web analytics
Connect with us

Arsip

Islam dan Perdagangan Manusia

Published

on

Mitra Wacana WRC bekerjasama dengan radio Sonora FM Yogyakarta menyelenggarakan talkshow interaktif dengan tema Islam dan Perdangan Manusia pada Senin, 14 Juli 2014 dengan narasumber Rindang Farihah dari Fatayat dan Diana kamilah dari Mitra Wacana.

Pada masa lalu, perbudakan di seluruh belahan dunia sudah menjadi budaya dan dianggap biasa. Perbudakan berulangkali disebut dalam Alquran,  kata yang dipakai adalah Faqqu Roqobah (bebaskan hamba sahaya) yang arti sebenarnya adalah membebaskan leher. Di jazirah Arab, pada masa Jahiliyah (masa kebodohan) masa dengan situasi tidak ada aturan untuk kejahatan, dimana banyak terjadi peperangan antar suku. Budak tidak dianggap sebagai manusia. Budak diperjual belikan dan diekspolitasi baik, pengetahuannya, tenaga, bahkan seksualitasnya. Orang yang dijadikan budak adalah tawanan perang, korban penculikan,  budak juga boleh diwariskan. Perempuan yang menjadi budak, boleh digauli tanpa dinikahi. Anak yang lahir dari budak perempuan akan menjadi budak pula.

Kini perbudakan telah hilang seiring dengan deklarasi Hak Azasi Manusia, perdagangan orang menjadi tindakan kejahatan. Namun, kita dapati maraknya eksploitasi manusia untuk dijual atau biasa disebut dengan Human Trafficking, terutama pada perempuan untuk perzinahan atau dipekerjakan tanpa upah dan lainnya, ada juga pada bayi yang baru dilahirkan untuk tujuan adopsi yang tentunya ini semua tidak sesuai dengan syari’ah dan norma-norma yang berlaku (‘urf), kemudian bila kita tinjau ulang ternyata manusia-manusia tersebut bersetatus Hur (merdeka).

Perempuan dalam Islam juga diatur tersendiri secara fiqh. Fiqh tentang perempuan masih banyak ditafsirkan sebagai manusia kelas dua, misalnya tidak boleh keluar/bepergian tanpa didampingi muhrim (orang yang halal mendampingi perempuan karena kawatir terjadi fitnah). Padahal di masa kini banyak perempuan yang bekerja sampai ke luar negeri. Selain banyaknya masalah stigma dan diskriminasi terhadap perempuan dalam “tafsir” yang kaku. Maka hal ini menjadi hal yang perlu untuk didiskusikan. (imz)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Arsip

Menguatkan Ruang Kerja Bersama untuk Pemerintahan Terbuka, Mitra Wacana Berpartisipasi dalam Forum OGP Lokal DIY

Published

on

Yogyakarta, 3 Desember 2025. Mitra Wacana hadir dalam Forum Open Government Partnership (OGP) Local yang digelar oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DIY di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan Danurejan. Pertemuan ini berlangsung sejak pagi dan mempertemukan beragam lembaga yang selama ini terlibat dalam pelayanan publik, kebencanaan, kemanusiaan, pendidikan, serta kerja-kerja pemberdayaan masyarakat.

Lebih dari tiga puluh lembaga hadir, termasuk unsur pemerintah daerah, akademisi, lembaga humaniter, organisasi kebencanaan, filantropi, dan NGO. Bagi Mitra Wacana, kehadiran dalam forum ini menjadi kesempatan untuk menyampaikan pengalaman lapangan terkait kebutuhan warga, khususnya kelompok rentan yang sering kesulitan mengakses informasi dan layanan.


Acara dibuka oleh Asisten Sekda Bidang Administrasi Umum Setda DIY yang menggarisbawahi perlunya membangun ruang pertemuan yang memberi tempat bagi warga. Setelah itu, beberapa lembaga berbagi pengalaman. Dalam kesempatan tersebut, Perkumpulan Ide dan Analitika Indonesia (IDEA) memaparkan pendekatan penanggulangan kemiskinan yang mengajak berbagai pihak bergerak bersama.
Sedangkan dari Forum Pengurangan Risiko Bencana DIY membagikan pembelajaran dari pendampingan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana.

Paparan tersebut memperlihatkan bahwa pendekatan pemerintahan terbuka akan lebih dinamis ketika pengalaman masyarakat menjadi bagian dari prosesnya. Mitra Wacana hadir membawa perspektif dari kerja pendampingan perempuan, anak, penyintas kekerasan, serta warga rentan. Dalam pertemuan tersebut, perwakilan Mitra Wacana menyampaikan beberapa hal yang perlu diperkuat dalam proses OGP DIY.

Pertama, ruang dialog yang memungkinkan warga berbagi pengalaman tanpa merasa dibatasi. Kedua, penyediaan data yang mudah diakses masyarakat. Ketiga, penyusunan kebijakan yang sejak awal mempertimbangkan kebutuhan kelompok yang sering luput dari pembahasan. Keempat, pentingnya menjaga keberlangsungan ruang keterlibatan warga, bukan hanya dalam bentuk pertemuan per tahun, tetapi melalui mekanisme yang jelas.
Masukan tersebut diterima sebagai bagian dari rangkaian ide yang kelak dipertimbangkan dalam penyusunan agenda tindak lanjut OGP Local DIY.

Pertemuan ini diikuti antara lain oleh Bappeda DIY, BPBD DIY, Dinas Sosial DIY, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY, Forum PRB DIY, IDEA, YEU, SIGAB Indonesia, Human Initiative, Baznas DIY, Lazismu DIY, NU Care Lazisnu, MDMC PWM DIY, Kwarda Pramuka DIY, Konsorsium Pendidikan Bencana DIY, Mitra Wacana, IRE, YASANTI.


Melalui keikutsertaan dalam forum ini, Mitra Wacana memperkuat komitmen untuk terlibat dalam penyusunan agenda pemerintahan terbuka di tingkat daerah. Mitra Wacana akan terus mengembangkan kerja sama lintas lembaga dan memastikan nilai-nilai keadilan, keberpihakan pada kelompok rentan, serta pelibatan warga tetap menjadi dasar dalam proses penyusunan kebijakan publik. (Tnt).

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending