Arsip
Talkshow Psikologi: Kupas Stigma Konsultasi ke Layanan Psikologi

Published
1 year agoon
By
Mitra Wacana
Mitra Wacana bersama volunteer dari Jurusan Psikologi UIN Sunan Kalijaga mengadakan talkshow radio di Smart 102.1 FM Yogyakarta. Topik yang dibahas dalam talkshow tersebut mengenai stigma yang muncul di masyarakat ketika seseorang ingin berkunjung dan berkonsultasi ke layanan psikologi. Perbincangan dalam talkshow antara Aviara Noor Oktarinanda dan Indah Nur Hidayanti selaku narasumber dengan Victo selaku penyiar radio SmartFM pada Rabu, 20 Desember 2023 berlangsung dengan sangat seru.
Pada perbincangan tersebut, Indah dan Aviara mengatakan bahwa ada banyak sekali stigma yang muncul di masyarakat terhadap seseorang yang akan melakukan konsultasi ke layanan psikologi, entah itu dianggap sebagai orang yang lemah, gila, kurang iman ataupun hal lainnya. Padahal sebenarnya orang tersebut hanya ingin bercerita, berkonsultasi, dan meminta bantuan ke layanan profesional. Bisa saja individu tersebut tidak menemukan lingkungan yang mendukung untuk tempatnya berbagi, bercerita, dan menemukan solusi yang tepat mengenai permasalahan hidupnya.
Selanjutnya, mereka membahas tentang perlunya datang dan berkonsultasi ke psikolog. Melakukan konsultasi ke psikolog itu memang bukan suatu keharusan, akan tetapi ketika seorang individu datang ke psikolog ia bisa mendapatkan bantuan dan solusi yang mana mungkin tidak ia dapatkan sebelumnya di lingkungannya. Selain itu, individu yang datang ke psikolog juga dapat bercerita dengan leluasa mengenai apa yang ia rasakan tanpa ada perasaan takut ceritanya akan tersebar luas. Seorang psikolog memiliki kode etik yang harus ia patuhi yakni tidak boleh menyebarkan data atau informasi apapun yang didapat dari klien ke orang lain.
Aviara pun menambahkan, “Pentingnya berkonsultasi ke psikolog itu analoginya seperti ketika kita jatuh. Ketika kita jatuh dan terluka lalu hanya dibiarkan dan tidak diobati, maka luka tersebut akan sulit untuk sembuh bahkan dapat menjadi semakin parah. Begitu pula dengan keadaan mental kita, ketika kondisi mental sudah merasa tidak nyaman atau bahkan sakit dan dibiarkan begitu saja maka kondisi itu juga dapat menjadi semakin parah. Untuk itu, tidak perlu menunggu kondisi mental semakin sakit untuk pergi dan mencari bantuan profesional karena ketika kondisi mental menjadi semakin parah, hal itu dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk pula pada diri sendiri”
Selain itu, hal yang tidak kalah penting adalah ‘aware terhadap diri sendiri’. Hal ini dikarenakan kondisi mental dan pertahanan tiap individu berbeda-beda, untuk itu ketika kita sudah merasakan kondisi diri yang tidak nyaman hingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan interaksi sosial, jangan takut dan ragu untuk mencari bantuan profesional yakni layanan psikologi sesegera mungkin agar tidak terjadi hal yang lebih buruk pada diri kita kedepannya. Saat ini layanan psikologi pun sudah cukup mudah untuk ditemukan di lingkungan terdekat seperti puskesmas, rumah sakit, dan biro psikologi. Bahkan beberapa institusi pendidikan pun juga telah menyediakan layanan konsultasi untuk setiap orang di dalamnya.
Terakhir, Aviara dan Indah mengajak semua masyarakat untuk dapat mengurangi stigma yang muncul ketika ada seorang ingin berkonsultasi ke psikolog. Hal itu dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pemahaman mengenai kesehatan mental, sharing pengalaman konsultasi agar orang lain juga tidak takut, dan juga sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya kesehatan mental dan layanan psikologi. (ulfi)
You may like
Arsip
Catatan Kilas Balik Perjalanan Perkumpulan Mitra Wacana 2024

Published
1 week agoon
18 March 2025By
Mitra Wacana
Kita memahami bahwa perubahan sosial tidak terjadi dalam semalam. Sejak awal berdiri pada 2 April 1996, Mitra Wacana meyakini bahwa perjuangan untuk keadilan dan kesetaraan gender merupakan perjalanan panjang yang harus dilalui dengan ketekunan dan semangat yang terjaga. Dalam konsep feminis, Bell Hooks menegaskan bahwa perubahan sosial hanya dapat terjadi melalui kesadaran kritis dan keterlibatan aktif komunitas. Sementara itu, Nancy Fraser menekankan bahwa keadilan sosial tidak hanya sebatas redistribusi ekonomi, tetapi juga mencakup pengakuan identitas dan representasi dalam ranah politik.
Merujuk pada kaidah tersebut, Mitra Wacana berupaya mewujudkan perubahan dari tingkat basis dengan melibatkan individu dan komunitas serta mendorong kebijakan yang adil gender dan berpihak pada kelompok rentan. Tahun 2024 menjadi bagian dari perjalanan ini, di mana terdapat tantangan, pencapaian, dan tentunya harapan. Sebagai organisasi yang berkomitmen terhadap perlindungan perempuan dan anak, kami ingin terus bergerak maju untuk mewujudkan ruang aman, membangun kesadaran, serta menghadirkan peluang bagi mereka yang suaranya kerap terabaikan.
Ruang Aman untuk Kelompok Rentan
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Mitra Wacana mengawali 2024 dengan berbagai program yang berorientasi pada edukasi di masyarakat. Pencegahan perdagangan orang (TPPO) tetap menjadi prioritas, mengingat tingginya angka migrasi tenaga kerja, terutama perempuan, yang sering kali berujung pada eksploitasi. Untuk itu, kami memperkuat Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) dan Kelompok Media Desa sebagai ruang berbagi ilmu dan penguatan kapasitas komunitas. Tak hanya itu, kami juga mendiseminasikan kampanye anti-perdagangan orang, baik melalui media digital maupun kegiatan berbasis komunitas. Kami percaya bahwa perubahan sejati dimulai dari akar rumput—melibatkan sebanyak mungkin pihak agar kesadaran kolektif tumbuh dan berkembang.
Namun, pencegahan TPPO bukan satu-satunya fokus kami. Tahun ini, Mitra Wacana juga semakin aktif dalam menyuarakan isu hak asasi manusia dan demokrasi. Bersama akademisi dan pemerintah, kami mengadakan diskusi tentang isu migrasi dan perdagangan orang. Salah satu pencapaian yang patut diapresiasi adalah penerbitan buku Menyuarakan Kesunyian, yang merangkum kisah-kisah pendampingan bersama komunitas. Buku ini diharapkan dapat membuka mata lebih banyak orang tentang kompleksitas persoalan yang dihadapi para penyintas, sekaligus menghadirkan suara bagi mereka yang selama ini kurang terdengar.
Salah satu aspek yang paling menyita emosi dalam perjalanan kami tahun ini adalah pendampingan psikososial. Mendengar kisah perempuan mantan pekerja migran yang mengalami kekerasan dan eksploitasi mengingatkan kami bahwa perjuangan belum selesai. Banyak dari mereka yang mengalami trauma, kehilangan rasa percaya diri, dan kesulitan menata kembali hidup mereka. Melalui layanan konseling dan penguatan jaringan rujukan di tingkat kalurahan hingga kabupaten, kami ingin memastikan bahwa mereka mendapatkan hak untuk pulih dan bangkit. Selain itu, kami ingin terlibat dalam membangun kembali kepercayaan diri mereka. Tidak sedikit perempuan yang akhirnya berani berbicara, berbagi pengalaman, bahkan turut membantu penyintas lain yang mengalami hal serupa.
Di sisi lain, kami juga semakin gencar melibatkan orang muda yang tersebar di sembilan kalurahan Kabupaten Kulon Progo untuk memahami pentingnya perdamaian dan toleransi. Program Peacebuilding yang kami jalankan di beberapa sekolah menengah atas membahas tema tentang ancaman kekerasan gender berbasis elektronik, yang kian marak di media sosial. Melalui workshop resolusi konflik, kami berharap bisa menanamkan nilai-nilai inklusivitas, penghormatan terhadap SARA, dan menciptakan ruang kebersamaan.
Di ranah advokasi kebijakan, Mitra Wacana terus berupaya mendorong implementasi Peraturan Bupati tentang TPPO. Sepanjang tahun ini, kami melakukan audiensi dengan pemerintah daerah, mendampingi penyintas kekerasan seksual dan eksploitasi ekonomi, serta turut serta dalam penyusunan kebijakan perlindungan perempuan dan anak agar semakin berpihak pada kelompok rentan.
Tentu, perjuangan dalam ranah kebijakan bukan perkara mudah. Tantangan seperti kurangnya komitmen dari beberapa pemangku kebijakan atau perubahan regulasi di tingkat nasional sering kali memengaruhi perjalanan advokasi. Namun, kami percaya bahwa dengan kerja sama lintas sektor dan penguatan jejaring, kebijakan yang lebih adil dan berpihak pada penyintas bisa terwujud.
Sepanjang tahun ini, kami menghadapi berbagai tantangan, mulai dari keterbatasan sumber daya manusia hingga regulasi yang terus berubah. Tidak semua penyintas memiliki akses terhadap layanan hukum dan pemulihan psikososial, sehingga masih banyak pekerjaan yang harus kami lakukan untuk memastikan sistem perlindungan yang lebih inklusif. Meski begitu, semua itu tidak membuat kami loyo apalagi patah semangat. Justru sebaliknya, kami semakin terdorong untuk menjadi lebih kuat dan adaptif terhadap perubahan.
Ke depan, kami berencana memperkuat kapasitas internal, membangun kolaborasi lebih luas dengan pemerintah, lembaga donor, serta mengembangkan kebijakan-kebijakan organisasi melalui kampanye sosial. Kami juga ingin lebih banyak melibatkan orang muda dalam gerakan ini. Karena pada akhirnya, merekalah generasi yang akan membawa perubahan. Dengan energi dan idealisme mereka, kami percaya bahwa perjuangan ini bisa terus berlanjut dan menjangkau lebih banyak orang.
Tahun 2024 mengajarkan kami banyak hal—tentang resiliensi, kerja sama, kepekaan terhadap perubahan, dan pentingnya keberlanjutan. Kami sadar bahwa kami bukan satu-satunya yang berjuang untuk perlindungan perempuan dan anak. Ada banyak individu, komunitas, dan organisasi lain yang bergerak di jalur yang sama. Oleh karena itu, kami percaya bahwa dengan kolaborasi dan semangat kebersamaan, perubahan besar bisa terwujud.
Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah menjadi bagian dari perjalanan organisasi pada periode 2021–2025, termasuk Dewan Pengawas (Siti Rohmani, Imelda Zuhaida, Rindang Farihah) dan Dewan Pengurus (Istiatun, Anastasia Novi Ekanti Hariani, Wahyu Tanoto), anggota perkumpulan, serta seluruh staf: Elva Delvia, Alfi Ramadhani, Mona Iswandari, Yngvie Ahsanu Nadiyya, Yunia Nur Andini, Ruliyanto, Muazim, Robi Setiyawan, dan Mohammad Mansur.
Kami juga berterima kasih kepada para mitra kerja, komunitas, Kelompok P3A, Forum Perempuan, Kelompok Media Desa, rekan-rekan magang, baik dari dalam maupun luar negeri, serta masyarakat luas yang telah mendukung keberlanjutan Perkumpulan Mitra Wacana. Mari terus menatap masa depan dengan merawat dan mengimplementasikan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender, menjaga harapan, serta berperan aktif demi terwujudnya ruang aman bagi perempuan dan masyarakat.
Bantul, 16 Februari 2025.
Ketua Dewan Pengurus,
Wahyu Tanoto