
Ganis Haryanti Putri
Oleh Ganis Haryanti Putri.
Rabu, (06/02/2019) telahberlangsung diskusi tematik di Kantor Mitra Wacana yang mengusung topik mengenai Teori Sosiologi Klasik. Materi ini dibawakan oleh tiga mahasiswa magang Prodi Sosiologi dari Universitas Sebelas Maret Surakarta yaitu Nofiska, Rizka, dan Ganis. Diskusi berlangsung selama kurang lebih dua jam, dimulai pukul 14.30yang diikuti oleh beberapa staff dari Mitra Wacana dan tiga mahasiswa pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Diskusi dibuka dengan pemaparan dari Rizka yang menyampaikan gagasan pemikiran Auguste Comte. Auguste Comte merupakan orang yang pertama kali memberikan istilah pada studi tentang kemasyarakatan dengan member istilah tersebut sosiologi.
Salah satu gagasan pemikiran Comte adalah mengenai Hukum Tiga Tahap Evolusi Masyarakat (The Law of Three Stages). Hukum tiga tahap ini merupakan hukum tentang bagaimana perkembangan tingkat intelegensi manusia, yang meliputi: pertama, Tahap Teologis (tahap dimana manusia berpikir bahwa segala kejadian atau fenomena yang terjadi, selalu dihubung-hubungkan dengan hal ghaib). Kedua, tahap Metafisik (tahap ini bias dibilang tahap peralihan dari tahap teologis, dimana gejala-gejala social mulai dijelaskan dengan logika, namun belum diverifikasi). Ketiga, Tahap Positivisme (gejala-gejala atau peristiwa mulai dijelaskan secara empiris dan ada datanya, tetapi tidak mutlak. Karena seiring berjalannya waktu dunia akan mengalami perkembangan).
Tokoh kedua yang dijelaskan Rizka adalah Ibnu Khaldun. Dalam pemaparannya, Rizka menjelaskan mengenai konsep kekuasaan menurut Ibnu Khaldun, bahwa kekuasaan harus ada dalam masyarakat, untuk menjaga eksistensinya dan mengatur system interaksi muamalah (hubungan) antar mereka. Dalam konsepnya, kekuasaan harus didasari oleh ‘ashabiyah (solidaritas), di mana sekelompok masyarakat yang mempunyai kesepakatan untuk mendirikan kekuasaan mempunyai komitmen yang sama. ‘Ashabiyahini bukan hanya karena pertalian darah, tetapi bias dengan perjanjian, kesamaan nasib dan latar belakang.
Pemateri kedua yaitu Nofiska, menjelaskan mengenai gagasan pemikiran Emile Durkheim. Durkheim mengklasifikasikan bentuk-bentuk solidaritas kedalam dua tipe, yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik adalah rasa solidaritas yang didasarkan pada suatu kesadaran kolektif yang menunjuk kepada totalitas kepercayaan yang rata- rata ada pada masyarakat yang sama, yaitu mempunyai pekerjaan yang sama, pengalaman yang sama sehingga banyak pula norma-norma yang dianutbersama. Sedangkan, solidaritas organic adalah solidaritas karena adanya pembagian kerja yang ada pada masyarakat sederhana semakin bertambah. Masyarakat organic dalam pandangan Durkheim di persatukan oleh berbagai kebutuhan yang bisa dipenuhi melalui spesialisasi pembagian kerjadi masyarakat. Selain bentuk-bentuk solidaritas, Durkheim juga memiliki gagasan mengenai teori evolusi sosial yang meliputi lima tahap, yaitu:
- Homogenitas, terlihat dari anggotanya yang pada dasarnya memiliki kepercayaan bersama, pandangan, nilai, dan semuanya memiliki hidup yang sama. Terjadi karena pembagian kerja masih minim.
- Pertambahan penduduk. Pada tahap ini, perjuangan untuk hidup semakin bertambah, akibatnya individu secara bertahap meningkatkan spesialisnya sebagai upaya mencari jalan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
- Spesialisasi, ditandai dengan pembagian kerja yang mulai meluas, kesadaran kolektif pelan-pelan menghilang.
- Pada tahap ini, pengalaman orang menjadi semakin beragam, begitu pula kepercayaan, sikap dan kesadaran social juga beragam.
- Pembagian kerja yang semakin tinggi, menjadikan individu dan kelompok dalam masyarakat merasa menjadi semakin bergantung untuk mencukupi kebutuhan.
Gagasan pemikiran Durkheim yang tak kalah terkenal adalah mengenai teori bunuh diri. Teori bunuh diri Emile Durkheim dapat dilihat dengan jelas apabila kita mencermati hubungan jenis-jenis bunuh diri dengan dua fakta sosial utamanya yakni integrasi dan regulasi. Integrasi yang condong berarti kuat tidaknya keterikatan dengan masyarakat, regulasi condong berarti tingkat paksaan eksternal yang dialami oleh individu. Menurut durkheim dua arus sosial tersebut merupakan variabel yang saling terkait dan angka bunuh diri meningkat ketika salah satu arus menurun dan yang lain meningkat. Jika integrasi meningkat, durkheim memasukkannya menjadi bunuh diri Altruis. Jika integrasi menurun maka terjadi peningkatan pada bunuh diri egoistik, bunuh diri fatalistis berkaitan dengan regulasi yang tinggi sedangkan bunuh diri anomik adalah rendahnya regulasi.
Tokoh berikutnya yang dijelaskan Nofiska adalah Max Weber. Dalam agama Protestan yang dikembangkan oleh Calvin ada ajaran bahwa seorang manusia sudah ditakdirkan sebelumnya sebelum masuk ke surga atau ke neraka. Hal tersebut ditentukan melalui apakah manusia tersebut berhasil atau tidak dalam pekerjaannya di dunia. Adanya kepercayaan ini membuat penganut agama Protestan Calvin bekerja keras untuk meraih sukses. Inilah yang disebut sebagai Etika Protestan oleh Max Weber dalam bukunya Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, yakni cara bekerja yang keras dan bersungguh-sungguh, lepas dari imbalan materialnya. Teori ini merupakan faktor utama munculnya kapitalisme di Eropa. Untuk selanjutnya Etika Protestan menjadi konsep umum yang bisa berkembang di luar agama Protestan itu sendiri. Etika protestan menjadi sebuah nilai tentang kerja keras tanpa pamrih untuk mencapai sukses.
Terakhir, Ganis menjelaskan gagasan pemikiran dari Ferdinand Tonnies mengenai perubahan sosial yang meliputi empat tahap yaitu:
- Tahap Penggandaan. Pada tahap ini tiap individu atau kelompok akan mengalami pertumbuhan atau penambahan anggotanya sehingga membentuk sebuah masyarakat yang besar.
- Tahap Kompleks. Akibat dari pertambahan tersebut maka strukturnya pun akan menjadi rumit dan struktur keorganisasiannya semakin lama akan semakin .
- Tahap Pembagian. Evolusi masyarakat akan memunculkan pembagian tugas dan Pembagian tersebut akan menimbulkan stratifikasi. Dalam masyarakat akan muncul kelas-kelas sosial.
- Tahap Pengintegrasian. Ketika struktur dalam masyarakat sudah kompleks, maka muncullah berbagai masalah yang menimbulkan perpecahan
Selanjutnya, Ganis menjelaskan gagasan pemikiran dari Ferdinand Tonnies mengenai dua tipe masyarakat yaitu paguyuban dan patembayan. Gemeinschaft (paguyuban) merupakan bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat dalam hubungan batin bersifat alamiah dan bersifat kekal. Para anggota dipersatukan dan disemangati dalam perilaku social mereka oleh ikatan persaudaraan, simpati dan perasaan lainnya sehingga mereka terlibat secara psikis dalam suka duka hidup bersama. Sedangkan yang dimaksud dengan Gesellschaft (patembayan) merupakan bentuk kehidupan bersama yang merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok, biasanya untuk jangka waktu yang pendek dan berhubungan dengan penjumlahan atau kumpulan orang yang dibentuk atau secara buatan. Setelah pemaparan materi selesai, diskusi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Biodata Penulis
Nama Lengkap : Ganis Haryanti Putri.
Jenis Kelamin : Perempuan.
Agama : Islam.
Email : ganis217@gmail.com.
Pengalaman Organisasi
- Staff Divisi Diskusi Censor Fisip UNS 2016/2017
- Staff Divisi Diskusi Censor Fisip UNS 2017/2018
- Koordinator Sie Perkap Censorfest 3.0 2017
- Staff Sie Sekretaris Censorfest 4.0 2018
- Staff Sie Sekhumjin Seminar Nasional dan Konferensi Sosiologi Perkotaan 2018.