web analytics
Connect with us

Publikasi

PENCEGAHAN PENCULIKAN ANAK

Published

on

Pencegahan Penculikan Anak

Aisyah Fajar Rochani (Volunteer Mitra Wacana)

Salah satu himbauan kepada masyarakat ketika mendengar kata penculikan adalah perlunya meningkatkan kewaspadaan dan tidak boleh langsung panik. Kewaspadaan perlu ditingkatkan baik dari orang tua maupun sekolah anak. Berkembang pesatnya digital membuat informasi beredar begitu cepat dan luas, seringkali tidak dapat dipungkiri terdapat informasi yang belum tentu kebenarannya. Sehingga, kita sebagai pengguna media, seperti WhatsApp perlu bijak dalam membaca informasi dan tidak asal menyebarluaskan. Beredarnya informasi penculikan anak tentu membuat para orang tua khawatir kepada anak mereka. Lantas siapa saja yang berpotensi menjadi pelaku?

Pelaku penculikan anak ternyata bisa berasal dari lingkungan terdekat bahkan orang asing dengan cara merampas hak anak. Anak merupakan golongan rentan yang berpotensi menjadi sasaran tindak kejahatan dan kekerasan psikis, prostitusi, dan lain-lain. Ketika anak menjadi korban akan mengalami berbagai macam dampak. Secara umum, kejadian tersebut akan menimbulkan trauma bagi anak sehingga sangat perlu pendampingan bagi korban. Selain itu, secara psikologis hal tersebut akan menghancurkan masa depan anak, tanpa disadari anak akan menjadi pendiam dan enggan bersosialisasi. Dampak-dampak tersebut menjadikan tumbuh kembang anak akan terhambat.

Trauma yang dialami oleh anak juga bergantung pada kondisi anak. Terkait pendampingan anak juga disesuaikan dengan keilmuan pendamping. Dari pihak Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY memiliki layanan korban kekerasan, selain itu juga ada di balai Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Saat  ini, setiap kabupaten/kota telah memiliki Unit Pelayanan Terpadu (UPT) layanan pendampingan kekerasan. Maraknya isu penculikan anak, Daerah Istimewa Yogyakarta kembali membuka program 1 sekolah 2 polisi. Program tersebut bertujuan untuk mengantisipasi upaya-upaya tindakan kejahatan yang menyasar anak-anak. Peran pemerintah dan orang tua, saat ini tetap aktif diperlukan untuk mencegah tindakan kejahatan. DP3AP2 DIY telah melaksanakan program satuan pendidikan ramah anak dengan konsep pemenuhan hak anak. Pendidik juga perlu dilakukan pemahaman terkait hak anak. Terdapat slogan “Berlian” yang berarti Bersama lindungi anak. 

Akar masalah yang menimbulkan penculikan anak di antaranya:

  1. Kelalaian orang tua dalam mengawasi, kelalaian tersebut bisa disebabkan karena kesibukan dalam bekerja.
  2. Kurangnya pemahaman anak terhadap kewaspadaan jangkauan orang asing, sehingga perlu diberikan Pendidikan sehingga tidak mudah dibujuk serta perlu meningkatkan pengetahuan menjaga diri.
  3. Niat dari pelaku. 
  4. Dalam waktu yang bersamaan anak juga berpotensi menjadi penyebab penculikan. Misalnya, anak tersebut berjalan di lingkungan yang rawan penculikan. Penggunaan perhiasan secara berlebihan juga mengundang niat jahat pelaku penculikan. 

 

Secara umum terdapat beberapa upaya dalam pencegahan penculikan anak di antaranya:

Orang tua

  1. Orang tua sebaiknya antar jemput kepada anak, selain itu juga dapat melalukan latihan kemandirian secara bertahap.  
  2. Orang tua dan anak mempelajari rute jalan yang aman dan terhindar dari kerawanan tindak kejahatan.
  3. Orang tua menjaga komunikasi dengan anak, sehingga kondisi anak dapat terpantau.
  4. Memberikan pemahaman kepada anak terkait modus penculikan.
  5. Mengajarkan anak bagaimana simulasi meminta pertolongan ketika berada dalam kondisi darurat.
  6. Orang tua atau anak tidak memposting data pribadi secara berlebihan pada sosial media.

Anak

  1. Perlunya tanggung jawab kepada diri sendiri dan mampu memahami situasi yang mengarah ke penculikan.
  2. Perlunya anak menghafal nomor telepon orang tua  dan alamat rumah sendiri.
  3. Edukasi penting didapatkan.

Sekolah

  1. Keamanan data peserta.
  2. Pasang perangkat keamanan.
  3. Kerjasama terkait komunikasi efektif antar anak dan wali.

Pemerintah

  1. Peraturan kebijakan
  2. Polisi udah hadir di kepolisian
  3. Libatkan masyarakat dan tingkatkan pemahaman

Aspek kebijakan merupakan salah satu aspek yang penting diperkuat seperti Undang-Undang Perlindungan Anak, Peraturan Daerah Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Selain itu, upaya dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas building, pembentukan kampus ramah anak dengan maksud menularkan pemikiran dan komitmen untuk melakukan perlindungan serta mengedukasi kepada masyarakat. Ketika terjadi tindak kejahatan di atas, DP3AP2 DIY memiliki layanan terpadu korban kekerasan. Selain itu, juga terdapat balai PPA setiap kabupaten/kota, tele konseling, tesaga (telepon sahabat keluarga). Terkait pelaporan, dapat dilakukan secara langsung maupun melalui hotline.

Pertanyaan:

  • Rahayu

Terkait fenomena penculikan, Bagaimana menyikapi orang tua yang tidak bisa menjemput anak, seperti kami pasrahkan tetangga atau ojol, sebenarnya kami waswas, tapi sudah kami laksanakan sejak awal sekolah.

Jawaban: 

“Pertama, ada komunikasi efektif orangtua dan sekolah, jadi yang menjemput jelas. Kedua, anak perlu diberi edukasi, untuk penjemputan hanya ini yang boleh, anak diberi pemahaman untuk bisa menjaga diri, hal-hal mana yg tidak boleh disentuh. Karena orang terdekat bisa jadi pelaku”.

  • Rika

Apakah ada sosialisasi edukasi ke orangtua sampai ke wilayah tempat tinggal dan sekolah?

Jawaban:

“Tepatnya sosialisasi perlindungan anak, saat ini untuk ke terban, untuk kalurahan kami ada sosialisasi ketahanan keluarga, ada 8 fungsi keluarga, nah salah satunya membangun ketahanan keluarga. Kegiatan sasarannya kalurahan, tapi mungkin bertahap. Terban mungkin belum dapat, coba ke sosmed dinas kami. Kalau terkait sekolah, udah mulai masuk bentuk satuan pendidikan ramah anak dari kekerasan secara umum”.

  • Ana

Terkait berita, ada TK tertangkap kamera, penculikan sampai ke kelas anak digendong langsung kabur?

Jawaban:

“Karena mungkin berita bisa setengah-setengah. Misal ada seperti itu, sekolah jelas keamanan kurang, langsung bawa kabur anak, kaya di sinetron. Ada yang buat konten, yang jelas keamanan sekolah, anak-anak harus diberikan pemahaman agar tidak mudah dipegang oleh orang yang tidak dikenal”.

  • Bagyo

Layanan apa yang diberikan kepada korban penculikan? Apakah pemerintah memiliki peran besar?

Jawaban:

“Layanan korban kekerasan tidak hanya penculikan, di DIY itu banyak. Kalau di dinas kami, melapor secara langsung dating maupun menghubungi hotline. Kemudian juga ada Lembaga jejaring, kemudian penjangkauan satu laporan sehingga sampai ke satgas PPA, layanan pendampingan psikologis, Kesehatan, sosial. Terkait pemerintah, iya. Kalau untuk penculikan secara umum dapat melapor ke pihak berwajib, kalau layanannya ada aduan, UPT di setiap kabupaten/kota”.

  • Tanpa nama

Bagaimana menjelaskan topik sensitif kepada anak?

Jawaban:

“Jadi sesuai usia, ada Kesehatan reproduksi anak, jadi kami ada edukasi ke sekolah, satuan Pendidikan ramah anak, juga kami melalui orangtua hingga ke masyarakat, belum bisa semua kalurahan tersasar, ada juga leaflet  kami di website. Kalau untuk secara umum, harus sesuai usia. Melalui baca2 artikel, sekali lagi sesuai usia, contoh perbedaan fisik laki-laki dan perempuan”

Terkait tema kita pencegahan penculikan anak, DP3AP2 mewakili pemerintah terkait fenomena ini bagaimana sih? Harapan dan pesan?

Kalau dari segi masyarakat saat ini harus sudah mulai kritis menerima informasi terkait pemberitaan di media sosial, karena terkadang media sosial ini menjadi pemicu keresahan masyarakat, karena itu menuntut masyarakat untuk semakin cerdas dalam menyikapi suatu berita. Artinya, periksa dahulu sebelum mencernanya kemudian tidak langsung dibagikan. 

Kemudian untuk orangtua, tenang namun meningkatkan kewaspadaan. Karena pada dasarnya keluarga, masyarakat, dan negara berkewajiban melindungi anak. Orang tua mulai menanamkan bahwa anak itu harus memiliki kemandirian kemudian mengedukasi terkait beberapa hal tadi. Seperti komunikasi efektif, memahami jalur pulang pergi. Juga perbaikan keamanan media online, tidak mudah untuk mengupload identitas-identitas anak. 

Dari Lembaga pendidikan, menurut kami meningkatkan sistem keamanan. Isu-isi yang marak kini juga menjadi salah satu pendorong lembaga pendidikan meningkatkan keamanan. 

Kemudian kalau dari pemerintah, meningkatkan apa yang menjadi kewenangan kita, pelayanan kepada masyarakat yang menjadi ketugasan kita. Juga saat ini, pemerintah itu ada program kabupaten kota layak anak, itu program nasional. Menurut kami, dan ini hampir semua kabupaten kota di DIY menjalankan konsep kabupaten layak anak. Harapan kami, konsep ini tidak hanya sekedar label, tetapi benar-benar kabupaten layak anak konsennya adalah pemenuhan hak anak nanti ada di semua lini kehidupan. Harapannya dapat mewujudkan sekolah ramah anak, kemudian kampung ramah anak, Lembaga-lembaga layanan, polsek ramah anak, tempat bermain ramah anak, rumah ibadah ramah anak, puskesmas ramah anak, nah ini salah satu implementasi dari sudah terbudayakannya budaya pemenuhan hak anak tadi di semua Lembaga. 

Sumber : Resume dari Talkshow Mitra Wacana pada tanggal 23 Februari 2023 di Radio Sonora FM Yogyakarta dengan narasumber Zuli Murpuji Astuti, SS.,M.Si (Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak DP3AP2 DIY)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Berita

PAMERAN ARSIP KERTAS 2025: SETARA – MEREKAM PEREMPUAN DALAM RUANG DEMOKRASI

Published

on

Yogyakarta – Pameran arsip tahunan KERTAS kembali digelar di Gedung Iso Reksohadiprojo, Departemen Bahasa Seni dan Manajemen Budaya, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Madah (UGM). Pameran KERTAS 2025 berlangsung dari 8 November hingga 15 November 2025 dan teruka untuk umum serta dapat dikunjungi secara gratits. Tahun ini, pameran berjudul “Setara: Merekam Perempuan dalam Ruang Demokrasi”, menghadirkan refleksi tentang jejak perjuangan, partisipasi, dan representasi perempuan dalam sistem demokrasi Indonesia.

Lebih dari 260 arsip dalam bentuk foto, teks, data, dan audio-visual diolah menjadi infografis interaktif. Melalui arsip-arsip ini, mahasiswa program studi Kearsipan, Sekolah Vokasi, UGM mengajak public menelusuri dinamika perempuan dalam ruang demokrasi, mulai dari partisipasi politik, represi sosial, serta bentuk resistensi di tengah ketimpangan ini.

PIC Kegiatan, Irfan Rizky Darajat, S.I.P., M.A., menjelaskan bahwa pameran ini tidak hanya menjadi ruang dokumentasi, tetapi juga forum diskusi sosial. “Pameran ini dapat membantu dalam melihat cara pandang yang lain bagaimana pameran arsip bisa dijadikan sebagai diskusi tentang wacana sosial,” ujarnya.

Pameran ini dibagi menjadi ruang utama, yaitu partisipasi, represi, dan resistensi. Ruang partisipasi menyoroti keterlibatan perempuan dalam Trias Politika, mulai dari tokoh-tokoh pionir seperti Maria Ulfah, S.K. Trimurti, Sri Widoyati, Siti Sukaptinah, dan Supeni Pudjobuntoro, hingga peta perwakilan perempuan di DPR, Pilkada, dan lembaga Yudikatif, dari sebelum reformasi hingga sesudah reformasi. Selain itu, dalam ruangan ini juga menghadirkan peran dari Non-Governmental Organization (NGO) yang mendampingi dan melayani masyarakat secara umum maupun perempuan secara khusus, seperti Mitra Wacana, Mama Aleta Fund, Beranda Migran, SP Kinasih, dan organisasi lainnya yang tersebar di seluruh Indonesia.

Mitra Wacana, salah satu organisasi pemberdayaan perempuan yang berdiri pada 2 April 1996 dengan nama awal Pusat Layanan Informasi Perempuan (PLIP) Mitra Wacana. Sejak berdiri, organisasi ini berfokus pada penyediaan layanan informasi tentang keadilan dan kesetaraan gender, serta pemberdayaan perempuan dan anak. Saat ini, Mitra Wacana memiliki delapan fokus isu utama, yakni penghapusan kekerasan seksual, pencegahan perkawinan anak, pendidikan politik perempuan, pencegahan perdagangan manusia, pencegahan Intoleransi, Radikalisme, Extremisme, dan Terorisme (IRET), perempuan dan anti korupsi, serta perempuan dan kebencanaan.

Dalam menjalankan kegiatannya, Mitra Wacana mengusung strategi pengorganisasian dan advokasi langsung di masyarakat, antara lain melalui pendirian Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) di berbagai wilayah dampingan, pendampingan kader perempuan, advokasi kebijakan publik ramah gender, serta produksi materi edukatif seperti buku, modul, film, dan komik bertema kesetaraan gender. Kehadiran Mitra Wacana di pameran ini memperluas pemahaman tentang bagaimana advokasi gender dijalankan secara konkret dan berkelanjutan di tingkat masyarakat.

Ruang kedua menelusuri berbagai bentuk represi terhadap perempuan, baik dalam ranah sosial dan politik. Arsip-arsip di ruang ini menyoroti berbagai bentuk praktik diskriminasi, mulai dari kekerasan seksual, femisida, diskriminasi, polemik politik, perampasan tanah adat, hingga domestikasi peran perempuan. Salah satu sorotan pentingnya adalah kisah Mama Aleta Baun, aktivis tenun dari Nusa Tenggara Timur (NTT), yang pernah memimpin perlawanan terhadap tambang marmer di melalui menenun bersama di lokasi tambang.

Ruang terakhir menampilkan ketahanan dan solidaritas perempuan melalui empat bentuk ekspresi budaya dan aktivisme, yaitu aksi unjuk rasa, tulisan, aktivisme digital, dan karya seni. Pameran ini menegaskan bahwa resistensi bukan hanya tindakan politik, melainkan juga keberanian perempuan untuk terus bersuara dan mengarsipkan pengalamannya sendiri.

Sebagai bagian dari upaya membuka akses publik yang lebih luas, panitia juga menyediakan guide book digital yang dapat diundung langsung melalui situs resmi https://pameranarsip.sv.ugm.ac.id/koleksi/. Panduan ini berisi kurasi tema, penjelasan tiap raung, dan koleksi-koleksi yang memudahkan pengunjung menjelajahi pameran, baik secara luring maupun daring.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending