikategorikan sebagai pelecehan atau kekerasan. Maka dari itu, yuk kita bahas apa saja bentuk-bentuk pelecehan dan kekerasan di tempat kerja!

Kekerasan verbal

Kekerasan verbal termasuk ucapan yang merendahkan, melakukan gerakan yang ofensif, memberikan kritik yang tidak masuk akal, memberikan cercaan atau komentar yang menyakitkan, serta melontarkan lelucon yang tidak sepantasnya. Beberapa contohnya adalah:

  • Mengirim email dengan lelucon atau gambar yang menyinggung identitas seseorang, seperti identitas gender, orientasi seksual, ras, atau agama.
  • Berulang kali meminta kencan atau ajakan seksual, baik secara langsung atau melalui pesan.
  • Membuat komentar yang menghina tentang disabilitas seseorang.
  • Mengolok-olok aksen berbicara (logat) seseorang.

Kekerasan psikologis

Perilaku berulang atau menjengkelkan yang melibatkan kata-kata, perilaku, atau tindakan yang menyakitkan, menjengkelkan, memalukan, atau menghina seseorang. Ini termasuk:

  • Mengambil pengakuan atas pekerjaan orang lain.
  • Menuntut hal-hal yang mustahil.
  • Memaksakan tenggat waktu (deadline) yang tidak masuk akal pada karyawan tertentu.
  • Secara terus-menerus menuntut karyawan untuk melakukan tugas-tugas merendahkan yang berada di luar lingkup pekerjaannya.

Kekerasan fisik

Pelecehan di tempat kerja yang melibatkan ancaman atau serangan fisik, termasuk sentuhan yang tidak diinginkan. Misalnya:

  • Menyentuh pakaian, tubuh, baju, atau rambut orang lain.
  • Melakukan penyerangan fisik. Misalnya: memukul, mencubit, atau menampar.
  • Melakukan ancaman kekerasan.
  • Merusak properti pribadi. Misalnya: mengempeskan ban kendaraan, melempar ponsel orang lain.

Kekerasan berbasis digital

Ini merupakan berbagai bentuk kekerasan atau pelecehan yang dilakukan di ranah daring (online), seperti:

  • Memposting ancaman atau komentar yang merendahkan di media sosial.
  • Membuat akun palsu dengan tujuan merundung seseorang secara online.
  • Membuat tuduhan palsu.
  • Menyebarkan foto atau rekaman orang lain yang bersifat privat atau bernuansa seksual.

Kekerasan seksual

  • Rayuan seksual yang tidak diinginkan.
  • Melakukan sentuhan yang tidak pantas atau tidak diinginkan.
  • Melontarkan lelucon bernuansa seksual.
  • Membagikan media pornografi.
  • Mengirim pesan yang bersifat seksual.
  • Pemerkosaan dan kegiatan seksual lain yang dilakukan dengan paksaan.
  • Meminta hubungan seksual sebagai imbalan atau promosi pekerjaan.

Jika kamu atau teman kerjamu mengalami salah satu atau beberapa bentuk kekerasan seperti yang disebutkan di atas dan membutuhkan bantuan lembaga layanan, kamu bisa cek website https://carilayanan.com/ atau belipotbunga.com ya. Jangan ragu untuk segera mengontak lembaga layanan, karena mereka ada untuk membantu kamu!

Sumber

 https://carilayanan.com/kekerasan-di-tempat-kerja/

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending

EnglishGermanIndonesian