web analytics
Connect with us

Kulonprogo

Mengasah Kemampuan Public Speaking Forum Perempuan Hargorejo Diskusi Dan Praktek Storytelling

Published

on

public speaking

Selasa, (16/1/2024) bertempat di gedung lantai 2 Perpustakaan Kalurahan Hargorejo Kapanewon Kokap Kabupaten Kulonprogo, Forum Perempuan Hargorejo (FPH) melakukan pertemuan rutin. Pertemuan rutin FPH di isi dengan diskusi santai tentang public speaking.

Storytelling menjadi pembahasan dalam diskusi ringan kali ini. Pemantik diskusi di pandu oleh mansur  dan di dokumentasikan oleh ruly dari mitra wacana sebagai pendamping komunitas.  Topik storytelling dipilih untuk meningkatkan skill para anggota FPH dalam melakukan presentasi, ataupun sosialisasi yang kerap dilakukan oleh anggota FPH yang mayoritas merupakan kader di desa.

Materi disampaikan dalam kacamata jurnalistik dengan memperhatikan unsur 5 W + 1 H. Mulai penjelasan apa itu storytelling, mengapa storytelling, kelebihan dan kekurangannya. Sampai pada bagaimana penerapannya. Kegiatan diskusi cukup mendapat animo dari anggota FPH, setidaknya 10 orang anggota hadir dalam kegiatan yang rutin diselenggarakan setiap bulannya.

Selain teori para peserta juga mempraktekkan storytelling ini. Setiap peserta ditantang untuk storytelling tentang benda disekitar yang ditunjuk oleh peserta lain. Rata-rata peserta mampu mengolah kata dan kalimat dalam waktu 40-60 detik untuk menceritakan benda yang ditunjuk beserta pesan moral yang mau disampaikan. (mansur)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita

Kunjungan Volunteer Mitra Wacana ke Desa Hargorejo

Published

on

Oleh India Lewis & Charli Kay

Volunteer Mitra Wacana

Pada Rabu, 5/6/2024, kami, volunteer Mitra Wacana India dan Charli dari Australia, berkunjung ke desa Hargoreja untuk melaksanakan presentasi relasi gender. Kunjungannya merupakan kesempatan khusus untuk membagi pengetahuan lintas-budaya, hingga ada banyak pembelajaran yang terjadi bagi kedua sisi.

Presentasinya mencakup tiga aspek relasi gender, yaitu peran gender di sekolah, peran gender dalam pacaran, dan peran perempuan dalam tenaga kerja. Sebagai pemandu diskusi, kami membahas keadaan isu ini di Australia, sambil bertanya kepada ibu-ibu di sana tentang pengalaman mereka. Kami mencari beberapa kemiripan dan perbedaan antara kedua budaya kita. Ternyata ada cukup banyak kemiripan terkait dengan sekolah. Kami membahas stereotip seperti perempuan yang lebih suka pelajaran humaniora, dan laki-laki yang lebih suka sains dan matematika.

Ibu-ibu dari Hargorejo setuju bahwa ini merupakan masalah di Indonesia yang mencegah perempuan dari bekerja dalam bidang sains dan matematika. Namun, ada cukup banyak perbedaan antara Australia dan Indonesia dalam dunia pacaran dan pernikahan. Rata-rata, perempuan Australia menikah pada usia 27, dan laki-laki pada usia 33. Usia rata-rata ini lebih rendah di Indonesia; 21 untuk perempuan dan 25 untuk laki-laki. Akhirnya, kami membahas beberapa alasan untuk kekurangan jumlah Perempuan yang masuk ke tenaga kerja di kedua negara kita. Salah satunya adalah ketidaktersediaan alat kontrasepsi, dan ibu-ibunya penasaran bertanya tentang metode kontrasepsi di Australia.

Kunjungannya diakhiri dengan percakapan yang lebih kasual, dan tentu saja foto bersama. Untuk saling berbagi budaya masing-masing merupakan aktivitas yang sangat penting dan bermanfaat. Dari sesi ini, kami mendapat perspektif baru terhadap budaya kami berdasarkan pertanyaan yang diajukan oleh ibu-ibu Indonesia. Semoga, ibu-ibunya juga bermanfaat dari perspektif kami, dan bisa belajar tentang budaya Australia dan budayanya sendiri.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending