web analytics
Connect with us

volunteer

Pameran Sebagai Media Kampanye Dalam Menekan Upaya Pelemahan KPK

Published

on

Seni Lawan Korupsi
Ada apa dengan KPK ?

Agus Rahmad Hidayat
Mahasiswa

Pameran yang bertemakan “Berani Jujur  Pecat, Stop Pelemahan KPK” acara ini berlangsung pada tanggal 1-15 bulan Mei. Acara ini menyoroti isu upaya pelemahan KPK, seperti yang kita ketahui bersama beberapa upaya pelemahan ini terlihat jelas mulai dari Revisi UU KPK, Pembentukan Dewan Pegawas, sampai pada pengalihan status pegawai menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara).

Dalam acara pameran ini ada berbagai dari elemen lapisan dari masyarakat yang terlibat dalam acara pameran ini, yakni ada Pusat Studi Anti Korupsi (PUKAT UGM), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), KEN 8 koperasi warung teh tempat acara ini berlansung sacara offline, Potlak Studio, Conecting Desain Studio, Gusdurian, KPK sendiri juga terlibat, Efek Rumah Kaca (ERK), Fakultas Hukum UGM, dan lain-lain.  

Acara pameran ini juga mengajak masyarakat luas untuk terlibat dengan cara membuka jasa pembuatan poster melalui poster partisipatoris, cara agar ikut terlibat sangat mudah yaitu dengan selfi muka sendiri lalu menuliskan pernyataan sikap di poster tersebut dan akan di bantu oleh tim panitia untuk membuat poster yang siap di cetak untuk di display di ruang pameran dan cara ini hanya memakan waktu kurang dari 30 detik. Dengan cara sepert ini masyarakat yang tidak bisa mendesain bisa terlibat menyuarakan aspirasinya di poster, poster partisipatoris ini hanya di buka seminggu saja. Total karya poster yang sudah di display ada sekitar 55 poster, setengah dari poster tersebut hasil desainer dan ilutrator yang di undang untuk terlibat dalam acara tersebut dan setengah poster pasipatoris yang di buka melaui online tersebut.   

Dalam acara ini mengadakan dua jenis pameran, yang pertama pameran fisik atau offline dan yang kedua pameran online, pameran fisik atau offline ini diselengarakan di Warung Teh UMRAN berlokasi di daerah Gentan jalan Kaliurang. Warung Teh UMRAN ini adalah koperasi teh yang bekerjasama dengan petani-petani teh di jawa dan pameran onlinenya memanfaatkan media sosial sebagai media propagandanya, setiap hari akan ada 4 sampai 5 poster yang di posting secara serentak oleh organisasi yang terlibat dalam acara tersebut, poster yang di upload lengkap dengan konsep dan latar belakangnya. 

Media sosial sebagai ruang publik yang cukup efektif untuk manfaatkan media sosial sebagai media propaganda dengan produksi satu kali dan bisa di distribusikan mencakup wilayah yang sangat luas. Pameran poster ini cukup strategis dengan kolaborasi dari banyaknya desainer, ilustlator dan poster parsifipatoris dari kalangan masyarakat yang terlibat dengan kerja-kerja di media sosial (merepost dan membagikan link pameran poster) yang akan menjaring kekuatan sosial yang besar untuk menekan upaya pelemahan KPK. Pameran poster ini bukan galeri-galeri biasa dimana tertuang gagasan-gagasan aspirasi dalam menekan upaya pelemahan KPK yang tertuang di dalam poster sebagai wujud kongkrit dari kita untuk menolak upaya pelemahan KPK yang dilakukan oleh pemerintah saat ini. 

“Menyuarakan pikiran dan pendapat dalam  bentuk praktik- praktik apapun merupakan suatu hak dan kewajiban bagi kita. Apapun yang kita suarakan asalkan bisa dipertangggung jawabkan, negara  melindungi kita dengan jaminan yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 28, yang memang di rancang untuk menjamin keselamatan kita sebagai warga negara“   

~Anang Saptoto~

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

volunteer

Asal Usul Nama Curug Banyunibo

Published

on

Penyusun:
Chrisvian Destanti
Ika Sari Rahayu
Indah Setiyani

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia – UNY

 

Curug Banyunibo merupakan sebuah air terjun yang berada di dusun Kabrokan Kulon, kelurahan Sendangsari, kecamatan Pajangan, kabupaten Bantul. Nama Curug Banyunibo sama seperti nama sebuah air terjun yang berada di daerah Gunung Kidul. Curug Banyunibo terletak di sebuah hutan yang kini telah dirombak menjadi tempat wisata namun tetap tidak menghilangkan keasriannya. Di atas curug banyunibo terdapat bebatuan yang besar dan juga pepohonan sehingga menjadikan keadaan semakin rindang dan teduh. Dibalik keindahan air terjun dan juga keasrian alamnya, air terjun ini ternyata memiliki sejarah dan mitos yang menarik untuk ditelusuri. Ternyata keberadaan curug ini ada hubungannya dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Banyunibo dalam bahasa Indonesia berarti air yang terjatuh.

            Berdasarkan cerita dari masyarakat setempat, pada tahun 1954 yaitu sesaat sebelum pemilu pertama kali di Indonesia dilakukan, di dusun Kabrokan Kulon terdapat peristiwa yang cukup menggemparkan masyarakat setempat. Suatu ketika, seseorang yang tidak dikenal dan berpenampilan seperti pengemis mencuri buah jambu biji milik salah seorang warga di dusun Krebet, yaitu sebuah dusun yang terletak di sebelah utara daerah tempat Curug Banyunibo berada. Orang yang mencuri tersebut ketahuan oleh warga dan akhirnya terjadilah kejar-kejaran. Kejadian kejar-mengejar tersebut berakhir di atas air terjun Banyunibo, dan pencuri tersebut berhasil dikepung oleh warga. Karena merasa terancam, akhirnya pencuri tersebut melompat ke bawah dan jatuh di kubangan air terjun. Melihat hal tersebut warga setempat sangat kaget dan dengan segera mereka mengecek keadaan pencuri itu. Akan tetapi, hal yang menakjubkan terjadi. Pencuri tersebut selamat dan tidak mengalami cidera apapun. Dikarenakan sudah banyak sekali warga yang berada di sana, akhirnya pencuri tersebut menyerahkan diri. Setelah tertangkap, warga membawa orang tersebut menuju kantor kecamatan agar dapat diadili.

            Saat sedang proses introgasi, orang tersebut dimintai informasi mengenai identitas dirinya. Semua orang terkejut ketika mengetahui bahwa ternyata pencuri tersebut adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang sedang menyamar. Setelah ditanyai lebih lanjut, ternyata kedatangan Sri Sultan bermaksud untuk menguji dan mengetahui kesiapan masyarakat setempat jika kedatangan orang asing yang mungkin saja bermaksud jahat. Beliau menyamar menjadi rakyat biasa dengan pakaian yang compang-camping agar tidak ketahuan dan mengetes respon warga sekitar terhadapnya. Ternyata warga setempat daerah tersebut sudah siap siaga jika menghadapi pencuri, dan Sri Sultan merasa bangga akan hal tersebut.

            Berdasarkan kejadian Sri Sultan yang melompat dari ketinggian dan masih selamat tersebut akhirnya disebutlah curug tersebut menjadi curug Banyunibo. Walaupun banyunibo sendiri dapat juga diartikan sebagai air terjun, akan tetapi nama banyunibo itu dapat mengingatkan warga setempat mengenai kejadian besar itu. Meskipun belum terdapat bukti yang dapat menyatakan mengenai kejadian tersebut benar atau tidak, tetapi masyarakat sekitar sampai sekarang masih mempercayai cerita tersebut secara turun-temurun.

 

 

 

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending