Opini
Kurangi Plastik Untuk Menjaga Lingkungan
Published
7 years agoon
By
Mitra Wacana
Oleh : Rizka Adhe Yuanita
Pada hari Jumat (8/2/2019), Mitra Wacana mengadakan Seri Diskusi Tematik yang ketiga di kantor Mitra Wacana. Diskusi ini berlangsung dari pukul 14.00 – 15.00 WIB. Pemantik diskusi kali ini volunteer dari Murdoch University, yakni Solange dan dimoderatori oleh Bapak Noto, staff Mitra Wacana dari Divisi Pendidikan. Tema atau topik yang diambil dari diskusi ini adalah How can Indonesia reduce the use of plastic bags/bottles?. Diskusi diawali dengan penjelasan dari Solange tentang pentingnya mengurangi penggunaan bahan baku plastik untuk menjaga lingkungan kita. Plastik sendiri merupakan bahan baku yang sangat sulit untuk didaur ulang. Bahan baku plastik dan barang dari plastik baru membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk bisa diurai oleh tanah. Apabila dibakar, plastik akan mengahasilkan zat kimia yang beracun dan menimbulkan berbagai penyakit seperti menyumbat saluran pernafasan, kanker paru-paru, mengganggu kesuburan dan sebagainya.
Solange mengatakan bahwa penggunaan bahan baku plastik menyebabkan efek buruk yang sangat berbahaya bagi seluruh mahkluk hidup di bumi seperti manusia, hewan, dan lingkungan. Bagi manusia bahan baku plastik akan sangat menganggu seperti Bisphenol A (BPA) yang menyebabkan gangguan tubuh seperti infertilitas atau penurunan kesuburan, PVC (Poly Vinyl Chlorida) yang sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh merusak sistem kekebalan tubuh, Polystirena (PS) yang bersifat karsinogenik dan memicu timbulnya kanker. Pada hewan, plastik dapat menyebabkan masalah pencernaan yang menyebabkan kematian, selain itu plastik juga dapat menjadi ranjau bagi hewan.
Beberapa kasus yang pernah terjadi seperti penyu dimana hidungnya terdapat sampah sedotan plastik yang menyebabkan kesulitan bernafas dan akan membuatnya mati secara perlahan. Kemudian bagi lingkungan plastik dapat menyebarkan zat kimia beracun misalnya Bisphenol A, Styrene Trimer serta Polystyrene dapat mencemari air. Selain itu ada juga bahan lainnya seperti jika terurai ke tanah yang merugikan bagi makanan hewan dan sering membuat tersedak kemudian mati. Keuntungan dari mengurangi penggunaan plastik adalah tanah menjadi subur dan kehidupan yang ada di bumi akan lebih baik.
Adapun langkah-langkah yang bisa digunakan untuk mengurangi penggunaan bahan baku plastik, yaitu :
- Kita harus tau terlebih dulu bagaimana dampak penggunaan kantong plastik bagi dunia.
- Biasakan membawa tas belanja sendiri yang tidak terbuat dari plastik untuk mengurangi penggunaan kantong plastik ketika berbelanja.
- Jika sudah memiliki kantong plastik di rumah, bisa digunakan kembali untuk keperluan lain.
- Ikut mensosialisasikan pengurangan penggunaan bahan baku plastik kepada masyarakat melalu media massa atau media sosial.
- Memiliki program pembangunan berkelanjutan melalui pendidikan wajib mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah.
Solange menceritakan salah satu negara di Afrika Selatan tepatnya Rwanda tentang bagaimana masyarakat di negara tersebut menjaga lingkungan mereka. Melalui Platform Umuganda, yaitu sebuah acara rutin berbentuk gotong royong masyarakat Rwanda yang dikenal sebagai hari “Pembersihan Masyarakat”, dimana dia membangun saluran drainase komunal yang dimaksudkan untuk mengatasi kemungkinan masalah banjir dan untuk menjaga kelestarian lingkungan dari penggunaan plastik. Selain itu ada juga melakukan pembakaran plastik sejak tahun 2008, menggunakan kembali botol, dan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Dari usaha-usaha yang dilakukan di Rwanda tersebut bisa juga dilakukan di Indonesia melalui kesadaran dari tiap individu untuk mau menjaga lingkungan.
Adapun langkah kecil yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik, yaitu :
- Gunakan dispenser air untuk mengurangi penggunaan botol plastik,
- Gunakan gelas, bukannya botol air di kantor anda.
Langkah-langkah kecil seperti itu diharapkan bisa mengurangi penggunaan plastik di dunia dan bisa membantu melestarikan lingkungan agar seluruh kehidupan di bumi bisa membaik dan bumi kita bisa hidup lebih lama.
Untuk mengurangi sampah plastik, Indonesia telah mengambil beberapa langkah antara lain. Pertama Menyusun Rancangan Peraturan Menteri (MOEF) KLHK tentang Roadmap (peta jalan) Pengurangan Sampah oleh Produsen. Aturan ini bertujuan untuk menerapkan tanggung jawab produsen dalam mengurangi limbah yang berasal dari produk dan atau kemasan mereka dalam roadmap yang terukur, dapat dipertanggungjawabkan, dan dapat diverifikasi. Ada tiga produsen atau pelaku usaha yang menjadi target utama aturan ini, yaitu pemilik merek, pengecer, dan sektor jasa makanan dan minuman seperti hotel, restoran dan kafe.
Kedua, penyusunan Rancangan Peraturan Menteri tentang Pengurangan Sampah Kantong Plastik juga telah disiapkan yang bertujuan untuk mengubah perilaku penggunaan kantong plastik yang digunakan oleh publik sebagai aturan lebih lanjut dari peta jalan untuk mengurangi limbah oleh ritel.
Ketiga, penerapan sistem 3R Reuse, Reduce, Recycle. Reuse berarti menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya. Reduce berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah. Dan Recycle berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat (Kompasiana, 24 Juni 2015).
Terakhir, menginisiasi dan mendukung pembangunan Bank Sampah. Saat ini, Indonesia memiliki lebih dari 5.000 bank sampah yang melibatkan masyarakat untuk mengurangi sampah dari sumbernya. Di Indonesia Bank sampah mengambil peran penting dalam pengurangan sampah plastik dan juga sebagai titik pengumpulan utama untuk menerapkan tanggung jawab produsen dalam mengurangi sampah hasil produksinya untuk mencapai Circular Economy serta memberikan perkembangan terkini tentang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia (IDN Times, 13 Desember 2018).
Biodata Penulis
Nama panggilan : Rizka Adhe Yuanita
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Email : rizkaadheyuanita@gmail.com
Pengalaman Organisasi
- Wakil Bendahara Himpunan Mahasiswa Sosiologi 2017
- Bendahara Umum Himpunan Mahasiswa Sosiologi 2018
- Bendahara Retrociology 2016
- Sie Keamanan Gelar Budaya 2017
- Sie Keuangan Spectrum 2017
- Steering Commite (SC) PKKMB FISIP UNS 2018
You may like
Opini
Nasib Manuskrip Pasca Banjir: Upaya Penyelamatan dan Restorasi Budaya
Published
1 week agoon
8 December 2025By
Mitra Wacana

Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas2
Ungkapan “Sakali aia gadang, sakali tapian barubah.” bukan hanya sekedar pepatah Minangkabau, melainkan juga memori ekologis masyarakat terhadap alam. Banjir bukan hanya sekedar peristiwa alam, melainkan bagian dari sejarah yang terus berulang dan meninggalkan bekas pada masyarakat. Namun, perubahan yang ditinggalkannya bukan hanya pada bentang alam dan kehidupan sosial, tetapi juga pada jejak intelektual masa lalu masyarakat, salah satunya terekam dalam manuskrip.
Manuskrip merupakan tulisan yang ditulis menggunakan tangan pada lembaran-lembaran kertas, yang didalamnya berisi pemikiran orang-orang pada masa lampau. Sejalan dengan Baried (1985:54) manuskrip adalah medium teks berbentuk konkret dan nyata. Di dalam Manuskrip ditemukan tulisan-tulisan yang merupakan sebuah simbol bahasa untuk menyampaikan sesuatu hal tertentu. Manuskrip dapat dikatakan sebagai salah satu warisan nenek moyang pada masa lampau, berbentuk tulisan tangan yang mengandung berbagai pemikiran dan perasaan tercatat sebagai perwujudan budaya masa lampau. Sehingga akan sayang sekali jika pemikiran nenek moyang kita hilang akibat penanganan yang kurang tepat.
Manuskrip-manuskrip yang tersimpan di surau, rumah gadang, perpustakaan nagari, maupun kediaman para ninik mamak sering kali menjadi korban dari bencana alam, salah satunya banjir. Karena setelah banjir tersebut mulai surut, nasib manuskrip itu dipertaruhkan. Ketika banjir menyapu perkampungan, kertas-kertas manuskrip itu basah oleh air, menyebabkan tulisan pada teks-nya bisa saja pudar. Pada titik inilah penanganan awal menjadi penentu apakah sebuah naskah masih mungkin diselamatkan atau justru rusak.
Sayangnya, banyak masyarakat yang tidak mengetahui cara penanganan darurat manuskrip basah. Di beberapa tempat, manuskrip yang terendam justru dijemur langsung di bawah terik matahari yang bisa menyebabkan lembarannya menempel. Ada pula yang mengeringkannya di dekat api untuk mempercepat proses pengeringan, padahal suhu panas justru membuat tinta luntur dan kertas mengerut. Bahkan dalam situasi panik, sebagian manuskrip dibersihkan dengan kain kasar atau disikat karena dianggap kotor, yang pada akhirnya merobek halaman-halaman yang sebenarnya masih mungkin diselamatkan. Kecerobohan kecil seperti itu sering kali menjadi perbedaan antara manuskrip yang dapat bertahan dan punah.
Untuk itu, perlunya peran dan dukungan pemerintah dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya penanganan dan perawatan manuskrip yang benar, karena manuskrip seringkali berada di tengah-tengah masyarakat. Sehingga, detik-detik pertama setelah air surut sepenuhnya bergantung pada pengetahuan masyarakat setempat. Pemerintah dapat melibatkan masyarakat baik individu maupun lembaga dalam merawat dan melestarikan manuskrip.
Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan edukasi tentang perawatan manuskrip yang baik dan benar sehingga manuskrip yang ada seringkali rusak sebelum sempat di digitalisasi. Padahal langkah-langkah sederhana seperti memisahkan halaman yang menempel, mengeringkan naskah di tempat teduh dan berangin, atau menyerap air dengan tisu tanpa tekanan berlebihan, bisa menjadi penyelamat sebelum tim konservator datang. Edukasi inilah yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah daerah, perpustakaan, dan lembaga kebudayaan.
Bencana banjir sudah berulang kali terjadi, bahkan dari dahulu kala. Hal tersebut seharusnya menjadi pengingat bahwa pengetahuan mengenai perawatan naskah manuskrip sangat penting, tidak hanya bagi satu pihak saja tetapi diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Kerja sama antara pemerintah, akademisi, komunitas budaya, dan masyarakat adalah kunci dalam menjaga keberlangsungan manuskrip. Pemerintah dapat mengambil peran sebagai penyedia edukasi, tentang bagaimana penanganan darurat terhadap manuskrip, serta menyediakan peralatan yang menunjang penyelamatan manuskrip. Sementara masyarakat, sebagai pihak terdekat dengan naskah, menjadi penentu apakah pengetahuan teoretis itu dapat dijalankan dengan benar di lapangan.
Jika manuskrip adalah kunci yang menyimpan ingatan suatu peradaban, maka penyelamatannya adalah urusan berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga, masyarakat adat, dll. Banjir boleh mengubah bentuk geografis daerah, tetapi bukan berarti ia bisa menghapus jejak pemikiran para leluhur yang sudah diwariskan begitu lama. Karena pada akhirnya, yang membuat suatu masyarakat bertahan bukan hanya rumah dan infrastruktur yang diperbaiki, ataupun peradaban yang dibangun ulang, tetapi juga tentang cerita, gagasan, ilmu dan identitas yang mereka wariskan melalui lembaran-lembaran kertas tua.

Mitra Wacana Hadiri Rapat Koordinasi Organisasi Kemasyarakatan Kabupaten Bantul

Mitra Wacana Ikuti Orasi Budaya Hari HAM FISB UII









