Kulonprogo
P3A Srikandi Adakan Public Speaking tentang Bullying
Published
2 years agoon
By
Mitra Wacana
Oleh Alfi Ramadhani
Rabu, 27 maret 2024 p3A Srikandi melaksanakan pertemuan di bulan maret yang juga merupakan bulan Ramadan. Pertemuan dilakukan sore hari menjelang berbuka puasa, yaitu pukul 16.00 WIB. Dalam kesempatan kali ini, agenda yang dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat dan disepakati bersama, yaitu public speaking, dengan bu Sekar yang menjadi pemateri dari tema Bullying.
Pertemuan diawali dengan pembukaan yang dipandu oleh MC, yaitu bu Fitri. Dilanjutkan dengan sambutan ketua kelompok P3A Srikanti, yaitu bu Suakrni, dan sambutan dari Mitra Wacana. Selanjutnya untuk mempersingkat waktu, kelompok mempersilahkan bu Sekar untuk memulai presentasinya.

Seusai presentasi, CO mengelead jalannya diskusi tentang bullying. Ada berbagai macam pertanyaan, seperti:
Bu Sri Kus: Apakah physical bullying itu termasuk kekerasan? Atau missal KDRT?
CO meminta anggota lain untuk menjawab, menurut bu Sekar Kalau bullying itu biasanya lebih sering terjadi di kalangan anak atau sekolah, tapi kalau sudah kena fisik, itu juga sudah masuk kekerasan walaupun mungkin awalnya hanya verbal saja. Kalau untuk bullying yg terjadi dirumah, mungkin masuknya adalah KDRT.
Bu Eny juga bercerita pengalaman ketika anaknya masih SMA pernah dipanggil guru karena rambut anaknya terlalu panjang dan celananya terlalu pendek. Rambut anaknya digunting, begitu juga celana yang dipakai. Mendengar itu, bu Eny tidak terima karena pasalnya ada anak guru juga yang memiliki rambut yang lebih panjang tetapi rambutnya tidak dipotong seperti anaknya. Ia pun melaporkan itu ke kepala sekolah bahwa ia juga ingin anak guru tersebut dihukum sama seperti anaknya.
Bu Srikus juga bercerita terkait cyber bullying; anaknya pernah difitnah menjadi klitih dan ditangkap orang dijalanan. Awalnya ialah karena ia pernah nongkrong dan ngopi sekali dengan pemuda dari daerah lain yang ternyata adalah pelaku klithih. Ketika pelaku klithih tertangkap, ia ditanya siapa saja teman-teman yang ngopi bersama dia. Ketika itu, anak bu Sri sedang berada di Jogja pulang kerja, dan di daerah Sentolo tiba-tiba ia ditangkap orang dan mau dipukuli, untungnya ada tetangga dukuh yang melihat, sehingga anak bu Sri disuruh pulang. Namun, karena kejadian tersebut, foto dan nama anak Bu Sri tersebar di group watsapp pemuda dan disangka klithih.

bu Wasmi juga bercerita bahwa dulu, ketika anaknya masih kelas 2 SD diganggu kakak kelasnya yang kelas 6 SD dengan melorot celananya. Selain itu, anak kelas 6 SD itu juga memainkan rok anak perempuan menggunakan kayu sehingga tersingkap. Anak ibu Wasmilah kebetulan badannya besar sedangkan anak kelas 6 itu kecil, sehingga naak bu Wasmilah berani bilang ke anak kelas 6 SD itu bahwa perbuatannya itu tidak bagus. Saat itu si anak marah dan menantang anak bu wasmilah, sehingga anak bu wasmi melemparkan batu ke kepala anak itu dan berakhir berdarah sehingga harus dijahit. Meski begitu, bu wasmi dan anaknya telah meminta maaf ke keluarga korban karena kejadian tersebut karena meski bagaimanapun anaknya juga bersalah karena telah menyebabkan anak lain cidera.
pengalaman lain ialah dari bu Sukarni pada masa SD. Karena dulu ia kecil, berkulit hitam, dan rambutnya ikal diatas berwarna hitam lebat. Sehingga anak0anak di sekolahnya memanggil ia dengans ebutan “bido” atau semacam burung yang berwarna hitam. Sama halnya dengan bu Sri Kus yang dulu juga sering dipanggil “klenyem” ketika jam olahraga karena ia memakai celana merah yang membuatnya terlihat seperti jajanan “klenyem” yang juga merupakan dagangan orang tuanya kala itu. hal itu membuat ia malu.
selain berbagi pengalaman pribadi dari masing-masing anggota, juga melakukan diskusi terkait kasus bullying yang baru-baru ini terjadi seperti kasus bullying yang dialami anak dari Artis Vincent. Secara bergantian, ibu-ibu membaca artikel terkait kasus tersebut dan menemukan bahwa salah satu penyebab adanya bullying ialah karena pada anak remaja mereka membutuhkan 3 P: Panggung, perhatian, dan pujian/pengakuan. Jika ketiga hal itu tidak didapat dari kegiatan yang positif, maka mereka akan menciptakan situasi yang membuat mereka akan mendapatkan ketiga P tersebut. Salah satu cara agar 3P anak terakomodir ialah dnegan menyallurkan bakatnya didalam aktifitas ekstrakulikuler yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Terkhusus jika minat anak dibidang fisik seperti karate, taekwondo, renang dan lainnya. Hal semacam ini juga perlu diperhatikan oleh orang tua.
Diskusi diakhiri dengan membaca doa berbuka puasa bersama karena adzan maghrib sudah berkumandang.
You may like
Berita
Mitra Wacana Dorong Peningkatan Kapasitas Masyarakat Kulon Progo untuk Wujudkan Kalurahan Ramah Perempuan dan Anak
Published
3 weeks agoon
29 October 2025By
Mitra Wacana
Kulon Progo – Mitra Wacana gelar sosialisasi Kalurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (KRPPA) di tiga kapanewon Kabupaten Kulon Progo. KRPPA merupakan program yang didorong oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama pemerintah daerah, organisasi, dan masyarakat setempat dalam menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi perempuan dan anak.
KRPPA merupakan program nasional yang mendorong setiap kalurahan untuk lebih responsif terhadap kebutuhan, perlindungan, dan pemberdayaan perempuan serta anak. Melalui sosialisasi ini, masyarakat diajak untuk memahami dan berperan aktif dalam penerapan prinsip-prinsip KRPPA di lingkungan mereka.
Sosialiasasi ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan komitmen KRPPA yang sebelumnya telah dilakukan oleh masing-masing pemangku kepentingan di tingkat lokal, yakni Kalurahan Salamrejo, Sentolo, dan Demangrejo untuk wilayah Kapanewon Sentolo, Kalurahan Tirtorahayu, Nomporejo, dan Banaran untuk wilayah Galur, dan Kalurahan Hargotirto, Hargorejo, dan Kalirejo untuk wilayah Kapanewon Kokap. Pelakasanaan sosialisasi ini dilakukan selama enam hari di tiga kapanewon, masing-masing selama dua hari, yaitu Kapanewon Sentolo pada 20-21 Oktober 2025, Kapanewon Galur pada 22-23 Oktober 2025, dan penutupnya di Kapanewon Kokap pada 27-28 Oktober 2025, yang dihadiri oleh pemangku kepentingan lokal dari pemerintah Kalurahan, unsur penggerak perempuan, tokoh masyarakat dan kelompok P3A (Pusat Pembelajaran Perempuan&Anak) dampingan Mitra Wacana.
Selama dua hari kegiatan, peserta dari berbagai kalurahan di setiap kapanewon mendengarkan empat materi yang dipaparkan oleh pegiat Mitra Wacana. Sebelum sesi pemaparan materi dimulai, hari pertama kegiatan diawali dengan pre-test yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana pengetahuan setiap peserta tentang KRPPA. Selanjutnya, peserta mendapatkan dua materi, yaitu Hak dan Perlindungan Perempuan, serta Hak dan Perlindungan Anak. Kedua materi ini menyoroti pentingnya kesetaraan akses, perlindungan hukum, serta peran masyarakat dalam menghapus diskriminasi terhadap perempuan dan anak.
Pada hari kedua, kegiatan berlanjut dengan materi tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Panduan Pelaksanaan Gerakan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak). SAPA merupakan sebuah inisiatif partisipatif yang mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam pencegahan kekerasan berbasis gender dan perlindungan anak. Di akhir kegiatan, diadakan juga post-test untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaan peserta terhadap materi yang telah disampaikan.
Materi tentang Hak dan Perlindungan Perempuan membahas berbagai bentuk diskriminasi berbasis gender, Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) sebagai payung hukum internasional dalam melindungi hak-hak perempuan, serta prinsip dan tantangan dalam mewujudkan kesetaraan gender. Setelah itu, dilanjutkan materi tentang Hak dan Perlindungan Anak membahas tentang landasan hukum dalam melindungi hak anak, serta berdiskusi tentang kasus-kasus pelanggaran hak anak, seperti kasus pernikahan anak, putus sekolah, dan keterbatasan ruang aman dalam bermain.

Hari kedua kegiatan dimulai dengan pemaparan materi Pengarutamaan Gender (PUG) dan Panduan Pelaksanaan Gerakan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak). Dalam sesi PUG, tim Mitra Wacana menjelaskan kesetaraan gender tidak sekadar memperjuangkan hak perempuan, tetapi meningkatkan kapasitas dan partisipasi aktif perempuan dan laki-laki dalam pembangunan daerah. Tim Mitra Wacana juga menjelaskan indikator keberhasilan PUG meliputi partisipasi pengambilan keputusan, akses ekonomi, kesejahteraan, pendidikan, keadilan sosial, dan kesadaran terhadap perubahan sosial.
“Kesetaraan gender bukan hanya tentang perempuan, tapi tentang bagaimana laki-laki dan perempuan memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam kehidupan,” tegas Alfi Rahmadani, tim Mitra Wacana, pada sosialisasi di Kapanewon Galur, Kamis (23/10/2025).
Setelah pemaparan PUG selesai, dilanjutkan dengan pemaparan Panduan Pelaksanaan Gerakan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak) oleh Muhammad Mansur, tim Mitra Wacana. Gerakan SAPA menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga layanan, apparat hukum dan masyarakat dalam menciptakan sistem perlindungan yang cepat tanggap dan berkeadilan. Setelah menjelaskan tentang SAPA, Mansur mengajak semua peserta untuk berdiskusi tentang implementasi gerakan SAPA di tingkat kalurahan.
“Melalui gerakan SAPA, kita wujudkan lingkungan aman, setara, dan bebas dari kekerasan bagi perempuan dan anak,” ujar Mansur pada sosialisasi di Kapanewon Galur, Kamis (23/10/2025).
Melalui kegiatan ini, Mitra Wacana berharap adanya peningkatan kapasitas masyarakat, serta memperkuat pondasi pemahaman dan kesadaran kolektif dalam masyarakat tentang KRPPA. Selain itu, diharapkan proses kolaborasi ini dapat berjalan lebih efektif, partisipatif, dan berkelanjutan demi terciptanya kalurahan yang setara, aman, dan inklusif bagi perempuan dan anak.








