Opini
Introducing Lentera Hati Women’s and Children’s Learning Centre, Banjarnegara.
Published
8 years agoon
By
Mitra Wacana
By: Lilis Nur Khasanah, Rustinah, Warsono
Organisation
Lentera Hati Women and Children’s Empowerment Center (P3A) is an organisation in Berta Village, its membership is made up of men and women in Berta village that care about women’s and children’s issues. P3A Lentera Hati functions as a learning center for women and children, as well as a place to share information related to women and children. In addition, P3A LH also functions as a Women’s Crisis Center, complaints center and also supports victims. P3A LH was established on the 17th of October, 2014 in Berta village.
Symbol
A picture of a red heart is the symbol for P3A LH, this symbolises that it is an organisation established as a movement of love and caring towards women and children. Writing Lentera Hati with a candle flame in the I symbolises the hope that Lentera Hati will bring to the community. Although it’s only a small light, it’s hoped that it will be a solution to help overcome the problems faced by women and children, especially in Berta village.
Organisation Aim:
Lentera Hati Women’s and Children’s Learning centre has a goal of harnessing existing potential, in order to strive for government social welfare support in handling women’s and children’s social problems in the community.
1. Create an environment where society cares more about women’s and children’s issues.
2. Increase empathy and responsiveness towards victims of violence.
3. Empower women and children victims of violence.
Background:
The presence of Lentera Hati (P3A) is in order to help prevent the occurrence of violence towards women and children in Berta village. Activities that are done include awareness raising around the following;
1. Anti violence
Clarify what is the meaning of violence according to Law Number 35, 2014, an amendment to Law number 23, 2002 on Child protection, Article 1, 15a, which states that “Violence is any act against a child resulting in physical, psychological, sexual, and / or neglect, including the threat of unlawful conduct, coercion, or deprivation of liberty. Below are various examples of violence and there impact:
a) Physical violence, any form of intentional act of injuring the body of another person whether it be with a limb or with a device that creates a wound, bruising, teeth falling, or hair being pulled. Example: beaten, kicked, slapped, pulled. Impact: easy to get sick, insomnia, difficulty eating, bruising, injuries, bleeding, broken bones.
b) Psychological violence, any form of action or saying that offends or hurts the feelings of a person. Forms: humiliation, berating, bullying, or degrading remarks. Impact: low self-esteem, fear, insecurity, depression, stress, trauma.
c) Economic violence, any form of action that cause economic loss. For example, being employed not in accordance with the rules, economic exploitation, and being forced to beg. Impacts: Education is disturbed, loss of play time and time to gather with friends, hunger.
d) Sexual violence, any form of action or assault committed to or directed towards sexual areas and sexuality, either by the use of sexual organs or without using sexual organs. For example, harassment, molestation, rape, sexual exploitation, under-age marriage, forced marriage. Impact: Damage to sexual organs, unwanted pregnancy, sexually transmitted infection, trauma, depression, embarrassment, low self belief, fear.
e) Social violence, all forms of violence that result in social harm.
Example: ostracized, given a negative stigma, set aside in gatherings.
Impact: societal ostracism, gossip material, withdrawal from the social environment.
f) Political violence, any form of violence related with politics. For example, right to participate in politics aren’t fulfilled, not permitted to join elections. Impact: Cannot participate in politics, cannot participate in voting.
2. Reproductive health education for teenagers and children. Introducing the four zones on the body (mouth, chest, genitals, and buttocks) and how to protect them.
3. Parenting. The target of P3A’s is a parent. Explain how to recognize and understand the child’s wants and rights.
Besides that LH P3A also does coordination in networking.
Coordination and networking is done from:
1. Village Scope (RT, RW, Dusun Head, Village Government, community leaders, religious leaders, Family Welfare Education (PKK), and other organizations in the village).
2. At the sub-district level: Integrated Service Centers (PPT) Kecamatan, Police Sector (Polsek), Military Rayon Command (Koramil), Community Health Centers (Puskesmas), Family Planning Service Centers (PLKB) Kecamatan.
3. Scope of Banjarnegara Regency. Integrated Service Centers for Women and Children Empowerment (P2TP2A), Regional General Hospital (RSUD), Safe Houses, Social Services, Manpower and Transmigration, Population Control Offices, Family Planning, Women Empowerment and Child Protection, Education Office and Ministry of Religious Affairs Banjarnegara District.
Many people do not know what is Lentera Hati P3A and many people consider P3A LH only a bunch of housewives, but we always emphasize to all of society, and we invite society to help with all problems that are related with women and children, domestic violence, teenage problems, and parenting. Provide alternatives and information on solving the problem to the victim, but the final decision remains with the victim. We also have a counselling facility that is located besides SDN 1 Berta.
Secretariat
Gedung Lumbung Desa Berta RT 04 RW 02 Kecamatan Sususkan, Banjarnegara 53475 Jawa Tengah. Facebook : Lentera Hati Telpon +6282242094963/+6285647720005
You may like
Opini
Peran Sastra Populer dalam Meningkatkan Literasi di Kalangan Remaja
Published
1 week agoon
7 November 2025By
Mitra Wacana

Penulis : Fatin Fashahah, Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas
Sastra populer sering dipandang rendah, dianggap hanya untuk hiburan, dangkal, atau terlalu komersial. Sikap seperti ini muncul dari pendapat bahwa karya populer tak setara dengan karya-karya yang biasanya dipelajari di bangku perkuliahan. Padahal, bagi banyak remaja, sastra populer justru menjadi pintu pertama untuk mulai suka membaca. Mengabaikan atau mengecilkan peran sastra populer berarti menutup kesempatan bagi generasi muda untuk jatuh cinta pada dunia tulisan.
UNESCO menyebut Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Fakta ini menunjukkan bahwa masih rendahnya minat membaca rekreasi di banyak kelompok usia.
Namun, ketika pembaca terutama remaja diberi kebebasan memilih bacaan yang sesuai selera dan pengalaman mereka, minat membaca bisa saja meningkat. Dengan kata lain, relevansi isi buku terhadap kehidupan pembaca muda sangat menentukan apakah mereka akan terus membaca atau tidak. Sastra populer seperti buku young adult, novel roman remaja, dan cerita fantasi ringan sering kali menawarkan tema dan tokoh yang mudah dipahami remaja karena ceritanya seringkali dihubungkan dengan kehidupan remaja, sehingga mereka lebih tertarik untuk membaca.
Selain itu, sastra populer lebih mudah diakses lewat platform digital, cerita-cerita di aplikasi dan situs bacaan daring seperti Ipusnas, google play book, wattpad, karyakarsa dll. membuat remaja menemukan teks yang mereka suka kapan saja dengan mudah. Bentuk online juga mendorong interaksi pembaca bisa memberi komentar, berdiskusi, atau bahkan menulis kembali cerita mereka sendiri. Pengalaman berinteraksi seperti ini memberi dorongan kuat untuk terus membaca dan menulis. Beberapa karya yang awalnya populer di dunia maya kemudian diterbitkan secara cetak atau diadaptasi menjadi film dan serial menunjukkan bahwa bacaan populer punya peran penting dalam membangun ekosistem budaya yang lebih luas.
Penolakan terhadap sastra populer sering kali datang dari dua alasan utama. Pertama, alasan estetika, anggapan bahwa karya populer kurang bermutu secara sastra. Kedua, alasan moral atau konten bahwa beberapa cerita mengandung nilai yang dipertanyakan. Kritik seperti ini tidak salah jika tujuannya untuk memperbaiki kualitas karya. Namun, cara menanggapinya yang kurang tepat bisa membuat minat membaca remaja menjadi surut, seharusnya kita bukan melarang atau merendahkan bacaan tersebut. Akan lebih baik jika pembaca pemula diajarkan bagaimana cara membaca yang kritis. Dengan membimbing remaja membaca secara kritis, kita membantu mereka mengenali kekuatan dan kelemahan sebuah teks, sehingga pengalaman membaca menjadi lebih bermakna.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat membaca remaja diantaranya. Pertama, perpustakaan sekolah dan umum perlu menata koleksi yang seimbang baik karya klasik dan akademik berdampingan dengan bacaan populer. Pendekatan ini mengakui bahwa pembaca punya selera berbeda, dan memberi ruang bagi remaja yang sedang mencari gaya baca dan minat mereka. Kedua, guru dan pustakawan harus dilatih untuk memfasilitasi diskusi yang mengaitkan tema populer dengan konsep sastra dasar. Misalnya, dari sebuah novel populer, kita bisa mengajak pembaca membahas tokoh, alur, sudut pandang, atau pesan yang tersirat yanga terdapat di dalam novel tersebut. Langkah sederhana ini bisa mengubah bacaan ringan menjadi bahan belajar yang efektif.
Ketiga, adanya kegiatan klub baca dan lomba menulis berbasis minat yang bisa menghubungkan pembaca muda dengan mentor dan teman sebaya. Suasana komunitas yang saling mendukung membuat kegiatan membaca terasa lebih menyenangkan. Selain itu, adanya lomba menulis membuat remaja merasa diberi ruang kreatif untuk mengekspresikan dirinya. Keempat, harus ada kerja sama antara sekolah dengan platform digital. Hal ini penting untuk menyediakan akses yang aman dan terkurasi. Akses digital tanpa bimbingan bisa berisiko negatif dengan memperkenalkan konten yang kurang sesuai untuk pembaca dibawah umur. Oleh karena itu, peran pendidik dan orang tua tetap penting dalam menumbuhkan minat membaca terutama pembaca anak-anak dan remaja.
Secara budaya, sikap berhati-hati atau keraguan terhadap sastra populer sering kali membuat masyarakat melewatkan cerita-cerita yang sebenarnya dekat dengan kehidupan banyak orang, khususnya para remaja dari berbagai latar belakang. Karya populer dapat menjadi ruang untuk bereksperimen dengan bahasa, identitas, dan pengalaman sehari-hari. Ketika karya semacam ini dibahas di sekolah atau komunitas, karya tersebut berpotensi memperkaya imajinasi serta cara pandang masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Dengan demikian, sastra populer tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari wacana budaya yang turut membentuk cara berpikir dan berinteraksi dalam kehidupan sosial.
Kesimpulannya, alih-alih memandang sastra populer secara sebelah mata, akan lebih bermanfaat jika masyarakat mencoba melihat potensinya dalam meningkatkan minat baca dan memperkuat budaya literasi. Pendekatan yang inklusif dapat dimanfaatkan untuk menjadikan daya tarik sastra populer sebagai pintu masuk bagi pembaca pemula. Tentu saja, hal ini tetap perlu disertai dengan bimbingan dan adanya pengenalan terhadap keterampilan membaca kritis serta jenis bacaan yang lebih beragam. Dengan begitu, kebiasaan membaca tidak hanya meningkat, tetapi juga dapat mendorong perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa generasi muda.









