Opini
Darini: Pengetahuan Memberikan Kekuatan
Published
9 years agoon
By
Mitra Wacana
Cerita Perubahan (Berdasarkan Wawancara Purwanti dengan Ibu Darini)
Saya ingin berbagi pengalaman tentang perubahan pada diri saya selama 3 tahun terakhir (2014-2016). Nama saya Darini, berasal dari desa Karangjati, Susukan, Banjarnegara, Jawa Tengah. Saat ini, saya mendapatkan amanah sebagai ketua organisasi perempuan CAWANBARA (Cahaya Wanita Banjarnegara). Organisasi CAWANBARA bergerak dalam bidang perlindungan terhadap anak dan perempuan dari kekerasan. Sebelumnya, saya belum mengetahui tentang hak-hak perlindungan anak dan perempuan dari kekerasan, pembangunan desa, dan undang-undang. Sehari-hari, saya sebagai ibu rumah tangga yang tinggal di rumah menemani anak-anak saya. Selain di rumah, kegiatan sore saya adalah mengajar mengaji di Taman Pendidikan Al-qur’an (TPQ) MADIN.
Namun, ketika saya teribat aktif di forum belajar bersama di desa saya yang diselenggarakan oleh Mitra Wacana WRC pada 2014, saya merasa mendapatkan banyak pengetahuan dan pencerahan. Akhirnya, saya sadar, bahwa saya harus melakukan sesuatu untuk desa saya. Saya bersama teman-teman, terdorong membuat organisasi P3A (Pusat Pembelajaran Perempuan dan anak) di desa saya, Karangjati, Susukan, Banjarnegara Jawa Tengah.
Di lingkungan sekitar rumah, saya melihat banyak anak-anak yang tidak didampingi oleh orang tua mereka. Saya terdorong untuk mengumpulkan dan menawarkan kegiatan positif: belajar bersama, bercerita, dan saling berbagi pengalaman. Seiring dengan itu, kepala desa memberikan amanah kepada saya untuk mewakili lomba fasilitator tentang Bina Keluarga Remaja (BKR). Saya mendapatkan juara I, dengan materi kesehatan reproduksi di level kecamatan, kemudian meningkat mewakili kecamatan untuk perlombaan di level kabupaten (Juara I Bina Keluarga Lansia) dan akhirnya mewakili pembinaan di tingkat provinsi pada 2015.
Awalnya saya tidak pernah menduga memiliki keberanian dan kemampun berbicara di depan umum. Pada 2015, saya ditunjuk oleh pemerintah desa untuk membina Kader Tri Bina untuk Bina Keluarga Balita (BKB), Bina keluarga Remaja (BKR), dan Bina Keluarga Lansia (BKL). Kemampun saya menjadi meningkat. Hal tersebut terbukti saat saya memenangkan juara III lomba pidato tingkat kecamatan Susukan tentang kampanye jamban sehat “Plung Dadi Plong” pada tahun 2015. Saya memiliki kemampuan membuat media kampanye bahkan mendapatkan juara I lomba membuat poster dan komik tentang anti kekerasan terhadap anak. Lomba tersebut diadakan oleh Mitra Wacana WRC juga pada tahun 2015.
Keteguhan saya membawa hasil, walaupun sebagai seorang perempuan desa yang tidak sekolah tinggi sekedar lulus SLTA dari paket kejar C. Saya selalu memegang motto hidup “Saya ingin hidup saya bisa bermanfaat bagi orang lain, tapi juga jangan sampai saya dimanfaatkan oleh orang lain”. Alhamdulilah, sekarang saya sudah memiliki keberanian untuk berdiskusi tentang perencanaan pembangunan di desa terkait pembinaan perempuan dan anak di pertemuan-peremuan desa. Hal tersebut merupakan bentuk partisipasi saya sebagai perempuan dalam pembangunan.
Opini
Peran Sastra Populer dalam Meningkatkan Literasi di Kalangan Remaja
Published
7 days agoon
7 November 2025By
Mitra Wacana

Penulis : Fatin Fashahah, Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas
Sastra populer sering dipandang rendah, dianggap hanya untuk hiburan, dangkal, atau terlalu komersial. Sikap seperti ini muncul dari pendapat bahwa karya populer tak setara dengan karya-karya yang biasanya dipelajari di bangku perkuliahan. Padahal, bagi banyak remaja, sastra populer justru menjadi pintu pertama untuk mulai suka membaca. Mengabaikan atau mengecilkan peran sastra populer berarti menutup kesempatan bagi generasi muda untuk jatuh cinta pada dunia tulisan.
UNESCO menyebut Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Fakta ini menunjukkan bahwa masih rendahnya minat membaca rekreasi di banyak kelompok usia.
Namun, ketika pembaca terutama remaja diberi kebebasan memilih bacaan yang sesuai selera dan pengalaman mereka, minat membaca bisa saja meningkat. Dengan kata lain, relevansi isi buku terhadap kehidupan pembaca muda sangat menentukan apakah mereka akan terus membaca atau tidak. Sastra populer seperti buku young adult, novel roman remaja, dan cerita fantasi ringan sering kali menawarkan tema dan tokoh yang mudah dipahami remaja karena ceritanya seringkali dihubungkan dengan kehidupan remaja, sehingga mereka lebih tertarik untuk membaca.
Selain itu, sastra populer lebih mudah diakses lewat platform digital, cerita-cerita di aplikasi dan situs bacaan daring seperti Ipusnas, google play book, wattpad, karyakarsa dll. membuat remaja menemukan teks yang mereka suka kapan saja dengan mudah. Bentuk online juga mendorong interaksi pembaca bisa memberi komentar, berdiskusi, atau bahkan menulis kembali cerita mereka sendiri. Pengalaman berinteraksi seperti ini memberi dorongan kuat untuk terus membaca dan menulis. Beberapa karya yang awalnya populer di dunia maya kemudian diterbitkan secara cetak atau diadaptasi menjadi film dan serial menunjukkan bahwa bacaan populer punya peran penting dalam membangun ekosistem budaya yang lebih luas.
Penolakan terhadap sastra populer sering kali datang dari dua alasan utama. Pertama, alasan estetika, anggapan bahwa karya populer kurang bermutu secara sastra. Kedua, alasan moral atau konten bahwa beberapa cerita mengandung nilai yang dipertanyakan. Kritik seperti ini tidak salah jika tujuannya untuk memperbaiki kualitas karya. Namun, cara menanggapinya yang kurang tepat bisa membuat minat membaca remaja menjadi surut, seharusnya kita bukan melarang atau merendahkan bacaan tersebut. Akan lebih baik jika pembaca pemula diajarkan bagaimana cara membaca yang kritis. Dengan membimbing remaja membaca secara kritis, kita membantu mereka mengenali kekuatan dan kelemahan sebuah teks, sehingga pengalaman membaca menjadi lebih bermakna.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat membaca remaja diantaranya. Pertama, perpustakaan sekolah dan umum perlu menata koleksi yang seimbang baik karya klasik dan akademik berdampingan dengan bacaan populer. Pendekatan ini mengakui bahwa pembaca punya selera berbeda, dan memberi ruang bagi remaja yang sedang mencari gaya baca dan minat mereka. Kedua, guru dan pustakawan harus dilatih untuk memfasilitasi diskusi yang mengaitkan tema populer dengan konsep sastra dasar. Misalnya, dari sebuah novel populer, kita bisa mengajak pembaca membahas tokoh, alur, sudut pandang, atau pesan yang tersirat yanga terdapat di dalam novel tersebut. Langkah sederhana ini bisa mengubah bacaan ringan menjadi bahan belajar yang efektif.
Ketiga, adanya kegiatan klub baca dan lomba menulis berbasis minat yang bisa menghubungkan pembaca muda dengan mentor dan teman sebaya. Suasana komunitas yang saling mendukung membuat kegiatan membaca terasa lebih menyenangkan. Selain itu, adanya lomba menulis membuat remaja merasa diberi ruang kreatif untuk mengekspresikan dirinya. Keempat, harus ada kerja sama antara sekolah dengan platform digital. Hal ini penting untuk menyediakan akses yang aman dan terkurasi. Akses digital tanpa bimbingan bisa berisiko negatif dengan memperkenalkan konten yang kurang sesuai untuk pembaca dibawah umur. Oleh karena itu, peran pendidik dan orang tua tetap penting dalam menumbuhkan minat membaca terutama pembaca anak-anak dan remaja.
Secara budaya, sikap berhati-hati atau keraguan terhadap sastra populer sering kali membuat masyarakat melewatkan cerita-cerita yang sebenarnya dekat dengan kehidupan banyak orang, khususnya para remaja dari berbagai latar belakang. Karya populer dapat menjadi ruang untuk bereksperimen dengan bahasa, identitas, dan pengalaman sehari-hari. Ketika karya semacam ini dibahas di sekolah atau komunitas, karya tersebut berpotensi memperkaya imajinasi serta cara pandang masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Dengan demikian, sastra populer tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari wacana budaya yang turut membentuk cara berpikir dan berinteraksi dalam kehidupan sosial.
Kesimpulannya, alih-alih memandang sastra populer secara sebelah mata, akan lebih bermanfaat jika masyarakat mencoba melihat potensinya dalam meningkatkan minat baca dan memperkuat budaya literasi. Pendekatan yang inklusif dapat dimanfaatkan untuk menjadikan daya tarik sastra populer sebagai pintu masuk bagi pembaca pemula. Tentu saja, hal ini tetap perlu disertai dengan bimbingan dan adanya pengenalan terhadap keterampilan membaca kritis serta jenis bacaan yang lebih beragam. Dengan begitu, kebiasaan membaca tidak hanya meningkat, tetapi juga dapat mendorong perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa generasi muda.











