Opini
Pangan dan Landasan Hakiki Kedaulatan Bangsa
Published
13 years agoon
By
Mitra Wacana

Imelda Zuhaida
oleh Imelda Zuhaida
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi “hak asasi” setiap rakyat Indonesia, oleh karenanya persoalan pangan menjadi landasan yang paling mendasar dari kedaulatan suatu bangsa sehingga pemenuhannya diperlukan usaha yang menyeluruh dari segenap potensi dan komponen bangsa. Swasembada pangan merupakan dasar untuk mencapai kemandirian pangan tanpa tergantung dari negara lain dan mempunyai daya tahan tinggi terhadap perkembangan dan gejolak ekonomi dunia sehingga dapat tercipta kemandirian bangsa.
Persoalan dan kendala dalam pencapaian kemandirian ini adalah ketidak mampuan system pemerintah pusat maupun daerah otonom untuk menjamin terbentuknya system pangan yang mandiri dan berdaulat, baik konsumsi maupun produksi. Pemerintah juga sangat lemah dalam menghadapi kebijakan negara ekonomi maju yang menggunakan komoditas pangan sebagai alat politik., maka sistem kedaulatan pangan sebagai sub sistem dari kedaulatan negara harus diperkuat.
Kedaulatan pangan berarti sistem yang menjamin hak suatu bangsa dalam menentukan kebijakan pangan berbasis kemandirian untuk memenuhi kebutuhan pangan yang diutamakan dari produksi sendiri melalui pengendalian system produksi, konsumsi dan distribusi yang berperikeadilan berdasarkan potensi sumber daya, ekologis, social, ekonomi dan budaya yang mencapai sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian pemerintah dituntut dapat menciptakan system pangan yang dapat menguntungkan bagi produsen bahan pangan dan industri pangan yang sekaligus memberikan kepuasan maksimal bagi konsumen. Untuk itu perlu upaya penguatan kelembagaan pertanian yang integratif dari tingkat pusat dan daerah hingga tingkat petani serta mengurangi kebijakan yang dis-insentif bagi pertanian pangan dan petani.
Perubahan Iklim
Isu perubahan iklim dewasa ini telah mengalami transformasi dimensi dari yang bersifat global menjadi isu strategis nasional. Salah satu kekawatiran terbesar perubahan iklim adalah dampaknya terhadap pertanian dan ketahanan pangan nasional. Hasil penelitian Food dan agriculture Organization (FAO) pada tahun 2010 menginformasikan bahwa mulai tahun 2030 mendatang akan terjadi bencana kelaparan global yang dialami oleh Negara berkembang di kawasan Asia, Afrika dan Amerika Latin. Se
Secara ilmiah, perubahan iklim global dipicu oleh akumulasi gas-gas pencemar di atmosfer terutama karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitroksida (N2O0 dan klorofluorokarbon (CFC). Konsentrasi tinggi adri gas-gas pencemar tersebut akan memperangkap energy panas matahari yang dipantulakan oleh permukaan bumi di zone atmosfer. Fenomena ini sering disebut sebagai efek rumah kaca ( green house effect) yang diikuti oleh meningkatnya suhu permukaan bumi yang diistilahkan sebagai pemanasan global (global warming). Dampak utama dari perubahan iklim, pemanasan global membawa dampak ikutan, antara lain meningkatnya anomaly curah hujan yang berdampak resiko kekeringan (el nino) maupun kebanjiran (el nina). Hal ini mengindikasikan sector pertanian yang paling rentan terhadap fenomena anomaly curah hujan.
Langkah strategis yang bisa dilakukan adalah:
- Penggunaan varietas yang sesuai
- Pemanfaatan air hujan secara efisien melalui pemanenan air hujandan air banjir, missal dengan pembuatan embung dan dam parit.
- Pemanfaatan informasi iklim oleh petani dari sekolah lapang iklim (SLI)
- Penguarangan emisi gas rumah kaca dari praktek pertanian , missal pada padi sawah: tidak membenamkan jerami atau bahan organic mentah ke dalam tanah tergenang (emisi CH4), tidak menempatkan pupuk urea dalam keadaan teroksidasi dan memilih varietas padi yang mempunyai emisi CH4 rendah
- Pemanfaatan teknologi informasi oleh petani
Komoditas Pangan Rentan Inflasi
Kenaikan harga komoditas pangan dan emas hingga akhir tahun yang berdampak terhadap inflasi patut diwaspadai. Sejumlah langkah pengendalian harus ditempuh guna mengantisispasi tingkat imflasi tidak melampaui target pemerintah. Inflasi umum perlu ditekan dengan pengendalian harga komoditas pangan karena selama ini kenaikan harga pokok menjadi factor utama pendorong inflasi umum.
Berdasarkan data Badan pusat Statistik, laju inflasi Januari-Juli 2011 tercatat 1,74 persen. Inflasi umum Juli 2011 sebesar 0,67 persen dan inflasi tahunan terhadap Juli 2010 adalah 4,61 persen. Adapun target pemerintah dalam APBN 2011 5,3 persen dan target inflasi APBN-Perubahan 2011 5,65 persen.
Bulan puasa dan lebaran berdampak dominan inflasi pada bulan Agustus. Karena danya peningkatan harga pangan, pakaian dan jasa transportasi saat orang mudik. Transportasi barang yang tidak baik menyebabkan pangan tidak terdistribusi dengan baik, hal ini menyebabkan psikologi harga yang mendorong terjadinya spekulasi, fluktuasi harga pangan menjadi dominan.
Petani Sulit Memiliki Akses Modal
Hasil pertanian yang kian tidak menentu dan kegagalan panen membuat petani semakin sulit mendapatkan modal untuk berproduksi. Para petani terpaksa meminjam modal dari tetangga atau tengkulak yang mekanismenya lebih sederhana agar tetap bias berproduksi. Meski ada sumber pembiayaan yang lain seperti kredit usaha rakyat, kredit ketahanan pangan dan energi serta program pengembangan usaha agribisnis pedesaan , mereka masih merasa asing. Mereka juga takut meminjam dengan tempo dan waktu pengembalian yang ketat karena penghasilan mereka tidak pasti.
Sebagian petani memilih langkah praktis, yaitu meminjam modal dari tengkulak yang biasanya membeli gabahnya, sehingga hasil panen bergantung sekali pada tengkulak. Akibatnya saat ini banyak lahan sawah dikuasai oleh pemodal, petani hanya sebagai penggarap, bukan pemilik sawah.
Konflik Pemilikan dan Penguasaan Tanah
Sensus pertanian tahun 2003 menunjukkan jumlah petani gurem yang menggarap tanah kurang dari 0,2 ha per keluarga dan buruh tani yang tidak memiliki lahan meningkat 25,68% (dari 10,9 juta menjadi 13,7 juta) dalam kurun waktu 10 tahun. Data perhitungan BPS maret 2011, jumlah petani dalam kategori tersebut telah mencapai 18,2 juta, artinya dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, laju pertambahan petani miskin telah melampaui pertambahan satu dasa warsa sebelumnya, sebab dari tahun 2003 sampai 2011 pertambahan petani miskin menjadi 32,84%.
Semakin bertambahnya petani miskin serta menyempitnya lahan yang mereka kuasai, menimbulkan gejolak ketidak puasan, protes dan perlawanan petani. Konflik petani untuk mempertahankan tanah sebagai ajang hidup bagi keluarganya sering terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Apabila peristiwa serupa tidak cepat etratasi, akan memicu terjadinya pergolakan social seperti yang terjadi di masa lalu, seperti peristiwa Tanjungmorawa di masa Orde Lama, Kedung Ombo dan Jenggawah di masa Orde Baru.
Sebenarnya UU No. 5 tahun 1966 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria secara tegas mengamanatkan pengaturan tata guna tanah. Tersurat dan tersirat secara kuat, UU tersebut menghendaki penataan pemanfaatan tanah secara adil bagi kepentingan dan kesejahteraan segenap lapisan masyarakat. Secara teknis UU tersebut belum memiliki perangkat aturan pelaksana sehingga belum dapat diterapkan. Disamping itu, UU tersebut lebih dari 30 tahun “terpetieskan” secara politis dan stigma UU yang berpaham komunis. Seiring dengan era baru saat ini, stigma itu perlu direhabilitasi.
Lonceng Kematian Petani
Petani di Indonesia tidak bisa berharap bisa hidup sejahtera. Apalagi petani pedesaan yang merupakan 80% profesi penduduk Indonesia dan 70% diantaranya dikategorikan sebagai petani miskin. Petani selalu identik dengan kemiskinan yang abadi. Tak heran jika profesi sebagai petani mulai ditinggalkan. Mereka biasanya beralih profesi, sebagai tukang batu, buruh pabrik berdagang dan sebagainya.
Anak-anak merekapun memilih urbanisasi ke kota daripada mengelola tanah pertanian yang tidak menjanjikan keuntungan, mereka mempunyai pengalaman traumatic bahwa menjadi petani hanya akan mewarisi kemiskinan orang tua. Tidak heran jika beberapa tahun terakhir impor bahan pokok seperti kedelai dan beras terus dilakukan, padahal dulu Indonesia ‘raja’ bagi kedua komoditas tersebut.
Angka urbanisasi anak petani ke kota-kota besar meningkat tajam tiap tahunnya. Kondisi ini tentu menjadi ancaman besar, sebab sector pertanian kita tidak mungkin ada regenerasi yang memadai, padahal kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Jika ini tidak dicegah, praktis dunia pertanian Indonesia sedang menunggu lonceng kematian.
Petani Indonesia dikepung oleh berbagai masaalah yang sulit dipecahkan. Kebijakan liberalism yang tidak dapat dibendung pemerintah. Pemerintah malah antusias mengikuti arus perdagangan bebas dengan menghapus tariff produk pertanian, menghapus biaya impor pangan dan menghapus segala bentuk protek terhadap petani. Akibatnya bahan pangan dari luar negeri bebas masuk ke Indonesia yang berakibat anjloknya martabat petani local.
Jika pemerintah tetap memakai mazhab neoliberalisme, satu-satunya jalan yang bias ditempuh guna lepas dari belenggu tersebut adalah dengan memakai mazhab ekonomikerakyatan yang anti imperalisme. Proteksi terhadap komodite pertanian dan martabat petani local, mutlak adanya, yang didasari atas solidaritas dan kerja sama yang baik antara petani dan pemerintah, sehingga kedaulatan pangan segera terwujud.
Opini
Peran Sastra Populer dalam Meningkatkan Literasi di Kalangan Remaja
Published
7 days agoon
7 November 2025By
Mitra Wacana

Penulis : Fatin Fashahah, Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas
Sastra populer sering dipandang rendah, dianggap hanya untuk hiburan, dangkal, atau terlalu komersial. Sikap seperti ini muncul dari pendapat bahwa karya populer tak setara dengan karya-karya yang biasanya dipelajari di bangku perkuliahan. Padahal, bagi banyak remaja, sastra populer justru menjadi pintu pertama untuk mulai suka membaca. Mengabaikan atau mengecilkan peran sastra populer berarti menutup kesempatan bagi generasi muda untuk jatuh cinta pada dunia tulisan.
UNESCO menyebut Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Fakta ini menunjukkan bahwa masih rendahnya minat membaca rekreasi di banyak kelompok usia.
Namun, ketika pembaca terutama remaja diberi kebebasan memilih bacaan yang sesuai selera dan pengalaman mereka, minat membaca bisa saja meningkat. Dengan kata lain, relevansi isi buku terhadap kehidupan pembaca muda sangat menentukan apakah mereka akan terus membaca atau tidak. Sastra populer seperti buku young adult, novel roman remaja, dan cerita fantasi ringan sering kali menawarkan tema dan tokoh yang mudah dipahami remaja karena ceritanya seringkali dihubungkan dengan kehidupan remaja, sehingga mereka lebih tertarik untuk membaca.
Selain itu, sastra populer lebih mudah diakses lewat platform digital, cerita-cerita di aplikasi dan situs bacaan daring seperti Ipusnas, google play book, wattpad, karyakarsa dll. membuat remaja menemukan teks yang mereka suka kapan saja dengan mudah. Bentuk online juga mendorong interaksi pembaca bisa memberi komentar, berdiskusi, atau bahkan menulis kembali cerita mereka sendiri. Pengalaman berinteraksi seperti ini memberi dorongan kuat untuk terus membaca dan menulis. Beberapa karya yang awalnya populer di dunia maya kemudian diterbitkan secara cetak atau diadaptasi menjadi film dan serial menunjukkan bahwa bacaan populer punya peran penting dalam membangun ekosistem budaya yang lebih luas.
Penolakan terhadap sastra populer sering kali datang dari dua alasan utama. Pertama, alasan estetika, anggapan bahwa karya populer kurang bermutu secara sastra. Kedua, alasan moral atau konten bahwa beberapa cerita mengandung nilai yang dipertanyakan. Kritik seperti ini tidak salah jika tujuannya untuk memperbaiki kualitas karya. Namun, cara menanggapinya yang kurang tepat bisa membuat minat membaca remaja menjadi surut, seharusnya kita bukan melarang atau merendahkan bacaan tersebut. Akan lebih baik jika pembaca pemula diajarkan bagaimana cara membaca yang kritis. Dengan membimbing remaja membaca secara kritis, kita membantu mereka mengenali kekuatan dan kelemahan sebuah teks, sehingga pengalaman membaca menjadi lebih bermakna.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat membaca remaja diantaranya. Pertama, perpustakaan sekolah dan umum perlu menata koleksi yang seimbang baik karya klasik dan akademik berdampingan dengan bacaan populer. Pendekatan ini mengakui bahwa pembaca punya selera berbeda, dan memberi ruang bagi remaja yang sedang mencari gaya baca dan minat mereka. Kedua, guru dan pustakawan harus dilatih untuk memfasilitasi diskusi yang mengaitkan tema populer dengan konsep sastra dasar. Misalnya, dari sebuah novel populer, kita bisa mengajak pembaca membahas tokoh, alur, sudut pandang, atau pesan yang tersirat yanga terdapat di dalam novel tersebut. Langkah sederhana ini bisa mengubah bacaan ringan menjadi bahan belajar yang efektif.
Ketiga, adanya kegiatan klub baca dan lomba menulis berbasis minat yang bisa menghubungkan pembaca muda dengan mentor dan teman sebaya. Suasana komunitas yang saling mendukung membuat kegiatan membaca terasa lebih menyenangkan. Selain itu, adanya lomba menulis membuat remaja merasa diberi ruang kreatif untuk mengekspresikan dirinya. Keempat, harus ada kerja sama antara sekolah dengan platform digital. Hal ini penting untuk menyediakan akses yang aman dan terkurasi. Akses digital tanpa bimbingan bisa berisiko negatif dengan memperkenalkan konten yang kurang sesuai untuk pembaca dibawah umur. Oleh karena itu, peran pendidik dan orang tua tetap penting dalam menumbuhkan minat membaca terutama pembaca anak-anak dan remaja.
Secara budaya, sikap berhati-hati atau keraguan terhadap sastra populer sering kali membuat masyarakat melewatkan cerita-cerita yang sebenarnya dekat dengan kehidupan banyak orang, khususnya para remaja dari berbagai latar belakang. Karya populer dapat menjadi ruang untuk bereksperimen dengan bahasa, identitas, dan pengalaman sehari-hari. Ketika karya semacam ini dibahas di sekolah atau komunitas, karya tersebut berpotensi memperkaya imajinasi serta cara pandang masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Dengan demikian, sastra populer tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari wacana budaya yang turut membentuk cara berpikir dan berinteraksi dalam kehidupan sosial.
Kesimpulannya, alih-alih memandang sastra populer secara sebelah mata, akan lebih bermanfaat jika masyarakat mencoba melihat potensinya dalam meningkatkan minat baca dan memperkuat budaya literasi. Pendekatan yang inklusif dapat dimanfaatkan untuk menjadikan daya tarik sastra populer sebagai pintu masuk bagi pembaca pemula. Tentu saja, hal ini tetap perlu disertai dengan bimbingan dan adanya pengenalan terhadap keterampilan membaca kritis serta jenis bacaan yang lebih beragam. Dengan begitu, kebiasaan membaca tidak hanya meningkat, tetapi juga dapat mendorong perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa generasi muda.








sparxpower
1 April 2016 at 12:37 am
Pemberdayaan masyarakat untuk melaksanakan program ketahanan pangan harus dilaksanakan dengan seksama. Pemerintah harus menjembatani dan menyediakan kebutuhan para petani. https://bibitonline.com