Opini
Menghargani Kemanusiaan Dengan HAM
Published
9 years agoon
By
Mitra Wacana
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Memperingati hari HAM Internasional pada tanggal 10 Desember 2016, Mitra Wacana WRC bersama Smart 102.1 FM Yogyakarta mengadakan talkshow dengan tema HAM dan Menghargai Kemanusiaan pada Jum’at (9/12/16) jam 10.00-11.00 WIB dengan narasumber Vitrin Haryanti dari Mitra Wacana WRC.
“Pelanggaran HAM terjadi apabila sebuah negara atau pemerintahan yang melakukan suatu tindakan atau perbuatan yang melanggar HAM, jika yang melakukannya adalah masyarakat itu tidak dikatakan sebagai pelanggraan HAM melainkan pidana.” Ungkap Vitrin Haryanti. Faktanya saat ini di Indonesia sendiri masih banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masyarakat.
Vitrin menambahkan bahwa “Pelanggaran HAM di indonesia telah diatur di UU No. 39 tahun 1999 yang mengatakan bahwa: Pelanggaran HAM merupakan segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang maupun sekelompok orang termasuk aparat negara baik disegaja maupun tidak disengaja yang dapat mengurangi, membatasi, menghilangkan atau mencabut hak asasi orang lain yang dilindungi oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak mendapatkan penyelesaian hukum yang benar dan adil sesuai mekanisme hukum yang berlaku”
Sayangnya sampai saat ini HAM di Indonesia masih belum terpenuhi dengan baik, khususnya dibidang ekonomi dan kesehatan. Banyak masyarakat Indonesia yang masih membutuhkan pengobatan dengan layak namun belum ditangani dengan baik oleh pemerintah terutama untuk pengobatan rakyat yang tidak mampu.
Selain kesehatan, hak terpenting yang harus ditingkatkan di Indonesia adalah hak untuk merasa aman, terutama untuk perempuan. Banyaknya kasus kekerasan dan pelecehan yang dialami perempuan adalah salah satu bentuk pelanggaran HAM yang kasusnya sangat tinggi di Indonesia.
“Sebenarnya banyak cara untuk menyelesaikan permasalah mengenai pelanggaran HAM yang terjadi di masyarakat. Selain dengan melaporkan kasus pelanggran HAM ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), salah satu caranya yaitu dari kesadaran diri masing-masing individu. Setiap orang diharapkan membuka mata untuk melihat segala pelanggaran dan ancaman HAM yang terjadi di lingkungan serta menghormati Hak Asasi yang dimiliki setiap manusia.” Tutup Vitrin. (Evi)
You may like

Youth Camp Mitra Wacana 2025 Membangun Komitmen Anak Muda untuk Demokrasi dan HAM

Di Balik Senyum Para Pekerja Migran: Catatan dari Desa Rogojati

Modul Dukungan Psikologis Awal Berperspektif HAM dan Gender dalam Penanganan Penyintas Kekerasan Berbasis gender oleh KomisiNasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Opini
Peran Sastra Populer dalam Meningkatkan Literasi di Kalangan Remaja
Published
6 days agoon
7 November 2025By
Mitra Wacana

Penulis : Fatin Fashahah, Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas
Sastra populer sering dipandang rendah, dianggap hanya untuk hiburan, dangkal, atau terlalu komersial. Sikap seperti ini muncul dari pendapat bahwa karya populer tak setara dengan karya-karya yang biasanya dipelajari di bangku perkuliahan. Padahal, bagi banyak remaja, sastra populer justru menjadi pintu pertama untuk mulai suka membaca. Mengabaikan atau mengecilkan peran sastra populer berarti menutup kesempatan bagi generasi muda untuk jatuh cinta pada dunia tulisan.
UNESCO menyebut Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Fakta ini menunjukkan bahwa masih rendahnya minat membaca rekreasi di banyak kelompok usia.
Namun, ketika pembaca terutama remaja diberi kebebasan memilih bacaan yang sesuai selera dan pengalaman mereka, minat membaca bisa saja meningkat. Dengan kata lain, relevansi isi buku terhadap kehidupan pembaca muda sangat menentukan apakah mereka akan terus membaca atau tidak. Sastra populer seperti buku young adult, novel roman remaja, dan cerita fantasi ringan sering kali menawarkan tema dan tokoh yang mudah dipahami remaja karena ceritanya seringkali dihubungkan dengan kehidupan remaja, sehingga mereka lebih tertarik untuk membaca.
Selain itu, sastra populer lebih mudah diakses lewat platform digital, cerita-cerita di aplikasi dan situs bacaan daring seperti Ipusnas, google play book, wattpad, karyakarsa dll. membuat remaja menemukan teks yang mereka suka kapan saja dengan mudah. Bentuk online juga mendorong interaksi pembaca bisa memberi komentar, berdiskusi, atau bahkan menulis kembali cerita mereka sendiri. Pengalaman berinteraksi seperti ini memberi dorongan kuat untuk terus membaca dan menulis. Beberapa karya yang awalnya populer di dunia maya kemudian diterbitkan secara cetak atau diadaptasi menjadi film dan serial menunjukkan bahwa bacaan populer punya peran penting dalam membangun ekosistem budaya yang lebih luas.
Penolakan terhadap sastra populer sering kali datang dari dua alasan utama. Pertama, alasan estetika, anggapan bahwa karya populer kurang bermutu secara sastra. Kedua, alasan moral atau konten bahwa beberapa cerita mengandung nilai yang dipertanyakan. Kritik seperti ini tidak salah jika tujuannya untuk memperbaiki kualitas karya. Namun, cara menanggapinya yang kurang tepat bisa membuat minat membaca remaja menjadi surut, seharusnya kita bukan melarang atau merendahkan bacaan tersebut. Akan lebih baik jika pembaca pemula diajarkan bagaimana cara membaca yang kritis. Dengan membimbing remaja membaca secara kritis, kita membantu mereka mengenali kekuatan dan kelemahan sebuah teks, sehingga pengalaman membaca menjadi lebih bermakna.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat membaca remaja diantaranya. Pertama, perpustakaan sekolah dan umum perlu menata koleksi yang seimbang baik karya klasik dan akademik berdampingan dengan bacaan populer. Pendekatan ini mengakui bahwa pembaca punya selera berbeda, dan memberi ruang bagi remaja yang sedang mencari gaya baca dan minat mereka. Kedua, guru dan pustakawan harus dilatih untuk memfasilitasi diskusi yang mengaitkan tema populer dengan konsep sastra dasar. Misalnya, dari sebuah novel populer, kita bisa mengajak pembaca membahas tokoh, alur, sudut pandang, atau pesan yang tersirat yanga terdapat di dalam novel tersebut. Langkah sederhana ini bisa mengubah bacaan ringan menjadi bahan belajar yang efektif.
Ketiga, adanya kegiatan klub baca dan lomba menulis berbasis minat yang bisa menghubungkan pembaca muda dengan mentor dan teman sebaya. Suasana komunitas yang saling mendukung membuat kegiatan membaca terasa lebih menyenangkan. Selain itu, adanya lomba menulis membuat remaja merasa diberi ruang kreatif untuk mengekspresikan dirinya. Keempat, harus ada kerja sama antara sekolah dengan platform digital. Hal ini penting untuk menyediakan akses yang aman dan terkurasi. Akses digital tanpa bimbingan bisa berisiko negatif dengan memperkenalkan konten yang kurang sesuai untuk pembaca dibawah umur. Oleh karena itu, peran pendidik dan orang tua tetap penting dalam menumbuhkan minat membaca terutama pembaca anak-anak dan remaja.
Secara budaya, sikap berhati-hati atau keraguan terhadap sastra populer sering kali membuat masyarakat melewatkan cerita-cerita yang sebenarnya dekat dengan kehidupan banyak orang, khususnya para remaja dari berbagai latar belakang. Karya populer dapat menjadi ruang untuk bereksperimen dengan bahasa, identitas, dan pengalaman sehari-hari. Ketika karya semacam ini dibahas di sekolah atau komunitas, karya tersebut berpotensi memperkaya imajinasi serta cara pandang masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Dengan demikian, sastra populer tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari wacana budaya yang turut membentuk cara berpikir dan berinteraksi dalam kehidupan sosial.
Kesimpulannya, alih-alih memandang sastra populer secara sebelah mata, akan lebih bermanfaat jika masyarakat mencoba melihat potensinya dalam meningkatkan minat baca dan memperkuat budaya literasi. Pendekatan yang inklusif dapat dimanfaatkan untuk menjadikan daya tarik sastra populer sebagai pintu masuk bagi pembaca pemula. Tentu saja, hal ini tetap perlu disertai dengan bimbingan dan adanya pengenalan terhadap keterampilan membaca kritis serta jenis bacaan yang lebih beragam. Dengan begitu, kebiasaan membaca tidak hanya meningkat, tetapi juga dapat mendorong perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa generasi muda.










