PTPPO
Menyuarakan Kesunyian
Published
2 years agoon
By
Mitra WacanaKonferensi dunia tentang Hak Asasi Manusia di Wina, Austria pada Juni 1993, mencetuskan suatu terobosan bagi isu kekerasan terhadap perempuan. Memperkenalkan kepada masyarakat dunia bahwa “hak asasi perempuan adalah bagian integral dan tidak terpisahkan dari hak asasi manusia yang sifatnya universal”. Dan, demikian juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan hak asasi manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Salah satu deklarasi Konferensi Wina 1993 tersebut mencantumkan di dalam program aksinya bahwa: Kekerasan berbasis gender dan segala bentuk penyerangan maupun eksploitasi seksual, termasuk yang merupakan hasil olahan prasangka/ anggapan budaya, adalah pelanggaran terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, dan oleh karenya harus di hapuskan.
Selanjutnya, secara rinci ditekankan bahwa segala bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan patut mendapat respon yang efektif. Bertolak dari pengakuan bahwa pelanggaran hak asasi perempuan adalah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia, dan itu artinya pelanggaran terhadap hukum humaniter, maka disusunlah sejumlah instrumen dan alat ukur serta mekanisme kerjanya, agar seluruh dunia dapat bergerak menuju penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan.
Perdagangan perempuan adalah salah satu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi perempuan. Perdagangan perempuan semakin menggejala secara nasional maupun internasional, sehingga merupakan masalah global dan bagian integral serta proses migrasi internasional.
Perdagangan perempuan bukan saja terbatas pada prostisusi paksaan, melainkan juga meliputi bentuk- bentuk eksploitasi, kerja paksa dan praktik seperti seperti perbudakan di beberapa wilayah dalam sektor informal, termasuk kerja domestik dan istri pesanan. Tindak pidana perdagangan orang juga memiliki beberapa unsur, yakni: perekrutan; pengangkutan; pemindahan; dan penampungan dengan ancaman kekerasan, pemalsuan; penipuan; penyalahgunaan kekuasaan kepada orang yang berada dalam posisi rentan.
Dalam konteks ini, perdagangan perempuan dan anak merupakan bagian sejarah kelam perjalanan negara Indonesia, artinya persoalan perdagangan manusia adalah realitas yang tidak dapat dipungkiri. Namun demikian, persoalan ini belum mendapat perhatian yang serius. Perdagangan perempuan dan anak yang terjadi di Indonesia melalui penipuan, penculikan maupun kekerasan lainnya selalu menempatkan posisi korban pada penderitaan ganda. Selain jadi korban, mereka pun biasanya dihukum secara sosial seperti memperoleh stigma negatif atau pengucilan dan bahkan kriminalisasi oleh masyarakat dan negara. Perdagangan perempuan dan anak tidak hanya terjadi di dalam negeri tetapi juga ke luar negeri, seperti Saudi Arabia, Jepang, Malaysia, Hongkong, Taiwan, Singapura dan berbagai negara lainnya.
Saat ini, usaha untuk mengadakan layanan bagi korban kekerasan sudah banyak dilakukan di berbagai tempat di Indonesia. Inisiatif layanan awalnya muncul dari organisasi masyarakat dan kemudian pemerintah juga menyediakan layanan dengan menggunakan sistem jejaring yang melibatkan semua unsur yang dibutuhkan dalam penanganan seperti layanan medis, hukum, konseling, support grup (kelompok pendukung) dan shelter. Selain penanganan layanan langsung, tidak kalah penting adalah upaya pencegahan dan advokasi kebijakan.
Posisi Mitra Wacana dalam perlindungan perempuan dan anak di Indonesia sebagai jembatan antara ide-ide kesetaraan gender dan egalitarianisme dengan kekuatan sosial, yaitu mengambil peran aksi langsung dalam bentuk penanganan langsung, intervensi untuk pencegahan, dan advokasi kebijakan. Mitra Wacana didirikan pada 2 April 1996 oleh beberapa organisasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada awal didirikan, organisasi ini berbentuk forum yang bernama Pusat Layanan Informasi Perempuan (PLIP) Mitra Wacana dengan tujuan sebagai lembaga penyedia layanan informasi keadilan dan kesetaraan gender terutama bagi perempuan. Pemakaian kata PLIP menekankan bahwa Mitra Wacana mempunyai perhatian terhadap persoalan akses dan layanan informasi.
Adapun beberapa organisasi yang terlibat mendirikan PLIP Mitra Wacana diantaranya, Serikat Bersama Perempuan Yogyakarta (SBPY), Tjut Nyak Dien, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja, APIKRI, Rifka Annisa, LSPPA, KPS, YKF, YPB, Yayasan Annisa Swasti (Yasanti), Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), dan LSPS.
Pada 2005, PLIP Mitra Wacana berubah bentuk menjadi perkumpulan dengan anggota individu-individu yang konsen terhadap isu perempuan, anak, keadilan dan kesetaraan gender. Pasca 2009/2010 kata PLIP Mitra Wacana berubah menjadi Mitra Wacana Women Resource Center (WRC) dengan spirit sebagai pusat pemberdayaan perempuan. Namun, dalam prosesnya kata WRC ditiadakan. Sejak 2005 hingga saat ini, Mitra Wacana WRC memilih menggunakan intervensi langsung terhadap penerima manfaat dengan strategi pengorganisasian dan advokasi. Dari sinilah menjadi cikal bakal berdirinya Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) di setiap lokasi pendampingan. P3A ini, dalam perjalanannya menjadi “sobat” Mitra Wacana dalam melaksanakan kebijakan dan program organisasi.
Mitra Wacana memiliki visi; Terwujudnya masyarakat berkeadilan gender di Indonesia. Dengan Misi; (1) Membangun masyarakat demokratis, pluralis dan berkesetaraan. (2) Membangun organisasi kredibel dan dipercaya oleh para pemangku kepentingan. Adapun fokusnya yaitu: (1) Penghapusan kekerasan seksual; (2) Perlindungan anak dari kekerasan seksual dan pencegahan perkawinan anak; (3) Mendorong Kabupaten Layak Anak (KLA); (4) Pendidikan politik perempuan; (5) Pencegahan perdagangan manusia; (6) Pencegahan Intoleransi, Radikalisme, Extremisme dan Terorisme (IRET); (7) Perempuan dan anti korupsi; (8) Perempuan dan kebencanaan.
Tujuan Mitra Wacana: (1) Menguatkan perempuan marginal untuk memiliki akses kontrol, partisipasi dan manfaat pembangunan; (2) Menguatkan kapasitas kelembagaan organisasi. Program yang telah dilakukan diantaranya: Pengorganisasian kelompok perempuan dan kelompok media desa di Kabupaten Kulon Progo, D.I Yogyakarta; Advokasi kebijakan perbup Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan orang di kabupaten Kulon Progo; Advokasi Forum Penanganan Korban Kekerasan (FPKK) di Kabupaten Kulon Progo D.I Yogyakarta; Pengorganisasian perempuan dan perempuan muda untuk promosi layanan kesehatan seksual dan reproduksi c.q asuhan pasca keguguran (APK) komprehensif di Kota Yogyakarta; Pendampingan para kader perempuan dan perempuan muda untuk penguatan isu perencanaan kehamilan (termasuk pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan) di Kota Yogyakarta; Pengorganisasian perempuan desa untuk pencegahan Intoleransi, Radikalisme, Ekstremisme dan Terorisme (IRET) di Kabupaten Kulon Progo, D.I Yogyakarta; Edukasi terhadap guru BK di Kabupaten Gunung Kidul tentang pentingnya pencegahan perdagangan manusia di sekolah; Komunitas untuk Indonesia yang Adil & Setara (KIAS) vocal point Yogyakarta untuk isu pernikahan anak dan pluralisme; Advokasi kebijakan perbub Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Banjarnegara; Pengorganisasian kelompok perempuan dan pemerintah desa untuk pencegahan KDRT di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah; Pengorganisasian kelompok perempuan, anak dan pemerintah desa untuk mekanisme penanganan Kekerasan Seksual Terhadap Anak (KSTA) di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah; Pengorganisasian kelompok perempuan dan pemerintah desa untuk pencegahan KDRT di kabupaten Purworejo, Jawa Tengah; Pengorganisasian remaja sekolah untuk isu HIV dan AIDS di D.I Yogyakarta; Pendampingan guru PAUD di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah untuk penyusunan kurikulum ramah gender; Advokasi kebijakan bersama jaringan; Penyusunan konten media untuk kampanye keadilan dan kesetaraan gender dalam bentuk audio visual; Edukasi publik keadilan dan kesetaraan jender melalui talkshow radio, live streaming, podcast dan televisi; Penyebaran informasi gender, HKSR melalui media cetak, dan daring; Penyusunan bahan ajar/modul-modul; Penyusunan buku bacaan HKSR; Buku bacaan pencegahan IRET; Buku profil Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak di Banjarnegara (P3A); Mendampingi para penerima manfaat mendirikan organisasi P3A; Pendampingan terhadap anak/remaja jalanan; Komik serial HKSR; Komik Pencegahan KDRT; Film; ILM.
Buku ini akan membahas beberapa program dan kegiatan yang telah dilakukan Mitra Wacana. Tulisan pertama membahas mengenai “Demokrasi, HAM dan Masyarakat Sipil” yang merefleksikan proses demokratisasi yang berlangsung setelah reformasi dilakukan pada tahun 1998 menciptakan iklim yang kondusif bagi kelompok masyarakat sipil yang selama bertahun tahun telah dipinggirkan dalam arena politik, ekonomi, sosial dan budaya sehingga mempunyai akses, kontrol dan manfaat terhadap segala keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Dan apakah dengan itu sistem demokrasi yang dikembangkan oleh pemerintah dan masyarakat memberikan kesempatan dan manfaat yang maksimal bagi perempuan guna meningkatkan peran politiknya terutama dalam proses pengambilan keputusan, menikmati hak-haknya terutama yang telah dijamin oleh konstitusi dan peraturan perundang- undangan serta memperoleh kesempatan yang setara dan adil dengan laki laki dalam segala bidang kehidupan.
Pada kenyataannya, demokrasi masih jauh dari itu semua, proses pembuatan Rancangan Undang- undang (RUU) yang disusun secara tertutup. Seperti UU MINERBA, RKUHP dan UU Cipta Kerja. Undang-undang yang dinilai tidak berpihak pada rakyat seperti ini, butuh diperjuangan di luar parlemen dan ditujukan langsung kepada Negara. Karena, Negara adalah satu-satunya institusi yang memiliki kekuatan memaksa melalui seperangkat aturan hukum dan aparat penegaknya. Disamping itu, isu Hak Asasi Manusia yang selalu dikatakan universal ada kepentingan politik global untuk melemahkan Negara. Negara yang lemah adalah prasyarat bagi berlangsungnya model Ekonomi Neo- liberal. Di Indonesia hari ini kekuasaan riil berada di bawah kontrol oligarki dan pemilik kapital besar. Oleh sebab itu membangun gerakan akar rumput di desa untuk mewujudkan adanya keadilan adalah upaya yang perlu dilakukan.
Mitra Wacana sejak tahun 2000-an, telah melakukan penguatan masyarakat di berbagai isu. Misalnya, Resiliensi Perempuan Desa dalam Menghadapi IRET. Kita melihat bahwa Kasus kekerasan berlatar belakang agama menjadi perhatian dalam gerakan perempuan, terutama aksi kekerasan terorisme yang melibatkan perempuan dan anak di dalamnya. Keluarga adalah tempat untuk melakukan transfer nilai-nilai dari ideologi yang dianut, sehingga ini sebuah strategi efektif dalam proses perekrutan. Disamping keluarga penggunaan internet juga mudah terpapar ideologi radikalisme, ektremisme dan terorisme.
Program pencegahan IRET berbasis masyarakat desa dilakukan oleh Mitra Wacana dengan melakukan pemetaan kerentanan IRET melalui perilaku warga di sekitarnya. Deteksi dini ini dilakukan dengan mencermati pendidikan anak, ceramah agama, kelompok agama dan membangun komunitas menjadi partner pemerintah desa dalam mempromosikan nilai-nilai perdamaian, dan bekerja bersama mencegah bahaya IRET. Perempuan memiliki posisi beragam, sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapinya masing-masing. Namun dengan pendekatan pemberdayaan yang dilakukan Mitra Wacana perempuan bisa memiliki kesadaran dan mengambil keputusan agar bisa melindungi dirinya tidak terlibat dari aksi IRET serta mendukung peran perempuan menjadi bagian dari early warning system di desanya masing-masing.
Selain itu, Mitra Wacana juga mengedukasi remaja sekolah untuk pencegahan HIV-AIDS serta mengajarkan Hak Asasi Manusia berdasarkan dokumen organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 1998 mengenai petunjuk pelaksanaan “HIV – AIDS dan HAM, yaitu: (1) Hak atas perlakuan non-diskriminatif; (2) Hak atas kemerdekaan dan rasa aman; (3) Hak untuk menikah (4) Hak untuk mendapatkan Pendidikan; (5) HAM untuk perempuan berstatus ODHA; (6) Hak anak dengan HIV – AIDS (ADHA); (7) Hak untuk bepergian; (8) Hak untuk menyatakan pendapat; (9) Hak untuk berserikat.
Untuk mendapatkan kesadaran akan hak-hak tersebut Mitra Wacana melakukan berbagai proses dengan remaja sekolah di dua kabupaten dan melakukan inisiatif bersama penerima manfaat dengan membentuk organisasi Remaja Peduli (RemPed), memproduksi tulisan, membuat film, menyelenggarakan diskusi, melakukan VCT dan menyelengarakan kemah kesehatan reproduksi.
Peran remaja sekolah dalam melaksanakan program pencegahan HIV-AIDS dan diseminasi keadilan gender telah menghasilkan beberapa hal, yaitu Pendidik Sebaya, Konselor sebaya, influencer dan penjangkau sebaya. Pelibatan remaja sekolah untuk pencegahan HIV-AIDS dan kampanye isu keadilan dan kesetaraan gender masih relevan, perlu dikembangkan penggunaan metode dan alat pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi terkini.
Tulisan selanjutnya mengenai Upaya Pelindungan Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pemerintah DIY telah menerbitkan Peraturan Daerah (DIY) No. 6 Tahun 2014 tentang Perlindungan Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang, akan tetapi isu perdagangan orang belum menjadi isu prioritas, sehingga regulasi yang hadir belum dimengerti dan dilaksanakan oleh pemangku kebijakan terkait. Belum terlihat kerjasama lintas sektoral dalam pencegahan dan penanganan, sehingga program yang dilaksanakan terkesan parsial dan hanya menyentuh permukaan. Hal di atas, mengingatkan himbauan tidak tertulis Gubenur DIY tentang larangan penempatan pekerja migran asal DIY di sektor informal.
Pada kenyataanya, himbauan tersebut tidak menghentikan praktik penerimaan dan penempatan, bahkan menambah resiko bagi pekerja migran karena ada beberpa kasus pindah KTP ke wilayah lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sistem pelindungan pekerja migran melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) yang diresmikan pada tahun 2016, belum bisa menjangkau lapisan masyarakat terbawah.
Mitra Wacana beserta komunitas, melakukan pendidikan kritis yang berorientasi pada perubahan pengetahuan, keterampilan, kesadaran, sikap, dan perilaku dengan mengembangkan materi pembelajaran berbasis pada pemenuhan Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi sebagai warga negara. Hal ini dilakukan dengan mengembangkan Omah Perempuan Sinau Desa (OPSD) sebagai media pembelajaran tentang isu pencegahan tindak pidana perdagangan orang, gender, partisipasi perempuan dalam pembangunan desa, pencegahan kekerasan berbasis gender, parenting atau pengasuhan anak, pemberdayaan ekonomi perempuan.
Disamping itu, pengorganisasian kelompok muda juga dilakukan, dengan membentuk tim Media Desa. Tim Media Mesa diharapkan mampu mendukung P3A (Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak) dalam mendalami, mendokumentasikan dan mengembangkan penggunaan tekhnologi informasi sebagai media sosialisasi dan kampanye. Sehingga P3A yang dibentuk telah mendapatkan pengakuan dari kelurahan menjadi salah satu lembaga resmi di kelurahan. Dengan pengakuan ini, P3A dapat mengoptimalkan peran dan fungsinya di masyarakat terutama dalam memperjuangkan dan mengadvokasi hak perempuan khususnya pelindungan dari perdagangan orang.
Pada buku ini juga ditulis kisah pengalaman seorang pekerja migran yang terindikasi sebagai korban tindak pidana perdagangan orang yang telah melewati elemen perekrutan, pengangkutan, pemindahan dan penampungan. Dia juga mengalami eksploitasi dalam bekerja karena tidak mendapatkan upah yang telah dijanjikan. Hal ini bukan hanya karena ulah perorangan saja namun telah melibatkan korporasi dengan menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya demi memanfaatkan kondisi rentan calon pekerja migran.
Dalam undang-undang telah diatur bahwasanya setiap pekerja migran berhak mendapat pelindungan hukum, ekonomi dan sosial dengan asas keterpaduan, persamaan hak, pengakuan atas martabat dan HAM, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, non-diskriminasi, anti perdagangan manusia, transparansi, akuntabilitas dan berkelanjutan. Mitra Wacana fokus dan konsisten berpartispasi aktif dalam advokasi Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) dengan melakukan pengorganisasian masyarakat dan membentuk P3A dengan tujuan menjadi tempat belajar bersama, menampung aspirasi, menjadi organisasi perempuan yang memiliki perspektif gender, mencegah kekerasan terhadap perempuan, aktif terlibat dalam proses pembangunan desa, serta turut serta dalam mengampanyekan isu pencegahan tindak pidana perdagangan orang.
Adapun kegiatannya, meliputi edukasi pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), diseminasi Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), pendataan pekerja migran di masing-masing padukuhan, serta terlibat dalam musyawarah desa mewakili kelompok perempuan. Semua kegiatan tersebut merupakan bentuk perjuangan perempuan untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, supaya tidak ada lagi perempuan yang mengalami diskriminasi, baik di Indonesia maupun yang berada di luar negeri.
Dilanjutkan dengan tulisan mengenai pengalaman mendampingi perempuan organisasi P3A di Banjarnegara. P3A ini merupakan sebuah gerakan sosial dalam melawan kekerasan. Organisasi ini sebagai wadah memperjuangkan keadilan dan kesetaraan dan sebagai sanggar belajar perempuan. Dinamika organisasi dan pengalaman sebagai pendamping serta keberanian anggota P3A dalam membela korban hak-hak perempuan digambarkan, bagaimana mereka berproses dari perempuan yang dulunya terpinggirkan karena hampir tidak pernah terlibat dalam pengambilan keputusan di tingkat desa kemudian terlibat aktif melakukan pelindungan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan.
Selanjutnya tulisan senada tentang P3A di Kulon Progo yang bisa dikatakan sebagai Oase. Banyak persoalan yang terjadi di dalam ranah domestik maupun publik bisa dibicarakan dan dicari solusinya dalam rumah yang bernama P3A ini. Upaya pencegahan kekerasan terhadap Perempuan dan pencegahan TPPO merupakan salah satu visinya. Dari data yang ada terdapat ratusan perempuan yang diindikasi sebagai korban TPPO di daerah ini. Maka untuk dengan itu dilakukan fokus organisasi ini pada penambahan kapasitas pengetahuan mereka tentang desa agar mampu mengadvokasi pemerintah desa dalam upaya pencegahan TPPO di Kelurahan masing-masing. Juga menganalisa situasi dan dampak dari rancangan pembangunan bandara YIA (Yogyakarta International Airport) yang digadang akan menjadi pintu masuk dunia internasional.
Pengalaman perempuan buruh migran dalam berjuang untuk terbebas dari jeratan perdagangan manusia dan pengalaman dalam menyelesaikan persoalan rumah tangga serta menjadi kepala keluarga menjadi spiril dan media kampanye. P3A bagian dari hal yang menguatkan dan melindungi serta memberi keberanian untuk berjuang melawan keadilan. P3A juga mendorong perempuan untuk terlibat aktif dalam pembangunan dengan keterlibatan dan partisipasi dalam perencanaan dan pelaksaaan pembangunan di desa, salah satunya dengan adanya pengakuan organisasi ini dari desa.
Tulisan terakhir mengenai kiprah srikandi memperjuangkan hak adminduk yang menceritakan tentang pengalaman pendampingan dan situasi desa. Kenyataan yang ditemui bahwa perempuan masih dianggap tidak memiliki kapasitas dan kemampuan dalam membuat sebuah keputusan dan dalam posisi dinomorduakan serta distigma negatif seolah-olah perempuan hanya mampu di urusan domestik saja menjadi tantangan dalam penguatan perempuan. pengalaman dalam pendampingan Kelompok Srikandi saat melakukan analisis sosial untuk menggali kebutuhan dasar masyarakat meliputi administrasi kependudukan, kesehatan dan pendidikan. Kelompok Srikandi terlibat melakukan edukasi pentingnya dokumen kependudukan yang transparan dan inklusif.
Naskah buku ini di rancang untuk menyajikan pengetahuan dan merangkum langkah-langkah organisasi ketika melakukan proses pendidikan, pengorganisasiam komunitas, advokasi. Harapannya dapat menggambarkan perjuangan Mitra Wacana untuk memenuhi hak asasi perempuan dalam rangka mewujudkan demokrasi. Semoga tulisan-tulisan yang disajikan mampu memperkuat pengetahuan dan dapat menginspirasi.
Silahkan ikuti update website mitra wacana untuk mengetahui isi buku “Menyuarakan Kesunyian” ini yang akan kami upload tiap bab nya. Apabila sobat mitra menginginkan buku ini silahkan mengirimkan email ke mitrawacanawrc@gmail.com
You may like
Berita
Diseminasi Pendataan PMI bersama Stakeholder
Published
2 weeks agoon
27 September 2024By
Mitra WacanaJumat, 27 September 2024 Diseminasi hasil pendataan PMI oleh Mitra Wacana selama bulan Juli-Agustus 2024 di 9 Desa dampingan di Kulon Progo yang bertempat di Joglo Girli Resto & Cafe.
Acara ini dihadiri oleh Kepala Dinas Sosial PPPA Kulon Progo, BP3MI DIY, Imigrasi DIY, Polres Kulon Progo, Balai Dikmen Kulon Progo, Diskominfo Kulon Progo dan 9 Pemerintah Kalurahan dampingan.