Opini
Memilih Mainan Edukatif untuk Anak
Published
13 years agoon
By
Mitra Wacana
oleh Astriani
Saat ini banyak mainan dari luar negeri yang beredar di pasaran lokal. Anak-anak jauh lebih menyukai mainan tersebut sebab dari segi kemasan jauh lebih menarik. Permainan tradisional seperti gobag sodor, jamuran dan engklek pun sudah tidak diminati oleh anak. Anak lebih suka dengan permainan modern seperti game dan playstation. Selain itu trend mainan anak sekarang lebih berkiblat dari tayangan televise yang dilihat. Seperti sekarang contohnya, di televisi sedang trend bey blade atau gasing. Anak-anak pun memburu dan meminta orangtua untuk membelikannya. Beberapa bulan yang lalu ditelevisi juga sempat muncul permainan mobil tamiya dan anak-anak pun ikut heboh merengek ke orangtuanya untuk dibelikan.
Sebagai orangtua kita harus menyadari bahwa mainan bagi anak merupakan bagian dari proses belajar dan bermain. Mainan bisa meningkatkan daya pikir dan konsentrasi bagi anak. Tugas kita sebagai orangtua adalah memilih mainan yang tepat bagi anak, jangan asal pilih mainan karena bisa saja nantinya membahayakan bagi si anak. Meskipun sebagai orangtua kita mampu menuruti permintaan anak, tetapi jangan semua mainan yang diminta oleh anak langsung kita belikan. Sebab itu tidak mendidik anak untuk mandiri.
Orangtua tentu bisa memegang kendali dan mengarahkan anak ketika anak punya keinginan untuk memiliki salah satu mainan. Harus kita sadari mainan yang mahal belum tentu baik untuk tumbuh kembang si anak, sehingga ada baiknya orangtua mendampingi anak saat bermain. Yang paling penting bukan mahal atau tidaknya mainan tersebut tetapi bagaimana orangtua bisa menjadikan mainan tersebut bermanfaat bagi buah hatinya. Barang bekas pun bisa menjadi mainan yang edukatif bagi anak.
Dibawah ini tips memilih mainan yang baik bagi buah hati :
1. Pilihlah mainan yang memiliki nilai edukatif, sehingga anak bias belajar. Seperti mencocokkan gambar dan bermain puzzle
2. Pada saat membeli mainan, perhatikan label mainan yang tertera dan rekomendasi umurnya
3. Pilih mainan yang tidak mudah rusak dan copot agar tidak membahayakan anak
4. Pilih mainan yang bisa melatih daya ingat dan berfikir logis si anak, bisa berupa balok susun atau alat musik
5. Pastikan orangtua selalu mendampingi dan mengajak anak berkomunikasi saat bermain bersama.
Akhirnya, kita harus memperhatikan bahwa mainan untuk anak tidak harus mahal, tetapi sesuaikan dengan umur anak dan juga pilih mainan yang dapat merangsang daya pikir anak. Buah hati kita adalah generasi penerus masa depan bangsa, jaga dan dampingi dia.
*Disarikan dari berbagai sumber (kliping pendidikan dari 4 media yaitu Kedaulatan Rakyat, Tribun, Kompas, Harian Jogja dan HTTP/si janggut.blogdetik.com/feed/2011 )
You may like
Opini
Nasib Manuskrip Pasca Banjir: Upaya Penyelamatan dan Restorasi Budaya
Published
1 week agoon
8 December 2025By
Mitra Wacana

Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas2
Ungkapan “Sakali aia gadang, sakali tapian barubah.” bukan hanya sekedar pepatah Minangkabau, melainkan juga memori ekologis masyarakat terhadap alam. Banjir bukan hanya sekedar peristiwa alam, melainkan bagian dari sejarah yang terus berulang dan meninggalkan bekas pada masyarakat. Namun, perubahan yang ditinggalkannya bukan hanya pada bentang alam dan kehidupan sosial, tetapi juga pada jejak intelektual masa lalu masyarakat, salah satunya terekam dalam manuskrip.
Manuskrip merupakan tulisan yang ditulis menggunakan tangan pada lembaran-lembaran kertas, yang didalamnya berisi pemikiran orang-orang pada masa lampau. Sejalan dengan Baried (1985:54) manuskrip adalah medium teks berbentuk konkret dan nyata. Di dalam Manuskrip ditemukan tulisan-tulisan yang merupakan sebuah simbol bahasa untuk menyampaikan sesuatu hal tertentu. Manuskrip dapat dikatakan sebagai salah satu warisan nenek moyang pada masa lampau, berbentuk tulisan tangan yang mengandung berbagai pemikiran dan perasaan tercatat sebagai perwujudan budaya masa lampau. Sehingga akan sayang sekali jika pemikiran nenek moyang kita hilang akibat penanganan yang kurang tepat.
Manuskrip-manuskrip yang tersimpan di surau, rumah gadang, perpustakaan nagari, maupun kediaman para ninik mamak sering kali menjadi korban dari bencana alam, salah satunya banjir. Karena setelah banjir tersebut mulai surut, nasib manuskrip itu dipertaruhkan. Ketika banjir menyapu perkampungan, kertas-kertas manuskrip itu basah oleh air, menyebabkan tulisan pada teks-nya bisa saja pudar. Pada titik inilah penanganan awal menjadi penentu apakah sebuah naskah masih mungkin diselamatkan atau justru rusak.
Sayangnya, banyak masyarakat yang tidak mengetahui cara penanganan darurat manuskrip basah. Di beberapa tempat, manuskrip yang terendam justru dijemur langsung di bawah terik matahari yang bisa menyebabkan lembarannya menempel. Ada pula yang mengeringkannya di dekat api untuk mempercepat proses pengeringan, padahal suhu panas justru membuat tinta luntur dan kertas mengerut. Bahkan dalam situasi panik, sebagian manuskrip dibersihkan dengan kain kasar atau disikat karena dianggap kotor, yang pada akhirnya merobek halaman-halaman yang sebenarnya masih mungkin diselamatkan. Kecerobohan kecil seperti itu sering kali menjadi perbedaan antara manuskrip yang dapat bertahan dan punah.
Untuk itu, perlunya peran dan dukungan pemerintah dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya penanganan dan perawatan manuskrip yang benar, karena manuskrip seringkali berada di tengah-tengah masyarakat. Sehingga, detik-detik pertama setelah air surut sepenuhnya bergantung pada pengetahuan masyarakat setempat. Pemerintah dapat melibatkan masyarakat baik individu maupun lembaga dalam merawat dan melestarikan manuskrip.
Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan edukasi tentang perawatan manuskrip yang baik dan benar sehingga manuskrip yang ada seringkali rusak sebelum sempat di digitalisasi. Padahal langkah-langkah sederhana seperti memisahkan halaman yang menempel, mengeringkan naskah di tempat teduh dan berangin, atau menyerap air dengan tisu tanpa tekanan berlebihan, bisa menjadi penyelamat sebelum tim konservator datang. Edukasi inilah yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah daerah, perpustakaan, dan lembaga kebudayaan.
Bencana banjir sudah berulang kali terjadi, bahkan dari dahulu kala. Hal tersebut seharusnya menjadi pengingat bahwa pengetahuan mengenai perawatan naskah manuskrip sangat penting, tidak hanya bagi satu pihak saja tetapi diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Kerja sama antara pemerintah, akademisi, komunitas budaya, dan masyarakat adalah kunci dalam menjaga keberlangsungan manuskrip. Pemerintah dapat mengambil peran sebagai penyedia edukasi, tentang bagaimana penanganan darurat terhadap manuskrip, serta menyediakan peralatan yang menunjang penyelamatan manuskrip. Sementara masyarakat, sebagai pihak terdekat dengan naskah, menjadi penentu apakah pengetahuan teoretis itu dapat dijalankan dengan benar di lapangan.
Jika manuskrip adalah kunci yang menyimpan ingatan suatu peradaban, maka penyelamatannya adalah urusan berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga, masyarakat adat, dll. Banjir boleh mengubah bentuk geografis daerah, tetapi bukan berarti ia bisa menghapus jejak pemikiran para leluhur yang sudah diwariskan begitu lama. Karena pada akhirnya, yang membuat suatu masyarakat bertahan bukan hanya rumah dan infrastruktur yang diperbaiki, ataupun peradaban yang dibangun ulang, tetapi juga tentang cerita, gagasan, ilmu dan identitas yang mereka wariskan melalui lembaran-lembaran kertas tua.

Mitra Wacana Hadiri Rapat Koordinasi Organisasi Kemasyarakatan Kabupaten Bantul

Mitra Wacana Ikuti Orasi Budaya Hari HAM FISB UII





