Uncategorized @id
Dialektika Pendidikan Seks Pada Anak
Published
7 years agoon
By
Mitra WacanaTempat : Radio Kartika Indah Swara
Hari/Tanggal : Senin, 22 Januari 2018
Waktu : 11.00-12.10 WIB
Narasumber : Sri Marpinjun (Aktivis Perempuan dan Pengelola PAUD)
Menurut definisi UU Perlindungan Anak, Anak adalah orang yang berusia 0-18 tahun. Banyak kasus kekerasan anak yang dilakukan oleh orang dewasa maupun anak-anak. Hal ini terus terjadi, lalu peran orang dewasa kepada anaknya untuk menghindari terjadinya kekerasan seksual itu seperti apa? Banyak anak yang tidak tahu dengan tubuhnya sendiri baik yang nampak di luar maupun tidak kelihatan. Anak perlu tahu organ tubuhnya dan apa akibat kalau ada sentuhan terhadap bagian tertentu karena selama ini banyak anak yang tidak tahu. Disini peran orang tua untuk mengenalkan tubuh kepada anak tentang alat reproduksi. Kapan anak mens, kapan anak mimpi basah, kenapa mereka memiliki itu?
Meskipun kadang masyarakat memahami bahwa dorongan seksual hanya muncul pada anak yang sudah besar, namun pada kenyataannya kejadian-kejadian kekerasan seksual dapat dilakukan anak usia SD, misal anak SD memperkosa temannya atau anak yang lebih kecil. Ini bisa disebabkan karena anak tersebut nonton film atau melihat sendiri. Anak perlu dirangsang untuk mengeluarkan pengalaman-pengalamannya ketika merasakan sesuatu dalam dirinya. Misalnya, dia merasa nikmat ketika dipegang alat kelaminnya. Dia merasa nikmat tapi karena tidak mengetahui hal tersebut penting untuk diceritakan, maka dia tidak menceritakannya. Misal ada anak laki-laki yang ketika melihat ada orang pakai rok lalu diangkat-angkat ingin tahu apa isi dalam rok itu, pegang-pegang payudara orang.
Sebagian masyarakat berfikir itu wajar dan sedikit saru. Namun sebenarnya anak bisa diajak diskusi tentang itu, kenapa dia melakukan itu. Selain mengenalkan pada anak tentang tubuhnya, juga mengenalkan perasaan yang muncul agar anak tahu sejak kecil. Pendidikan seksual juga tentang identitas, tentang keperempuanan dan kelaki-lakian, apa yang pantas dilakukan laki-laki dan apa yang pantas untuk dilakukan perempuan.
Pendekatan transedental sangat perlu karena anak perlu belajar tentang perkembangan sosial dan moral. Ini akan memberikan kerangka berfikir bagi anak apa yang boleh dan tidak boleh. Anak menjadi tahu jika bersentuhan dengan non muhrim akan ada bahayanya. Namun pendidikan agama saja tidak cukup, tapi juga harus diberikan teknik-teknik, misalnya bagaimana jika ada orang menyentuh. Anak perlu diberikan komunikasi yang bagus tetapi efektif, bagaimana melindungi diri yang baik, juga ilmu pengetahuan seperti biologi, sosial, dan ciri-ciri orang yang melakukan kekerasan yang harus dihindari. Ini juga akan memperkaya pengetahuan anak selain basis moral dari agama.
Pendidikan seksual pada anak diperlukan, namun banyak juga yang tidak setuju jika anak diberikan pendidikan ini. Sebagian orang dewasa menganggap anak akan tahu proses seksualitas dengan sendirinya. Sekarang ini anak terekspos informasi lebih cepat tentang pornografi, hal-hal yang membahayakan karena kekuatan pemikirannya belum stabil, berbeda dengan orang dewasa yang sudah pengalaman.
Tanggapan anak akan berbeda dari orang dewasa ketika melihat gambar porno. Anak perlu diasuh supaya mampu mengenali apa yang dirasakan dan dilihat terkait dengan organ reproduksi, identitas biologis dirinya sebagai laki-laki atau perempuan. Harus ada interaksi yang lebih banyak antara anak dengan guru atau pengasuh ketika anak mulai tidak nyaman terkait degan tubuh atau psikologisnya. Problematikanya adalah anak sering tidak mau membicarakan itu kepada orang dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa perlu banyak berinteraksi dengan anak. Tidak hanya membiarkan anak bermain dan tidak ada ruang untuk berbicara.
Manusia, memiliki ketertarikan seksual yang muncul sejak anak-anak. Namun orang tua kurang berdialog dengan pengalaman-pengalaman anak dan anak juga tidak tahu kalau hal tersebut penting untuk dibicarakan. Bisa jadi karena tidak ada kesempatan untuk berbicara atau memilki waktu tetapi tidak menganggap itu penting. Ada hubungan tentang potensi kekerasan seksual antara orang kelas ekonomi atas dan rendah. Jika di rumah tidak ada sekat, dan ketika orang tua atau tetangga melakukan hubungan seksual, mereka tumbuh dengan pengalaman-pengalaman seolah hal biasa dan membuat mereka ingin mencoba.
Berbeda dengan orang yang memiliki rumah dan ada sekat antar ruang. Banyak orang yang menjual prinsipnya, seperti kasus kemarin seorang ibu yang ikut mengarahkan anaknya saat divideo untuk melakukan hubungan seksual. Kasus tersebut bisa jadi karena alasan ekonomi, ataupun seorang ibu belum tahu tentang prinsip-prinsip bagaimana membangun keluarga yang aman dan sehat. Meskaipun ancaman agama sangat keras namun tetap banyak orang yang melakukan pelecehan seksual ini.
Perkembangan seksualitas pada anak, seperti mimpi basah atau menstruasi dini penting untuk menjadi pekerjaan rumah bagi orang tua karena bisa jadi pengaruh dari faktor makanan, sosial, sehingga orang tua harus menyiapkan dirinya. Kualitas pendidikan yang dimiliki ibu sangat penting selain fasilitas yang diberikan untuk anaknya, tapi yang paling menentukan adalah adanya interaksi yang mendukung sehingga anak tumbuh dengan percaya diri optimal. Jika anak sudah mendapatkan dukungan dari orang tua, anak tidak perlu lagi mencari perhatian dari orang lain, yang baisanya cenderung negatif. Interaksi inilah yang akan membangun kualitas anak menjadi optimal. Fasilitas yang ada tidak menjamin, namun interaksi yang bagus akan menjamin anak untuk lebih bagus kualitasnya.
Kesalah pahaman tentang memberikan pendidikan seks pada anak masih menjadi perdebatan. Banyak orang yang menagnggap anak akan mengetahui sendiri ketika sudah masanya. Ketidaksetujuan orang tua memberikan pendidikan ini karena dikhawatirkan anak akan melakukan hubungan seksual. Padahal pendidikan seksual ini adalah tentang memahami tubuhnya, psikologisnya, perasaan dan dorongan dalam dirinya, dan identitas mereka sebagai perempuan dan laki-laki, juga untuk membangun karakter, mana yang benar dan salah, kapan bereaksi wajar ketika ada orang menyentuh dirinya dan bagaimana membantu temannya ketika diganggu orang lain. Anak rentan perhatian dari orang laian, jadi apabila di rumah dia tidak mendapatkan dari keluarga maka dia akan mencarinya dari orang lain. (Muna).
*Disarikan dari talkshow radio
You may like
Opini
KONSTRUKSI MEDIA MASSA TERHADAP CITRA PEREMPUAN
Published
3 years agoon
18 October 2021By
Mitra WacanaDi era globalisasi, media massa menjadi salah satu hal yang penting dalam kehidupan masyarakat baik digunakan sebagai alat untuk komunikasi, mencari informasi, atau hiburan. Media massa terus mengalami perkembangan dari yang mulanya konvensional hingga sekarang menjadi modern . Berbicara mengenai media massa tentu ada hal yang menjadikan media massa memiliki nilai tarik tersendiri terlebih jika dihubungkan dengan keberadaan perempuan.
(Suharko, 1998) bahwa tubuh perempuan digunakan sebagai simbol untuk menciptakan citra produk tertentu atau paling tidak berfungsi sebagai latar dekoratif suatu produk. Media massa dan perempuan merupakan dua hal yang sulit dipisahkan. Terutama dalam bisnis media televisi. Banyaknya stasiun televisi yang berlomba-lomba dalam menyajikan sebuah program agar diminati oleh masyarakat membuat mereka mengemas program tersebut semenarik mungkin salah satunya dengan melibatkan perempuan. Perempuan menjadi kekuatan media untuk menarik perhatian masyarakat. Bagi media massa tubuh perempuan seolah aset terpenting yang harus dimiliki oleh media untuk memperindah suatu tayangan yang akan disajikan kepada masyarakat sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.
Media massa memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai wadah untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Informasi yang diberikan kepada masyarakat salah satunya dalam bentuk iklan sebuah produk atau layanan jasa . Iklan merupakan sebuah informasi yang diberikan kepada masyarakat mengenai hal yang berhubungan dengan suatu produk atau jasa yang dikemas dengan semenarik mungkin. Memiliki tujuan untuk menarik minat konsumen membuat salah satu pihak menjadi dirugikan . Pasalnya pemasang iklan dalam mengenalkan produknya kepada masyarakat sering kali memanfaatkan perempuan sebagai objek utama untuk memikat para konsumen. Memanfaatkan wajah dan bentuk tubuh sebagai cara untuk menarik perhatian masyarakat membuat citra perempuan yang dimuat pada iklan terus menjadi sumber perdebatan karena dinilai menjadikan tubuh perempuan sebagai nilai jual atas produk yang ditawarkan . Ironisnya hal ini terus menerus dilakukan.
Memanfaatkan fisik sebagai objek untuk diekploitasi sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Terlihat dari citra perempuan yang digambarkan oleh tayangan iklan ataupun acara program televisi. Kecantikan perempuan dijadikan sebagai penghias tampilan dari suatu program acara. Dipoles sedemikian rupa untuk mendapatkan tampilan yang cantik kemudian dikonsumsi oleh publik. Demi untuk mengedepankan kepentingan media bahkan hak hak perempuan yang seharusnya dimiliki mereka dikesampingkan oleh media .
Selain sebagai wadah informasi untuk masyarakat media massa juga berfungsi sebagai hiburan.. Tayangan televisi yang sampai saat ini menempati rating tertinggi yaitu dalam kategori sinetron. Gambaran dalam tayangan tersebut banyak yang melibatkan perempuan dengan menggambarkan posisi perempuan selalu dibawah laki-laki. Tidak terlalu memperhatikan pesan tersirat apa yang terkandung dalam tayangan tersebut, masyarakat terus-menerus mengkonsumsinya seolah tayangan tersebut tidak memiliki pesan yang bermasalah. Jika diperhatikan lebih lanjut banyak sekali peran perempuan yang digambarkan dari sisi lemahnya atau hanya melakukan pekerjaan domestik saja. Dengan begitu apa yang disajikan oleh media akan tertanam difikiran mereka sehingga menganggap pesan media massa sebagai realitas yang benar dan menjadi nilai yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kekuatan Media Massa Dalam Membentuk Citra Perempuan
Media massa memiliki kemampuan dalam membentuk citra . Bermula dari gambaran atas kenyataan yang ada dimasyarakat kemudian dikembangkan dengan menggunakan bahasa yang mengandung makna baru namun masih memiliki acuan terhadap fakta yang ada kemudian disajikan kepada masyarakat secara terus menerus. Dengan begitu citra yang dibentuk oleh media massa akan mempengaruhi realitas kehidupan dimasyarakat. Mengingat minat masyarakat terhadap objektifikasi perempuan cukup tinggi, media massa berlomba-lomba membentuk citra perempuan yang sempurna untuk mencapai target pasar dengan menggiring opini publik dalam menetapkan standar ‘cantik’ menurut media. Perempuan kerap kali dijadikan alat oleh media massa sebagai ladang untuk mendapatkan keuntungan dengan menampilkan kemolekan dan kecantikan fisiknya. Konstruksi sosial pada citra perempuan yang terjadi pada media massa bukan lagi hal baru dan tabu, fenomena ini terus berulang seolah menjadi kebenaran dalam mengkotakkan citra perempuan.
Selain itu pembenaran yang terus dilanggengkan oleh media massa terkait citra perempuan menjadikan sudut pandang masyarakat berkiblat pada standar yang digaungkan media massa tersebut sehingga menjadi salah satu agen budaya yang berpengaruh terhadap realita di kehidupan masyarakat. Penggambaran terhadap perempuan oleh media massa semakin memperjelas bahwa posisi perempuan diranah publik masih lemah.