web analytics
Connect with us

Rilis

Pewartaan Buruh Migran Sebagai Gerakan Sosial

Published

on

migrant_by lamuk
Waktu dibaca: 2 menit

Mengapa buruh migran perlu bersentuhan dengan dunia pewartaan? Permasalahan buruh migran sangat rumit sehingga mereka perlu membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan pewartaan untuk mengurai lingkaran setan yang membelenggu mereka.

Para pakar pewartaan sependapat bahwa hakikat pewartaan adalah memberitahu pada publik adanya pihak-pihak yang berbohong dan menutupi kebenaran (Kurnia, 2003:100). Oleh karena itu, insan pers bertugas untuk mengingatkan publik agar terus waspada terhadap pelanggaran dan penyelewengan yang dilakukan sejumlah pihak melalui laporan-laporan yang objektif atau faktual.

Buruh migran di Indonesia sering menjadi korban kekerasan dan ketidakadilan. Potensi ketidakadilan ada pada setiap pos yang dilalui buruh migran, seperti fase rekruitmen, penampungan, pelatihan, pengurusan dokumentasi, penempatan kerja, kesepakatan kontrak kerja, hingga kepulangan mereka ke tanah air. Sayang, hingga kini para pelakunya tidak mampu dijerat hukum karena korban tidak mampu memberikan bukti-bukti yang mendukung proses penuntutan.

Apabila buruh migran memiliki pengetahuan dan keterampilan pewartaan mereka bisa membuat laporan dan mengumpulkan bukti (fact) pendukung. Mereka bisa terlibat mengoreksi kebijakan dan menunjukkan adanya kesalahan atau ketidakberesan di dunia buruh migran. Di sinilah keterkaitan antara dunia pewartaan dan gerakan buruh migran, yaitu sama-sama memiliki memiliki tujuan moral yang hendak ditegaskan: Keadilan.

Menurut Mencher (1997:263) ada tiga tugas utama pewartaan, yaitu menggambarkan, menjelaskan, dan membujuk. Pewarta mengumpulkan fakta-fakta ke dalam gambaran pengisahan yang utuh. Selanjutnya, fakta-fakta itu dijelaskan dengan mengurutkannya dalam konteks tertentu sehingga kaitan dan sebab-akibat antarfakta dapat terlihat. Akhirnya, publik menyadari akan adanya pelanggaran atau penyelewengan yang merugikan kehidupan mereka.

Selain menggambarkan dan menjelaskan, pewarta mengajak publik untuk mengetahui pelanggaran dan penyelewengan yang tengah berlangsung atau dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Tanpa bantuan pewarta, publik tidak mengetahui adanya pelanggaran sebab informasi tersebut biasanya sengaja disembunyikan. Dengan mengetahui informasi itu, akhirnya publik dapat terlibat dalam mengambil keputusan, misalnya menuntut kebijakan perlindungan buruh migran tercantum dalam undang-undang ketenagakerjaan. Akhirnya, buruh migran dapat memasuki alur perkembangan sosial dan politik untuk memperbaiki kehidupan mereka.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Ekspresi

Diskusi Asik: Memang bisa menjadi lebih baik setelah trauma?

Published

on

Posttraumatic Growt (PTG)
Waktu dibaca: 3 menit

Yogyakarta, 04 Desember 2023 – sesuai dengan apa yang telah diagendakan, siang ini di Mitra Wacana ada diskusi menarik terkait Posttraumatic Growt (PTG) yang di sampaikan oleh mahasiswa magang dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antusiasme dari teman-teman Mitra Wacana juga sagat bagus terkait topik PTG ini. Nah, Apasih sebenarnya Post traumatic Growt itu? Mimin akan membagi informasinya kepada temen-temen. Lets go….

Sebelum masuk ke Post Traumatic Growt (PTG), trauma sendiri merupakan suatu kondisi yang diakibatkan oleh peristiwa buruk yang menimpa diri seseorang. Pada dasarnya, siapa pun memiliki potensi yang sama untuk mengalami trauma, akan tetapi seseorang akan semakin rentan mengalami jika dalam kondisi yang tidak setabil. Respon trauma ini tidak dapat diukur dari kejadian yang dialami, melainkan bagaimana diri seseorang itu menerima dan menanggapi peristiwa tersebut. Dukungan dari orang terdekat, kondiri Kesehatan fisik dan mental, serta kemempuan diri dalam menghadapi situasi tersebut dapat mempengaruhi reaksi seseorang terhadap kejadian traumatis. 

Seseorang yang mampu melewati peristiwa traumatis dengan kembali membentuk pandangannya terkait kehidupan menuju perubahan yang lebih positif ini dinamakan PostTraumatic Growt (PTG). Menurut Calhoun & Tedescri (2006) menggambarkan PTG ini sebagai pengalaman perubahan kehidupan yang lebih positif sebagai hasil dari perjuangan menghadapi krisis atau peristiwa yang mengguncang. PTG ini merupakan hasil dari perjuangan seseorang dalam menghadapi realita baru setelah mengalami kejadian traumatic, bukan hasil langsung setelah peristiwa tersebut (Shafira, 2011). PTG ini merupakan hasil dari pengalaman traumatic, bukan suatu bentuk mekanisme coping dalam menghadapi peristiwa trumatik. 

Peristiwa traumatic ini diibaratkan gempa bumi yang mengguncang dapat menyiksa dan juga seseorang akan menganggap hal ini merupakan suatu tantangan yang berat. Setelah kejadian yang mengguncang tersebut seseorang akan membangun kembali proses kognitifnya, hal ini diibaratkan membangun kembali bangunan fisik yang telah hancur setelah kejadian gempa bumi. Adapun untuk factor-faktor yang mempengaruhi Post Traumatik Growt dalah Hope (harapan), dukungan sosial, optimism, agama dan spiritual, usia, time since event, dan karakteristik dari kejadian traumatic. Posttraumatic Growt (PTG)

Aspek-Aspek Posttraumatic Growt

Menurut Calhoun dan tedenschi menyebutkan bahwa perubahan dalam diri seseorang setelah kejadian traumatik dan juga merupakan elemen PTG adalah sebagai berikut: 

  1. Penghargaan terhadap hidup (Appreciation for life), ini merupakan perubahan yang penting dalam hidup seseornag, dimana ini adalah perubahan mengenai prioritas hidup seseorang dan dapat meningkatkan penghargaan terhadapa apa yang dimilikinya. 
  2. Hubungan dengan orang lain (Relation to others), seseorang mungkin akan memperbaiki hubungan dengan keluarga dan juga temannya menjadi lebih dekat, dan lebih berarti. 
  3. Kekuatan dalam diri (Personal strength), merupakan perubahan berupa peningkatan kekuatan personal, ataulebih mengenal kekuatan yang ada dalam diri yang dimiliki. 
  4. Kemungkinan kemungkinan baru (New possibilities), merupakan kemungkinana untuk mengambil ola kehisupan yang baru dan berbeda, contohnya ketertarikan terhadap hal-hal baru, aktivitas baru dll. 
  5. Perkembangan spiritual (Spiritual development)

Contoh Kasus: 

 “Hubungan Anak Broken Home Terhadap Post Traumatic Growth

Subjek O mengalami trauma akibat perceraian orang tuanya sehingga membuat jiwa dan psikisnya terguncang. Namun, ia sudah mampu melewati fase trauma berat hingga membawanya pada tahapan Post Traumatic Growth. Hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa support system dari keluarganya (dukungan sosial) dan faktor internal berupa dorongan yang kuat untuk bangkit melewati fase trauma dalam hidupnya, dengan cara lebih menyibukkan diri berkumpul bersama teman-temannya untuk melakukan hal-hal positif dan sibuk dalam dunia pendidikan. Dari hasil analisis, terlihat bahwa subjek O sudah bisa melewati fase traumatiknya hingga pada fase post traumatic growth. Hal tersebut tentunya tidak semudah yang dibayangkan dalam melewati fase sulit tersebut sebab pengalaman yang begitu dalam sehingga perubahan yang terjadi dalam fase itu perlu adanya dorongan dan support system yang baik. 

Jadi jangan terus biarkan trauma menyelimuti dengan kesedihan dan kecemasan yang berlarut-larut. Walaupun membutuhkan proses untuk pulih, percaya dan yakinlah kamu pasti dapat melewati dan menjadi orang yang lebih baik.  (Romdhotul)

Sumber:

Shafira, Farah (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi Postraumatic Growt pada Recovering addict di Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Terapi dan Rehabilitasi BNN Lido. 

https://hellosehat.com/mental/gangguan-kecemasan/trauma/

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending

EnglishGermanIndonesian