Opini
Menuju P3A Mandiri dan Berprestasi
Published
8 years agoon
By
Mitra Wacana
Oleh Nata Eka Saptiana dan Purwanti (Pendamping komunitas Banjarnegara)
Pada tanggal 17 Oktober tahun 2014 diadakan launching P3A (Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak) Women Care dan Kacang Tanah dari Desa Karangjati dan P3A Lentera Hati dan Berlian dari Desa Berta di Balai Desa Karangjati Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara. Pada saat itu, acara dihadiri oleh semua elemen masyarakat antara lain : Kepala desa, Badan Perwakilan Desa, Kepolisian Sektor, Puskesmas, Polres, P2TP2A, dan organisasi lainnya yang ada di desa. Mitra Wacana WRC melakukan pendampingan dari tahun 2014.
Pada 2017 merupakan periode berakhirnya program penguatan kapasitas perempuan di Kabupaten Banjarnegara. Di tahun terakhir ini, CO memiliki tekad untuk mewujudkan P3A di Kecamatan Susukan dapat mandiri dalam menjalankan kegiatan atau program komunitas itu sendiri maupun program dari Mitra Wacana WRC. Langkah-langkah yang dilakukan oleh CO dalam upaya untuk memandirikan P3A Women Care, Lentera Hati dan KACANGTANAH yaitu memberikan kesempatan kepada anggota P3A untuk turut serta dalam kepanitian di setiap program Mitra Wacana WRC, supaya anggota P3A mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap komunitas, meningkatkan kepercayaan diri setiap anggota dan bahkan dilibatkan menjadi fasilitator serta pendampingan kasus (paralegal).
Hal tersebut diwujudkan dalam kegiatan nyata seperti melakukan promosi perlindungan terhadap perempuan dan anak dari kekerasan terutama kekerasan seksual dalam kegiatan rutin antar warga, antar sekolah dan antar desa, mampu membuat mars perempuan, mars Women Care dan mars Lentera Hati, bahkan anggota P3A mendapatkan kepercayaan dari pemerintah desa untuk mengisi agenda kegiatan Desa Layak Anak di Karangjati dan P3A KACANGTANAH sudah melahirkan karya dalam bentuk film pendek dengan judul “Wani Ngomong” yang menceritakan keberanian anak-anak untuk berani bicara ketika menjadi korban kekerasan seksual.
Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh P3A ada yang tidak melibatkan CO, artinya sekecil apapun hal ini menjadi tanda bahwa P3A pelan namun pasti sudah mampu menyelenggarakan kegiatan secara mandiri. Pada kegiatan pertemuan rutin, anggota P3A wajib melaporkan hasil kegiatan dan melakukan evaluasi bersama dengan CO. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan supaya P3A dapat tetap menjalankan komunitasnya secara mandiri karena sudah tidak mendapatkan dampingan secara rutin dari Mitra Wacana WRC.
Dalam menjalankan kegiatan-kegiatan yang direncanakan P3A, pada rencana kegiatan tahun 2017 mendapatkan dukungan dana dari pemerintah Desa. P3A Women care berhasil melakukan advokasi anggaran dana desa sebesar Rp. 2.500.00,-/tahun dan P3A Lentera Hati mendapatkan akses dana dari sebesar Rp. 2.000.000,-/tahun. Selain mendapatkan dukungan secara materi, pemerintah desa juga memberikan dukungan secara moril. Sebagai contoh, kepala desa atau perangkat desa mendampingi P3A dalam melakukan berbagai kegiatan. Selain itu, aparat desa menyambut baik kegiatan-kegiatan P3A yang melibatkan pemerintah desa, contohnya audiensi dan advokasi yang dilakukan P3A untuk meminta dukungan pemerintah desa dalam upaya perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan di Desa Karangjati dan Berta.
P3A Women Care dan Lentera Hati mencoba memperluas jaringan di lingkungan Kecamatan Susukan dalam upaya melakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak dari kekerasan seksual, yaitu dengan melibatkan Ketua Tim Penggerak PKK se-Kecamatan Susukan. Deklarasi kerjasama antara P3A Women Care dan Lentera Hati dengan Ketua Tim Penggerak PKK se-Kecamatan Susukan dilakukan di Balai Desa Karangjati pada hari Jumat, 9 Juni 2017 dengan nama jaringan Cawan Susu, Mantap!!! (Cahaya Wanita Susukan, Mandiri Tangguh Peduli). Susukan Aman !!!! KSTA,,, Lawan !!!! Stop KSTA !!!! Wani Ngomong, Wani Lapor, Aja Meneng Bae !!!!
You may like
Opini
Peran Sastra Populer dalam Meningkatkan Literasi di Kalangan Remaja
Published
6 days agoon
7 November 2025By
Mitra Wacana

Penulis : Fatin Fashahah, Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas
Sastra populer sering dipandang rendah, dianggap hanya untuk hiburan, dangkal, atau terlalu komersial. Sikap seperti ini muncul dari pendapat bahwa karya populer tak setara dengan karya-karya yang biasanya dipelajari di bangku perkuliahan. Padahal, bagi banyak remaja, sastra populer justru menjadi pintu pertama untuk mulai suka membaca. Mengabaikan atau mengecilkan peran sastra populer berarti menutup kesempatan bagi generasi muda untuk jatuh cinta pada dunia tulisan.
UNESCO menyebut Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Fakta ini menunjukkan bahwa masih rendahnya minat membaca rekreasi di banyak kelompok usia.
Namun, ketika pembaca terutama remaja diberi kebebasan memilih bacaan yang sesuai selera dan pengalaman mereka, minat membaca bisa saja meningkat. Dengan kata lain, relevansi isi buku terhadap kehidupan pembaca muda sangat menentukan apakah mereka akan terus membaca atau tidak. Sastra populer seperti buku young adult, novel roman remaja, dan cerita fantasi ringan sering kali menawarkan tema dan tokoh yang mudah dipahami remaja karena ceritanya seringkali dihubungkan dengan kehidupan remaja, sehingga mereka lebih tertarik untuk membaca.
Selain itu, sastra populer lebih mudah diakses lewat platform digital, cerita-cerita di aplikasi dan situs bacaan daring seperti Ipusnas, google play book, wattpad, karyakarsa dll. membuat remaja menemukan teks yang mereka suka kapan saja dengan mudah. Bentuk online juga mendorong interaksi pembaca bisa memberi komentar, berdiskusi, atau bahkan menulis kembali cerita mereka sendiri. Pengalaman berinteraksi seperti ini memberi dorongan kuat untuk terus membaca dan menulis. Beberapa karya yang awalnya populer di dunia maya kemudian diterbitkan secara cetak atau diadaptasi menjadi film dan serial menunjukkan bahwa bacaan populer punya peran penting dalam membangun ekosistem budaya yang lebih luas.
Penolakan terhadap sastra populer sering kali datang dari dua alasan utama. Pertama, alasan estetika, anggapan bahwa karya populer kurang bermutu secara sastra. Kedua, alasan moral atau konten bahwa beberapa cerita mengandung nilai yang dipertanyakan. Kritik seperti ini tidak salah jika tujuannya untuk memperbaiki kualitas karya. Namun, cara menanggapinya yang kurang tepat bisa membuat minat membaca remaja menjadi surut, seharusnya kita bukan melarang atau merendahkan bacaan tersebut. Akan lebih baik jika pembaca pemula diajarkan bagaimana cara membaca yang kritis. Dengan membimbing remaja membaca secara kritis, kita membantu mereka mengenali kekuatan dan kelemahan sebuah teks, sehingga pengalaman membaca menjadi lebih bermakna.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat membaca remaja diantaranya. Pertama, perpustakaan sekolah dan umum perlu menata koleksi yang seimbang baik karya klasik dan akademik berdampingan dengan bacaan populer. Pendekatan ini mengakui bahwa pembaca punya selera berbeda, dan memberi ruang bagi remaja yang sedang mencari gaya baca dan minat mereka. Kedua, guru dan pustakawan harus dilatih untuk memfasilitasi diskusi yang mengaitkan tema populer dengan konsep sastra dasar. Misalnya, dari sebuah novel populer, kita bisa mengajak pembaca membahas tokoh, alur, sudut pandang, atau pesan yang tersirat yanga terdapat di dalam novel tersebut. Langkah sederhana ini bisa mengubah bacaan ringan menjadi bahan belajar yang efektif.
Ketiga, adanya kegiatan klub baca dan lomba menulis berbasis minat yang bisa menghubungkan pembaca muda dengan mentor dan teman sebaya. Suasana komunitas yang saling mendukung membuat kegiatan membaca terasa lebih menyenangkan. Selain itu, adanya lomba menulis membuat remaja merasa diberi ruang kreatif untuk mengekspresikan dirinya. Keempat, harus ada kerja sama antara sekolah dengan platform digital. Hal ini penting untuk menyediakan akses yang aman dan terkurasi. Akses digital tanpa bimbingan bisa berisiko negatif dengan memperkenalkan konten yang kurang sesuai untuk pembaca dibawah umur. Oleh karena itu, peran pendidik dan orang tua tetap penting dalam menumbuhkan minat membaca terutama pembaca anak-anak dan remaja.
Secara budaya, sikap berhati-hati atau keraguan terhadap sastra populer sering kali membuat masyarakat melewatkan cerita-cerita yang sebenarnya dekat dengan kehidupan banyak orang, khususnya para remaja dari berbagai latar belakang. Karya populer dapat menjadi ruang untuk bereksperimen dengan bahasa, identitas, dan pengalaman sehari-hari. Ketika karya semacam ini dibahas di sekolah atau komunitas, karya tersebut berpotensi memperkaya imajinasi serta cara pandang masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Dengan demikian, sastra populer tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari wacana budaya yang turut membentuk cara berpikir dan berinteraksi dalam kehidupan sosial.
Kesimpulannya, alih-alih memandang sastra populer secara sebelah mata, akan lebih bermanfaat jika masyarakat mencoba melihat potensinya dalam meningkatkan minat baca dan memperkuat budaya literasi. Pendekatan yang inklusif dapat dimanfaatkan untuk menjadikan daya tarik sastra populer sebagai pintu masuk bagi pembaca pemula. Tentu saja, hal ini tetap perlu disertai dengan bimbingan dan adanya pengenalan terhadap keterampilan membaca kritis serta jenis bacaan yang lebih beragam. Dengan begitu, kebiasaan membaca tidak hanya meningkat, tetapi juga dapat mendorong perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa generasi muda.










