Ekspresi
Asal Usul Gunung Gentong Gunungkidul

Published
4 years agoon
By
Mitra Wacana
Cerita Mitos
Penyusun:
Chrisvian Destanti
Ika Sari Rahayu
Indah Setiyani
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia – UNY
Asal Usul Gunung Gentong
Gunungkidul
Gunung Gentong merupakan salah satu gunung yang menjadi kawasan wisata yang menarik di Gunungkidul, letaknya di Desa Ngalang, Dusun Manggung, kecamatan Gedangsari, Gunungkidul, DIY. Diceritakan Prabu Brawijaya V merupakan raja kerajaan Majapahit yang mempunyai seorang permaisuri dan beberapa selir salah satunya ialah Ratu Mayangsari. Ki Juru Sawah saudara raja diberikan amanah untuk menjaga Ratu Mayangsari yang sedang mengandung anak dari Prabu Brawijaya itu. Setelah penantian beberapa bulan akhirnya Ratu Mayangsari melahirkan seorang putra yang diberi nama Raden Patah.
Saat Raden Patah beranjak dewasa ia mengikuti Ki Juru Sawah secara sembunyi-sembunyi untuk pergi ke kerajaan mempersembahkan upeti pada raja berupa hasil sawah. Sesampainya di istana ia mengelilingi kerajaan dan terkagum-kagum melihat barang yang indah ada disana. Dengan sembunyi-sembunyi ia masuk ke gedung pusaka dan memukul gong pusaka yang menimbulkan suara yang sangat keras. Raja Brawijaya terkejut mendengar suara itu dan memerintahkan Mahapatihnya untuk mencari orang yang sudah berani memukul benda pusaka itu tanpa sepengetahuannya.
Sang Mahapatih membawa Raden Patah yang masih memegang pemukul gong ke hadapan raja. Sang raja terkejut, karena hanya orang yang mempunyai kekuatan besar yang dapat memukul gong itu. Ki Juru Sawah terkejut melihat Raden Patah tertangkap dan ia menceritakan bahwa Raden Patah adalah anak dari Ratu Mayangsari. Setelah mengetahui jika Raden Patah adalah putranya maka semenjak itu Raden Patah tinggal di Kraton Majapahit. Raden Patah tumbuh menjadi pemuda yang pintar berbagai macam ilmu, tidak hanya ilmu olah kanuragan tetapi juga ilmu kenegaraan. Raden Patah diutus raja untuk mengepalai wilayah jajahan majapahit di Palembang.
Suatu malam Raden Patah bermimpi dan diislamkan Kanjeng Sunan Kalijaga, ia menyuruh Raden patah pulang dan menengok ayahnya. Ia pun kembali ke Jawa membawa pasukan sebanyak seratus empat puluh orang. Di perjalanan saat tiba di daerah Glagahwangi yang masih berupa hutan, Raden Patah mendirikan sebuah masjid. Dalam kondisi yang lain ternyata terjadi kesalahpahaman antara Prabu Brawijaya dan anaknya. sang prabu mengira akan diserang oleh anaknya sendiri sehingga ia beserta permaisuri dan pengiringnya melarikan diri ke arah barat yaitu wilayah Gunungkidul.
Setibanya Raden Patah di Majapahit ia merasa kecewa karena kerajaan sudah kosong. Lalu Raden Patah pun memutuskkan untuk menyusul ayahnya ke Gunungkidul. Beberapa lama Prabu tinggal di Gunungkidul ia mendapat kabar anaknya telah menyusulnya lagi, kemudian ia pindah ke sebuah bukit di kawasan Gunungkidul dan mendirikan padepokan yang kini merupakan Desa Manggung. Disana sang Prabu kesulitan mendapatkan sumber air, terpaksa pengawalnya harus mencari air yang terletak di kaki bukit. Mendengar dari penduduk jika ayahnya tinggal di puncak bukit itu dan mengalami kesusahan mencari air, dengan kemampuan luarbiasa yang dimiliki Raden Patah ia melempar sebuah gentong atau padasan yang penuh berisi air ke puncak bukit Manggung.
Ketika sang prabu mendapati sebuah padasan secara tiba- tiba ia yakin itu adalah ulah anaknya. Sejak saat itu bukit tersebut dinamakan Gunung Gentong. Sampai saat ini gentong yang diceritakan itu masih ada tetapi sudah retak dan tidak dapat digunakan untuk menampung air. Walaupun Prabu Brawijaya terus melarikan diri akhirnya ia dapat disusul oleh anaknya dan kesalahpahaman itu dapat diselesaikan oleh Raden Patah.
Ekspresi
Mahasiswa asal Norway Penelitian Isu Kesetaraan Gender di Mitra Wacana

Published
3 months agoon
3 February 2025By
Mitra Wacana
Yogyakarta — Mitra Wacana, organisasi yang konsen pada isu kesetaraan gender, menerima kunjungan akademis dari Anja Bulic, mahasiswa S1 Global Development asal University of Agder, Norwegia, pada Senin (3/1/2025). Kunjungan pukul 11.00–12.00 WIB ini merupakan bagian dari penelitian Anja tentang ketidakadilan dan kekerasan berbasis gender di Indonesia yang dilakukan dalam rangka kerja sama antara University of Agder Norwegia dengan Universitas Gadjah Mada (UGM). Anja diterima langsung oleh Wahyu Tanoto (Dewan Pengurus) dan Alfi Ramadhani (Koordinator Divisi Pendidikan dan Pengorganisasian Mitra Wacana).
Sebelum kunjungan, Anja telah mengirim surat permohonan penelitian dilengkapi panduan pertanyaan dan kebutuhan data. Penelitian ini tidak hanya menjadi bahan skripsinya, tetapi juga bagian dari program kolaborasi antar universitas yang memfasilitasi mahasiswa Norwegia untuk melakukan studi lapangan di Indonesia. Fokus Anja adalah menganalisis korelasi konstruksi / peran gender dengan kekerasan berbasis gender, serta dampak sosial-budaya terhadap kesetaraan.
Dalam diskusi, Anja menyoroti tiga aspek utama: gambaran peran gender di ranah domestik dan publik, hubungannya dengan kasus kekerasan berbasis gender, serta pengaruh sosial-budaya dan keberagaman masyarakat terhadap kesetaraan gender.
Wahyu Tanoto menjelaskan, ketimpangan gender di Indonesia masih dipengaruhi kuat oleh struktur patriarki. “Di ranah domestik, perempuan sering dianggap sebagai pengurus rumah tangga, sementara laki-laki diharapkan menjadi pencari nafkah. Ini memicu ketimpangan akses pendidikan dan partisipasi politik,” jelasnya. Sementara Alfi Ramadhani menambahkan, mitos-mitos dan stigma yang berkembang di masyarakat yang justru memperparah kerentanan kelompok marginal.
Anja juga menggali program Mitra Wacana dalam mendorong kesetaraan gender, seperti pelatihan kesadaran gender bagi masyarakat, pendampingan korban kekerasan, dan advokasi kebijakan inklusif. “Kami menggunakan pendekatan multisektor, mulai dari edukasi di tingkat akar rumput hingga kolaborasi dengan pemerintah,” papar Alfi.
Kunjungan ini dinilai strategis untuk memperluas perspektif global terkait isu gender. “Kerja sama dengan akademisi internasional seperti Anja membantu kami mendokumentasikan praktik terbaik dan memperkuat jejaring advokasi,” tutup Wahyu.
Penelitian Anja diharapkan tidak hanya menyelesaikan tugas akademik, tetapi juga memberikan rekomendasi berbasis data untuk mengurangi kesenjangan gender di Indonesia. (ruly)

Warga Baciro dan Organisasi Lintas Iman Rancang Langkah Pencegahan Intoleransi dan Radikalisme

Pembaharuan Akta Organisasi, Mitra Wacana Kunjungi Bakesbangpol Bantul Bangun Komunikasi
