Opini
Media Online dan Perubahan Sosial
Published
12 years agoon
By
Mitra Wacana

Arif Sugeng Widodo
Oleh Arif Sugeng Widodo
Di masa era serba teknologi ini segala informasi beredar begitu cepat. Informasi bisa kita peroleh dalam hitungan detik. Kejadian yang terjadi sekian ribu mil jauhnya pun bisa segera kita ketahui dengan bantuan teknologi informasi. Perkembangan yang pesat setelah tahun 2000-an merupakan bentuk revolusi tidak saja dari sudut pandang teknologi itu sendiri tapi juga secara sosial.
Teknologi informasi telah membawa perubahan dalam banyak hal tidak saja perkembangan teknologi informasi itu sendiri tapi juga dampak ikutan dari teknologi tersebut. Macam-macam media informasi tersedia saat ini untuk memberikan berbagai macam informasi kepada manusia.Media sosial yang menjamur dan berkembang akhir-akhir ini merupakan bentuk perkembangan teknologi informasi yang cukup pesat. Adanya facebook dan twitter sebagai media sosial yang paling banyak pemakainya merupakan bentuk betapa media sosial dibutuhkan.
Belum lagi saat ini juga berkembang media chatting berbasis media seluler seperti Whatsapp, BBM, Line dll. Perkembangan media sosial berbasis teknologi informasi merupakan bentuk revolusioner manusia membangun interaksi dengan model dan pendekatan baru. Media sosial saat ini menjadi bagian dari kebutuhan utama manusia. Media sosial dalam membangun interaksi cukup mudah, cakupan interaksinyapun bisa sangat luas sehingga mempermudah manusia dalam menggunakannya.
Media sosial bisa digolongkan sebagai ruang publik yang digunakan manusia untuk melakukan berbagai interaksi komunikatif. Ruang publik ini bisa dikatakan ruang yang demokratis dalam membangun interaksi dan juga bisa menyaring berbagai macam pandangan baik yang berlawanan maupun mendukung. Konsep ruang publik sebagai media komunikatif yang demokratis telah diungkapkan oleh Jurgen Habermas seorang filsuf jerman pengikut mazhab frankfrut yang lebih dikenal sebagi mazhab teori kritis. Di dalam ruang publik ini masyarakat bisa mengungkapkan opini, gagasan, bahkan kritik terhadap suatu hal dengan bebas. Pendekatan tersebut saat ini benar-benar bisa terlihat pada penggunaan media sosial di internet. Media sosial menjadi ruang publik yang popular yang dipakai masyarakat dalam melakukan berbagai aktivitas komunikasi. Komunikasi yang terbangun di media sosial bisa sangat beragam bentuk, maksud, dan tujuannya.
Media sosial bisa saja dipakai untuk kepentingan silaturahim, kangen-kangenan biasa, bisa jadi arena diskusi menarik, bisa juga jadi arena perdebatan yang berakhir permusuhan, media sosial juga bisa dipakai sebagai aksi perlawanan, protes, kritik maupun menjadi gerakan revolusi. Media sosial bisa menggantikan media-media tradisonal yang dahulu kala dipakai sebagai wadah ruang interaksi. Jaman dulu orang perlu surat yang dikirim ke teman organisasi untuk mengajak rapat yang sampainya surat bisa sampai dalam hitung hari bahkan minggu. Dulu orang harus memakai telegram untuk memberikan pesan pada sanak saudara maupun kolega untuk hal-hal yang sangat penting dan mendesak. Saat ini segala kesulitan teknis berkaitan interaksi manusia bisa diminimalisir, bahkan untuk rapatpun saat ini bisa hanya memakai grup dalam facebook maupun whatsapp atau memakai skype. Ruang publik saat ini hadir dalam ruang-ruang yang lebih personal, mudah diakses dan tidak mahal.
Pemanfaatan media sosialpun bisa dilakukan untuk berbagai hal dari yang positif sampai negatif. Pemanfaatan media sosial yang cakupannya cukup luas ini tentu memiliki dampak baik positif maupun negatif. Banyak kejahatan saat ini juga memanfaatkan media sosial tapi banyak juga perubahan-perubahan sosial menuju sesuatu yang baik juga memakai media sosial. Sebagai sebuah alat, dampak penggunaan media sosial tergantung orang yang memakainya, apakah untuk berbuat kejahatan maupun kebaikan. Istilah cyber crime saat ini tentu tidak asing di telinga kita, banyak kejahatan berdasar pemanfaatan teknologi informasi salah satunya melalui media sosial. Tapi perlu digaris bawahi juga media sosial memberikan manfaat yang banyak bagi manusia.
Gerakan-gerakan sosial saat ini cukup marak memakai jasa media sosial. Revolusi mesir disebut-sebut sebagi revolusi facebook karena adanya pemanfaatan media sosial tersebut. Kasus prita misalnya mendapatkan dukungan yang besar juga dari media sosial facebook sampai-sampai ada gerakan koin untuk prita yang diinisiasi di facebook. Contoh lain terkait adanya kritik pengguna media sosial terhadap pemerintah mengenai lambatnya respon pemerintah menangani kasus TKI di Malaysia atau Arab Saudi, memberikan terapi kejut kepada pemerintah bahwa media sosial mempunyai kekuatan sebagai wadah rakyat memberikan pengawasan. Respon yang cepat dari media sosial merupakan aksi masa yang tidak bisa dianggap remeh. Gerakan dunia maya saat ini menjadi salah satu pilihan untuk mewujudkan perubahan sosial di masyarakat dan negara.
Kasus buruknya pelayanan kesehatan,pendidikan, hukum, TKI dll memerlukan kontrol alternatif dari masyarakat agar ada perubahan dan perbaikan. Media sosial telah berhasil menjadi ruang publik yang demokratis sebagai wahana masyarakat memberikan dorongan dan masukan-masukan alternatif kepada pemerintah. Dalam beberapa kasus pemanfaatan web untuk penggalangan dukungan berupa petisi sudah dilakukan beberapa kali, salah satunya web change.org. Petisi yang dikumpulkan ini merupakan semacam surat terbuka yang didukung oleh berbagai orang dari berbagai macam latarbelakang. Petisi ini akan memberikan gambaran pada pemerintah bahwa masyarakat berhak memberikan suara serta idenya secara langsung dan tentunya pemerintah wajib mendengarakan keluhan rakyatnya.
Ruang publik yang dibangun lewat media sosial merupakan kemajuan teknologi yang patut disukuri, tidak saja ruang ini akan mempermudah interaksi sosial masyarakat tapi juga mendorong berbagai macam perubahan sosial lewat partisipasi aktif warganya. Memang ada sejumlah kritik bahwa penggunaan tekhnologi informasi yang berlebihan bisa mengurangi kualitas interaksi fisik antar manusia. Tentu hal itu juga penting untuk diperhatikan, pemanfaatan teknologi informasi khususnya media sosial secara proporsional sesuai kebutuhan penting untuk dilakukan agar tidak mengurangi kualitas relasi antar manusia. Sehingga manusia tidak terjebak sebagai objek teknologi tapi tetap memposisikan sebagai subjek yang punya otoritas mengendalikan teknologi.
You may like
Opini
Peran Sastra Populer dalam Meningkatkan Literasi di Kalangan Remaja
Published
7 days agoon
7 November 2025By
Mitra Wacana

Penulis : Fatin Fashahah, Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas
Sastra populer sering dipandang rendah, dianggap hanya untuk hiburan, dangkal, atau terlalu komersial. Sikap seperti ini muncul dari pendapat bahwa karya populer tak setara dengan karya-karya yang biasanya dipelajari di bangku perkuliahan. Padahal, bagi banyak remaja, sastra populer justru menjadi pintu pertama untuk mulai suka membaca. Mengabaikan atau mengecilkan peran sastra populer berarti menutup kesempatan bagi generasi muda untuk jatuh cinta pada dunia tulisan.
UNESCO menyebut Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Fakta ini menunjukkan bahwa masih rendahnya minat membaca rekreasi di banyak kelompok usia.
Namun, ketika pembaca terutama remaja diberi kebebasan memilih bacaan yang sesuai selera dan pengalaman mereka, minat membaca bisa saja meningkat. Dengan kata lain, relevansi isi buku terhadap kehidupan pembaca muda sangat menentukan apakah mereka akan terus membaca atau tidak. Sastra populer seperti buku young adult, novel roman remaja, dan cerita fantasi ringan sering kali menawarkan tema dan tokoh yang mudah dipahami remaja karena ceritanya seringkali dihubungkan dengan kehidupan remaja, sehingga mereka lebih tertarik untuk membaca.
Selain itu, sastra populer lebih mudah diakses lewat platform digital, cerita-cerita di aplikasi dan situs bacaan daring seperti Ipusnas, google play book, wattpad, karyakarsa dll. membuat remaja menemukan teks yang mereka suka kapan saja dengan mudah. Bentuk online juga mendorong interaksi pembaca bisa memberi komentar, berdiskusi, atau bahkan menulis kembali cerita mereka sendiri. Pengalaman berinteraksi seperti ini memberi dorongan kuat untuk terus membaca dan menulis. Beberapa karya yang awalnya populer di dunia maya kemudian diterbitkan secara cetak atau diadaptasi menjadi film dan serial menunjukkan bahwa bacaan populer punya peran penting dalam membangun ekosistem budaya yang lebih luas.
Penolakan terhadap sastra populer sering kali datang dari dua alasan utama. Pertama, alasan estetika, anggapan bahwa karya populer kurang bermutu secara sastra. Kedua, alasan moral atau konten bahwa beberapa cerita mengandung nilai yang dipertanyakan. Kritik seperti ini tidak salah jika tujuannya untuk memperbaiki kualitas karya. Namun, cara menanggapinya yang kurang tepat bisa membuat minat membaca remaja menjadi surut, seharusnya kita bukan melarang atau merendahkan bacaan tersebut. Akan lebih baik jika pembaca pemula diajarkan bagaimana cara membaca yang kritis. Dengan membimbing remaja membaca secara kritis, kita membantu mereka mengenali kekuatan dan kelemahan sebuah teks, sehingga pengalaman membaca menjadi lebih bermakna.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat membaca remaja diantaranya. Pertama, perpustakaan sekolah dan umum perlu menata koleksi yang seimbang baik karya klasik dan akademik berdampingan dengan bacaan populer. Pendekatan ini mengakui bahwa pembaca punya selera berbeda, dan memberi ruang bagi remaja yang sedang mencari gaya baca dan minat mereka. Kedua, guru dan pustakawan harus dilatih untuk memfasilitasi diskusi yang mengaitkan tema populer dengan konsep sastra dasar. Misalnya, dari sebuah novel populer, kita bisa mengajak pembaca membahas tokoh, alur, sudut pandang, atau pesan yang tersirat yanga terdapat di dalam novel tersebut. Langkah sederhana ini bisa mengubah bacaan ringan menjadi bahan belajar yang efektif.
Ketiga, adanya kegiatan klub baca dan lomba menulis berbasis minat yang bisa menghubungkan pembaca muda dengan mentor dan teman sebaya. Suasana komunitas yang saling mendukung membuat kegiatan membaca terasa lebih menyenangkan. Selain itu, adanya lomba menulis membuat remaja merasa diberi ruang kreatif untuk mengekspresikan dirinya. Keempat, harus ada kerja sama antara sekolah dengan platform digital. Hal ini penting untuk menyediakan akses yang aman dan terkurasi. Akses digital tanpa bimbingan bisa berisiko negatif dengan memperkenalkan konten yang kurang sesuai untuk pembaca dibawah umur. Oleh karena itu, peran pendidik dan orang tua tetap penting dalam menumbuhkan minat membaca terutama pembaca anak-anak dan remaja.
Secara budaya, sikap berhati-hati atau keraguan terhadap sastra populer sering kali membuat masyarakat melewatkan cerita-cerita yang sebenarnya dekat dengan kehidupan banyak orang, khususnya para remaja dari berbagai latar belakang. Karya populer dapat menjadi ruang untuk bereksperimen dengan bahasa, identitas, dan pengalaman sehari-hari. Ketika karya semacam ini dibahas di sekolah atau komunitas, karya tersebut berpotensi memperkaya imajinasi serta cara pandang masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Dengan demikian, sastra populer tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari wacana budaya yang turut membentuk cara berpikir dan berinteraksi dalam kehidupan sosial.
Kesimpulannya, alih-alih memandang sastra populer secara sebelah mata, akan lebih bermanfaat jika masyarakat mencoba melihat potensinya dalam meningkatkan minat baca dan memperkuat budaya literasi. Pendekatan yang inklusif dapat dimanfaatkan untuk menjadikan daya tarik sastra populer sebagai pintu masuk bagi pembaca pemula. Tentu saja, hal ini tetap perlu disertai dengan bimbingan dan adanya pengenalan terhadap keterampilan membaca kritis serta jenis bacaan yang lebih beragam. Dengan begitu, kebiasaan membaca tidak hanya meningkat, tetapi juga dapat mendorong perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa generasi muda.







