web analytics
Connect with us

Opini

Menjaga Kehormatan Suami; Kewajiban Siapa?

Published

on

perempuan dan laki laki
Waktu dibaca: 3 menit

Rindang Farihah

Oleh : Rindang Farihah (Direktur Mitra Wacana Periode 2013 – 2017)

Sebagai anak perempuan, sejak kecil kita dididik menjadi orang yang manut, berpenampilan lembut, dan pandai menjaga kehormatan keluarga.  Pun demikian ketika kita menjadi seorang isteri. Untuk mencapai label isteri yang baik, seorang perempuan harus taat kepada suami, selalu mengiyakan segala yang menjadi keputusan suami.

Mengiyakan, di antaranya termasuk mematuhi setiap larangan suami, bersedia dimadu (dipoligami), juga berdiam diri ketika menerima kekerasan fisik seperti pemukulan. Perempuan tidak diijinkan keluar rumah tanpa ijin suami, meskipun itu pulang ke rumah orangtuanya. Perempuan akan disalahkan ketika dia pulang ke rumah orangtua tanpa didampingi suaminya. Perempuan juga tabu untuk menceritakan persoalan rumah tangganya kepada orang lain.

Pandangan-pandangan di atas merupakan pandangan yang umum berlaku di masyarakat kita yang dipengaruhi oleh pemaknaan pada teks-teks agama. Sehingga, perempuan yang mampu menyimpan rapat-rapat persoalan rumah tangganya dan menaati seluruh keputusan suami meskipun itu tidak adil bagi dirinya adalah perempuan saleh dan terhormat.

Teks-teks berikut merupakan rujukan dan tuntutan bagi perempuan untuk taat kepada laki-laki atau suami. Al-Qur’an surah an-Nisa ayat 34 “arrijalu qowwamuna ala annisa…” selama ini dimaknai laki-laki adalah pemimpin perempuan. Selanjutnya kita juga menemui kata “…wadhribuuhunna….”  Yang artinya ‘dan pukullah mereka’, teks yang banyak dirujuk tentang kebolehan seorang suami melakukan pemukulan terhadap isteri ketika dianggap membangkang (nusyuz). Di dalam ayat yang sama juga terdapat kalimat “….Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” Teks ini banyak dipakai sebagai dasar mewajibkan isteri menjaga kehormatan suami. Teks inilah yang menjadi rujukan bahwa para isteri harus berdiam diri di rumah (meskipun mereka sedang menghadapi persoalan yang harus diselesaikan di luar rumah).

Praktek Konseling dalam Menyelesaikan Persoalan Rumah Tangga

Konseling adalah sebuah upaya yang biasa dipakai ketika seseorang mengalami persoalan dan kebuntuan dalam menyelesaikan persoalan hidupnya. Dalam kasus tertentu, konseling ditujukan untuk membantu meringankan seseorang dari rasa trauma akibat situasi yang pernah dideritanya. Konseling sangat dibutuhkan perempuan terutama dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga.

Menceritakan permasalahan yang bersifat pribadi, menceritakan secara detail tidak bisa dihindarkan dalam praktek konseling. Praktek demikian sangat dibutuhkan apalagi jika kita tahu bahwa ada banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kasus kekerasan seksual yang sulit dibuktikan oleh korban. Bahkan termasuk kasus perkosaan dalam rumah tangga (marital rape) yang dialami oleh isteri akibat kelainan perilaku seksual suami. Sering kali isteri harus menyimpan sendiri penderitaannya. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga kehormatan suami di masyarakat dan demi menjaga keutuhan rumah tangga.

Sedangkan kita tahu dampak dari kekerasan dalam rumah tangga dan marital rape tidak hanya luka secara fisik namun juga psikis. Luka fisik mungkin lebih mudah disembuhkan, namun luka psikis tidak, bahkan butuh proses yang panjang. Dalam luka psikis, korban mengalami trauma, depresi, yang jika dibiarkan berlarut-larut dapat menimbulkan situasi di mana korban kekerasan menganggap kekerasan sebagai sebuah hal yang normal. Tak jarang persoalan ini menambah mata rantai kekerasan pula dalam bentuk ‘reproduksi kekerasan’, di mana korban kemudian turut menjadi pelaku kekerasan. Misal ‘pelampiasan’ dalam bentuk kekerasan terhadap anak.

Betulkah Menjaga Kehormatan Suami adalah Tugas Isteri?

Sebuah pernikahan pada dasarnya dibangun atas dasar cinta, kebersamaan dengan komitmen atau niat ibadah mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Jika masing-masing pihak menyadari tentang pentingnya komitmen ini, maka konflik dalam rumah tangga (bahkan yang berujung pada perceraian sekalipun) bisa diminimalisir.

Dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 187 disebutkan “…Mereka adalah pakaian bagi kalian, dan kalian adalah pakaian bagi mereka”.  Ayat tersebut secara mafhum dan manthuq baik laki-laki maupun perempuan sama-sama disebut.  Dalam ayat tersebut keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama. Pakaian dalam hal ini kita maknai bukan baju dalam makna sebenarnya, melainkan sikap saling melindungi, mengasihi, menutup aib masing-masing dengan tidak mengumbarnya kepada orang lain, dan hal-hal lain yang berorientasi pada sakinah mawaddah wa rahmah. Tentunya hal ini tidak akan mungkin tercapai jika tidak ada rasa kebersamaan, kesetaraan, dan keadilan dalam bangunan relasi keduanya.

Lalu bagaimana ketika terjadi konflik di antara keduanya? Al-Qur’an  surah an-Nisa ayat 35 mengungkapkan, “jika terjadi perselisihan hendaklah  mendatangkan hakim dari kedua belah pihak (suami dan isteri) Fungsi hakim ini bisa menjadi penengah agar mereka mencapai kata damai (islah). Hakim akan memerankan fungsi konselor (melakukan konseling) dalam proses merujukkan keduanya.

Suami dan isteri memiliki kewajiban yang sama dalam menjaga kehormatan diri dan rumah tangga. Baik di dalam maupun di luar rumah. Mereka wajib secara bersama-sama menahan diri untuk tidak saling mengumbar kejelekan dan kelemahan satu sama lain.  Dalam mencapai sebuah kemaslahatan semua upaya harus dilakukan. Sebagai bagian dari ikhtiar menggali dan menyelesaikan persoalan, kegiatan konseling menjadi alternatif penting dilakukan. Konseling karenanya adalah sebuah jembatan untuk mencapai hakikat ibadah pernikahan yakni salah satu ibadah dan proses membangun ketakwaan diri sebagai hamba kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam bi asshowab

Opini ini juga tayang di website Fatayat DIY  https://fatayatdiy.com/menjaga-kehormatan-suami-kewajiban-siapa/

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Bentuk-Bentuk Kekerasan di Tempat Kerja

Published

on

Sumber: Freepik
Waktu dibaca: 2 menit

Oleh Wahyu Tanoto

Menurut studi yang dilakukan oleh Equal Employment Opportunity Commission (EEOC) pada 2016 di Amerika Serikat, sekitar 75% orang yang mengalami pelecehan di tempat kerja tidak melaporkan kejadian kepada manajer, supervisor, atau perwakilan serikat pekerja. Salah satu alasan utama adalah karena merasa takut akan keamanan kerja serta takut kehilangan sumber pendapatan mereka. Selain itu ada beberapa faktor lain, seperti:

  1. Faktor relasi kuasa. Salah satu pihak memiliki kekuatan, posisi atau jabatan yang lebih tinggi atau dominan dibandingkan korban. Misalnya, antara bos dengan karyawan.
  2. Kebijakan perlindungan pekerja masih tidak jelas. Absennya perlindungan terhadap korban dapat menyebabkan korban merasa takut untuk melapor karena khawatir pelaku akan balas dendam dan melakukan kekerasan yang lebih parah.
  3. Mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual yang tidak tersedia. Misalnya, perusahaan belum memiliki Standard Operating Procedure (SOP) mengenai kekerasan seksual, sehingga tidak ada jalur pelaporan atau sanksi yang jelas.
  4. Budaya yang kerap menyalahkan korban, seperti: “Kamu sih ke kantor pakai baju seperti itu!” “Kamu ngapain memangnya sampai bos marah begitu?”

Namun, kemungkinan lain adalah karena banyak orang belum memahami atau tidak yakin perilaku apa saja yang melanggar batas dan dapat dikategorikan sebagai pelecehan atau kekerasan. Maka dari itu, yuk kita bahas apa saja bentuk-bentuk pelecehan dan kekerasan di tempat kerja!

Kekerasan verbal

Kekerasan verbal termasuk ucapan yang merendahkan, melakukan gerakan yang ofensif, memberikan kritik yang tidak masuk akal, memberikan cercaan atau komentar yang menyakitkan, serta melontarkan lelucon yang tidak sepantasnya. Beberapa contohnya adalah:

  • Mengirim email dengan lelucon atau gambar yang menyinggung identitas seseorang, seperti identitas gender, orientasi seksual, ras, atau agama.
  • Berulang kali meminta kencan atau ajakan seksual, baik secara langsung atau melalui pesan.
  • Membuat komentar yang menghina tentang disabilitas seseorang.
  • Mengolok-olok aksen berbicara (logat) seseorang.

Kekerasan psikologis

Perilaku berulang atau menjengkelkan yang melibatkan kata-kata, perilaku, atau tindakan yang menyakitkan, menjengkelkan, memalukan, atau menghina seseorang. Ini termasuk:

  • Mengambil pengakuan atas pekerjaan orang lain.
  • Menuntut hal-hal yang mustahil.
  • Memaksakan tenggat waktu (deadline) yang tidak masuk akal pada karyawan tertentu.
  • Secara terus-menerus menuntut karyawan untuk melakukan tugas-tugas merendahkan yang berada di luar lingkup pekerjaannya.

Kekerasan fisik

Pelecehan di tempat kerja yang melibatkan ancaman atau serangan fisik, termasuk sentuhan yang tidak diinginkan. Misalnya:

  • Menyentuh pakaian, tubuh, baju, atau rambut orang lain.
  • Melakukan penyerangan fisik. Misalnya: memukul, mencubit, atau menampar.
  • Melakukan ancaman kekerasan.
  • Merusak properti pribadi. Misalnya: mengempeskan ban kendaraan, melempar ponsel orang lain.

Kekerasan berbasis digital

Ini merupakan berbagai bentuk kekerasan atau pelecehan yang dilakukan di ranah daring (online), seperti:

  • Memposting ancaman atau komentar yang merendahkan di media sosial.
  • Membuat akun palsu dengan tujuan merundung seseorang secara online.
  • Membuat tuduhan palsu.
  • Menyebarkan foto atau rekaman orang lain yang bersifat privat atau bernuansa seksual.

Kekerasan seksual

  • Rayuan seksual yang tidak diinginkan.
  • Melakukan sentuhan yang tidak pantas atau tidak diinginkan.
  • Melontarkan lelucon bernuansa seksual.
  • Membagikan media pornografi.
  • Mengirim pesan yang bersifat seksual.
  • Pemerkosaan dan kegiatan seksual lain yang dilakukan dengan paksaan.
  • Meminta hubungan seksual sebagai imbalan atau promosi pekerjaan.

Jika kamu atau teman kerjamu mengalami salah satu atau beberapa bentuk kekerasan seperti yang disebutkan di atas dan membutuhkan bantuan lembaga layanan, kamu bisa cek website https://carilayanan.com/ atau belipotbunga.com ya. Jangan ragu untuk segera mengontak lembaga layanan, karena mereka ada untuk membantu kamu!

Sumber

 https://carilayanan.com/kekerasan-di-tempat-kerja/

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending

EnglishGermanIndonesian