web analytics
Connect with us

Opini

P3A; Upaya Pencegahan Perdagangan Manusia dari Desa

Published

on

belenggu perdagangan orang ft sammisreachers
Waktu dibaca: 3 menit

Oleh Astriani

Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) merupakan kumpulan perempuan yang mempunyai kesadaran untuk belajar dan berkembang bersama. Saat terbentuk, P3A beranggotakan para perempuan yang pernah bekerja di luar negeri, tetapi dalam perjalanannya perempuan yang tidak pernah bekerja keluar negeri juga mengikuti kegiatan dan menjadi anggota P3A. Di Kabupaten Kulon Progo sudah ada sembilan (9) P3A di tingkat desa (Hargorejo, Hargotirto, Kalirejo, Sentolo, Demangrejo, Salamrejo, Nomporejo, Banaran dan Tirtorahayu).

Beberapa hal yang yang menjadi tema diskusi dalam pertemuan P3A di antaranya pencegahan perdagangan manusia, keadilan dan kesetaraan gender, Undang-Undang Desa, pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, pencegahan kekerasan seksual, belajar berbicara di depan umum dan lain-lain. Setiap bulannya P3A melakukan pertemuan rutin yang biasanya dilakukan di rumah anggota P3A secara bergiliran. Selain pertemuan rutin anggota P3A juga mengikuti sekolah perempuan Omah Perempuan Sinau Desa (OPSD) yang bertujuan melakukan pencegahan perdagangan manusia di tingkat desa. Salah satu upaya yang dilakukan oleh P3A yaitu melakukan sosialisasi di pertemuan-pertemuan di masing-masing desa, misalnya saat pertemuan di tingkat Rukun Tetangga (RT), dusun atau desa.

Terbitnya Surat Keputusan (SK) dari pemerintah desa semakin mempopulerkan organisasi dengan harapan membuka peluang terhadap P3A terlibat dalam setiap proses-proses pengambilan kebijakan di desa. Beberapa SK yang sudah diterbitkan, antara lain : P3A Putri Pertiwi Desa Nomporejo, P3A Pesisir Desa Banaran Kecamatan Galur, dan P3A Sekar Melati Desa Hargorejo Kecamatan Kokap.

Hadirnya UU NO. 21 tahun 2007  tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan UU NO. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia semestinya menjadi payung dalam pencegahan perdagangan orang, namun sayangnya baru ada aturan di tingkat daerah yaitu Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta No. 6 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Sedangkan kebijakan lain dalam bentuk peraturan daerah khusus untuk persoalan perdagangan orang setahu kami belum ada, akibatnya menjadi alasan-penyebab pemerintah desa belum menerbitkan peraturan desa karena belum ada acuannya. Disisi lain meskipun pemerintah desa belum memiliki aturan tentang pencegahan perdagangan di tingkat desa, akan tetapi pemerintah desa bersama Mitra Wacana WRC dan P3A mencoba membangun kesepahaman pandangan jika perdagangan orang merupakan tanggung jawab bersama.

Selain melakukan dialog dengan pemerintah desa, P3A juga melakukan pendataan berkaitan dengan warga yang saat ini bekerja ke luar negeri. Pendataan ini selain bertujuan untuk memperkuat P3A ketika melakukan audiensi dengan pemerintah desa, selanjutnya data tersebut diharapkan sebagai salah satu cara untuk melakukan kros-cek ketika ada warga yang bekerja di luar negeri, karena pemerintah desa juga bertanggung jawab jika mengeluarkan surat pengantar/keterangan (domisili dan mencari kerja).

Di Kulon Progo, masing-masing kecamatan sudah terbentuk FPKK, tetapi untuk desa belum semuanya ada FPKK. Misalnya di sembilan (9) desa dampingan Mitra Wacana WRC, FPKK desa baru terbentuk di desa Hargorejo Kecamatan Kokap. Untuk 8 desa lainnya belum ada. Menurut hemat penulis sebaiknya desa mendorong terbentuknya FPKK tingkat desa sebagai forum koordinasi pencegahan dan penanganan kasus dan melibatkan P3A untuk aktif dalam forum ini sebagai bagian dari upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak.

Selama ini belum banyak masyarakat yang memahami akses layanan dan alur penanganan kasus kekerasan jika terjadi di lingkungannya. Bahkan, masyarakat kadang takut untuk melaporkan kasus tersebut karena nanti dianggap ikut campur urusan rumah tangga orang lain. Harapannya, dengan adanya FPKK di desa P3A dan masyarakat bisa lebih mudah, semakin berani melaporkan jika ada kasus kekerasan. Menurut hemat penulis, perlu ada sistem-kebijakan di desa yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak maupun pencegahan perdagangan manusia. Kebijakan lain yang sebenarnya bisa dioptimalkan untuk pencegahan dan penanganan kekerasan adalah Perbup Kulon Progo No. 4 Tahun 2016 tentang Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK). FPKK ini berada di tingkat Kabupaten, Kecamatan dan Desa. Akan tetapi perbup ini tidak spesifik mengatur pencegahan tindak pidana perdagangan orang. Fungsi FPKK untuk pelayanan dan pemberdayaan terhadap penyintas kekerasan perempuan dan anak. FPKK juga berfungsi mencegah kasus kekerasan agar tidak terulang.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Bentuk-Bentuk Kekerasan di Tempat Kerja

Published

on

Sumber: Freepik

Waktu dibaca: 2 menit

Oleh Wahyu Tanoto

Menurut studi yang dilakukan oleh Equal Employment Opportunity Commission (EEOC) pada 2016 di Amerika Serikat, sekitar 75% orang yang mengalami pelecehan di tempat kerja tidak melaporkan kejadian kepada manajer, supervisor, atau perwakilan serikat pekerja. Salah satu alasan utama adalah karena merasa takut akan keamanan kerja serta takut kehilangan sumber pendapatan mereka. Selain itu ada beberapa faktor lain, seperti:

  1. Faktor relasi kuasa. Salah satu pihak memiliki kekuatan, posisi atau jabatan yang lebih tinggi atau dominan dibandingkan korban. Misalnya, antara bos dengan karyawan.
  2. Kebijakan perlindungan pekerja masih tidak jelas. Absennya perlindungan terhadap korban dapat menyebabkan korban merasa takut untuk melapor karena khawatir pelaku akan balas dendam dan melakukan kekerasan yang lebih parah.
  3. Mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual yang tidak tersedia. Misalnya, perusahaan belum memiliki Standard Operating Procedure (SOP) mengenai kekerasan seksual, sehingga tidak ada jalur pelaporan atau sanksi yang jelas.
  4. Budaya yang kerap menyalahkan korban, seperti: “Kamu sih ke kantor pakai baju seperti itu!” “Kamu ngapain memangnya sampai bos marah begitu?”

Namun, kemungkinan lain adalah karena banyak orang belum memahami atau tidak yakin perilaku apa saja yang melanggar batas dan dapat dikategorikan sebagai pelecehan atau kekerasan. Maka dari itu, yuk kita bahas apa saja bentuk-bentuk pelecehan dan kekerasan di tempat kerja!

Kekerasan verbal

Kekerasan verbal termasuk ucapan yang merendahkan, melakukan gerakan yang ofensif, memberikan kritik yang tidak masuk akal, memberikan cercaan atau komentar yang menyakitkan, serta melontarkan lelucon yang tidak sepantasnya. Beberapa contohnya adalah:

  • Mengirim email dengan lelucon atau gambar yang menyinggung identitas seseorang, seperti identitas gender, orientasi seksual, ras, atau agama.
  • Berulang kali meminta kencan atau ajakan seksual, baik secara langsung atau melalui pesan.
  • Membuat komentar yang menghina tentang disabilitas seseorang.
  • Mengolok-olok aksen berbicara (logat) seseorang.

Kekerasan psikologis

Perilaku berulang atau menjengkelkan yang melibatkan kata-kata, perilaku, atau tindakan yang menyakitkan, menjengkelkan, memalukan, atau menghina seseorang. Ini termasuk:

  • Mengambil pengakuan atas pekerjaan orang lain.
  • Menuntut hal-hal yang mustahil.
  • Memaksakan tenggat waktu (deadline) yang tidak masuk akal pada karyawan tertentu.
  • Secara terus-menerus menuntut karyawan untuk melakukan tugas-tugas merendahkan yang berada di luar lingkup pekerjaannya.

Kekerasan fisik

Pelecehan di tempat kerja yang melibatkan ancaman atau serangan fisik, termasuk sentuhan yang tidak diinginkan. Misalnya:

  • Menyentuh pakaian, tubuh, baju, atau rambut orang lain.
  • Melakukan penyerangan fisik. Misalnya: memukul, mencubit, atau menampar.
  • Melakukan ancaman kekerasan.
  • Merusak properti pribadi. Misalnya: mengempeskan ban kendaraan, melempar ponsel orang lain.

Kekerasan berbasis digital

Ini merupakan berbagai bentuk kekerasan atau pelecehan yang dilakukan di ranah daring (online), seperti:

  • Memposting ancaman atau komentar yang merendahkan di media sosial.
  • Membuat akun palsu dengan tujuan merundung seseorang secara online.
  • Membuat tuduhan palsu.
  • Menyebarkan foto atau rekaman orang lain yang bersifat privat atau bernuansa seksual.

Kekerasan seksual

  • Rayuan seksual yang tidak diinginkan.
  • Melakukan sentuhan yang tidak pantas atau tidak diinginkan.
  • Melontarkan lelucon bernuansa seksual.
  • Membagikan media pornografi.
  • Mengirim pesan yang bersifat seksual.
  • Pemerkosaan dan kegiatan seksual lain yang dilakukan dengan paksaan.
  • Meminta hubungan seksual sebagai imbalan atau promosi pekerjaan.

Jika kamu atau teman kerjamu mengalami salah satu atau beberapa bentuk kekerasan seperti yang disebutkan di atas dan membutuhkan bantuan lembaga layanan, kamu bisa cek website https://carilayanan.com/ atau belipotbunga.com ya. Jangan ragu untuk segera mengontak lembaga layanan, karena mereka ada untuk membantu kamu!

Sumber

 https://carilayanan.com/kekerasan-di-tempat-kerja/

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending

EnglishGermanIndonesian