web analytics
Connect with us

Opini

Trafficking Kejahatan Internasional

Published

on

mitra wacana
Volunteer di Mitra Wacana

Rizka Adhe Yuanita

Oleh : Rizka Adhe Yuanita

Perdagangan orang (human traffiking) merupakan suatu permasalahan yang sudah ada sejak zaman Kolonial Belanda, terutama perdagangan manuisa pada perempuan dan anak. Hingga saat ini masih dijumpai praktik-praktik kasus perdagangan orang (human traffiking). Perdagangan orang juga tidak bisa dipandang sebelah mata karena akan menimbulkan dampak yang cenderung negatif (psikis, fisik, ekonomi dll). Permasalahan sosial yang berangsur-angsur menjadi suatu kejahatan masyarakat dimana kedudukan manusia sebagai obyek sekaligus sebagai subyek dari trafficking.

Selain belum optimalnya penegakkan hukum bagi para pelaku perdagangan orang, keterlibatan warga masyarakat dalam pencegahan juga menjadi catatan serius karena belum menyebarnya pengetahuan tentang anti perdagangan orang sehingga tingkat kesadaran mengenai dampak, upaya pencegahan, regulasi dan turunanya relatif belum memahami. Umumnya, perdagangan orang yang paling banyak ditemui adalah perdagangan perempuan dan anak-anak. Pada masa sekarang ini pun, seiring perkembangnya teknologi, metode yang digunakan-pun semakin berkembang, melalui aplikasi perpesanan, media online dan media daring.

Melihat persoalan tersebut di atas, maka pada Senin 21 Januari 2019 Mitra Wacana dan mahasiswa magang dari Universita Negeri Solo dan beberapa mahasiswa luar negeri (Amerika, Australia, China dan Kongo) melakukan diskusi bersama membahas tentang topik perdagangan orang di Amerika dan di Indonesia menghadirkan Walska seorang mahasiswi George Mason University sebagai pemantiknya. Dalam paparannya, Walska menceritakan bagaimana perdagangan orang di Amerika. Walska menjelaskan bahawa di Amerika ada (2) jenis perdagangan orang, yaitu perdaganan orang untuk seksual (Sex Traffiking) dan perdagangan orang untuk buruh / tenaga kerja (Labor Traffiking). Walska bercerita tentang pengalaman magangnya di sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM), POLARIS yang berpusat di Washington DC.

Lembaga tersebut, bergerak pada pendampingan korban perdagangan orang, khususnya yang ada di wilayah Washington DC. POLARIS bekerja sama dengan pemerintah Amerika menangani kasus perdagangan orang dengan menyediakan pusat panggilan (call centre) yang bisa digunakan warga untuk melakukan pengaduan. Setiap hari rata-rata POLARIS mendapatkan (100) panggilan masuk melaporkan adanya tindak perdagangan orang. Menusut cerita Walska, sebagian besar korban perempuan bahkan ada juga anak yang masih berusia dini. Kesadaran dan kepedulian dari masyarakat Amerika relatif baik dalam konteks memiliki perhatian dan keterlibatan melaporkan kasus perdagangan orang yang terjadi di sekitar mereka. Ketika masyarakat mengetahui adanya human traffiking, mereka langsung menghubungi call center yang sudah disediakan. Kesadaran masyarakat sangat membantu pemerintah, LSM, dan pihak berwajib dalam menangani kasus human traffiking.

Di Indonesia, masalah perdagangan orang masih menjadi salah satu ancaman besar dimana setiap tahun ada pekerja, perempuan, dan anak-anak yang menjadi korban traffiking. Indonesia merupakan pengirim tenaga kerja terbesar sekitar 4, 5 juta orang, dimana sekitar 1 juta pekerja dikatakan sebagai buruh illegal. Menurut data BNP2TKI pada tahun 2008, jumlah buruh imigran terbanyak adalah perempuan. Pemerintah sudah menerbitkan regulasi baru tentang tentang pencabutan moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia ke wilayah Timur Tengah pada bulan Oktober 2018 yang sebelumnya sudah ditetapkan sejak tahun 2005. Keputusan Menaker Nomor 291 Tahun 2018 tanggal 18 Desember 2018, tentang Pedoman Pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Kerajaan Arab Saudi melalui Sistem Penempatan Satu Kanal (jdih.kemnaker.go.id). Berlakunya Keputusan Menteri Tenaga Kerja ini tidak menutup kemungkinan akan dimanfaatkan para calo untuk menjerat korbannya.

Melihat dinamika persoalan tersebut, Mitra Wacana mencoba melakukan edukasi pencegahan trafficking, melakukan pendampingan untuk membagikan informasi migrasi aman kepada para warga dan masyarakat khususnya yang tergabung dalam kelompok Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) di sembilan desa tiga kecamatan kabupaten Kulonprogo. Pendampingan yang dilakukan mitra wacana mencakup 3 hal antara lain; (1) Pendidikan Publik, (2) Advokasi Kebijakan dan (3) Pengembangan Informasi. Diharapkan dengan menekankan pada (3) hal tersebut bisa meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya trafficking dan mampu menekan angka perdagangan orang di Kabupanten Kulonprogo.Terdapat (9) komunitas yang memiliki 10-25 orang anggota di setiap P3A. Komunitas ini merupakan salah satu lembaga yang dibentuk oleh para perempuan yang didampingi oleh Mitra Wacana. Tujuan terbentuknya P3A salah satunya melakukan pencegahan adanya perdagangan orang di daerah Kulonprogo.

Mitra Wacana saat ini telah mendampingi 225 mantan buruh migran se-kabupaten Kulonprogo dimana ada diantara mereka yang tidak menyadari jika terjebak dalam perdagangan orang. Ada pengakuan diantara mereka terjebak dalam perdagangan orang setelah mendapatkan informasi dari Mitra Wacana. Hampir disemua desa dampingan Mitra Wacana muncul perbincangan pentingnya regulasi perdaganan orang ditingkat desa. Kekhawatiran ini dirasakan oleh warga terutama perempuan tentang dampak pembangunan mega proyek New Yogyakarta International Airport (NYIA). Menurut salah satu Sekretaris Desa di kecamatan Kokap, menyebutkan bahwa dengan adanya pembangunan bandara tersebut dikhawatirkan meningkatkan dampak terjadinya traffiking di daerah Kulonprogo. Ketika bandara rampung dibangun, biasanya akan ada pembangunan fisik lainnya berupa penginapan mewah, restoran, pusat perbelanjaan, dan tempat hiburan sebagai sarana “pendukung”. Sehingga penting sekali adanya penguatan sumber daya manusianya orang agar tidak menjadi korban dari tindak pidana perdaganan orang.

Biodata Penulis

Nama panggilan      : Rizka Adhe Yuanita

Jenis kelamin          : Perempuan

Agama                     : Islam

Email                       : rizkaadheyuanita@gmail.com

Pengalaman Organisasi

  1. Wakil Bendahara Himpunan Mahasiswa Sosiologi 2017
  2. Bendahara Umum Himpunan Mahasiswa Sosiologi 2018
  3. Bendahara Retrociology 2016
  4. Sie Keamanan Gelar Budaya 2017
  5. Sie Keuangan Spectrum 2017
  6. Steering Commite (SC) PKKMB FISIP UNS 2018

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Opini

Nasib Manuskrip Pasca Banjir: Upaya Penyelamatan dan Restorasi Budaya

Published

on

Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas2

Ungkapan “Sakali aia gadang, sakali tapian barubah.” bukan hanya sekedar pepatah Minangkabau, melainkan juga memori ekologis masyarakat terhadap alam. Banjir bukan hanya sekedar peristiwa alam, melainkan bagian dari sejarah yang terus berulang dan meninggalkan bekas pada masyarakat. Namun, perubahan yang ditinggalkannya bukan hanya pada bentang alam dan kehidupan sosial, tetapi juga pada jejak intelektual masa lalu masyarakat, salah satunya terekam dalam manuskrip.

Manuskrip merupakan tulisan yang ditulis menggunakan tangan pada lembaran-lembaran kertas, yang didalamnya berisi pemikiran orang-orang pada masa lampau. Sejalan dengan Baried (1985:54) manuskrip adalah medium teks berbentuk konkret dan nyata. Di dalam Manuskrip ditemukan tulisan-tulisan yang merupakan sebuah simbol bahasa untuk menyampaikan sesuatu hal tertentu. Manuskrip dapat dikatakan sebagai salah satu warisan nenek moyang pada masa lampau, berbentuk tulisan tangan yang mengandung berbagai pemikiran dan perasaan tercatat sebagai perwujudan budaya masa lampau. Sehingga akan sayang sekali jika pemikiran nenek moyang kita hilang akibat penanganan yang kurang tepat.

Manuskrip-manuskrip yang tersimpan di surau, rumah gadang, perpustakaan nagari, maupun kediaman para ninik mamak sering kali menjadi korban dari bencana alam, salah satunya banjir. Karena setelah banjir tersebut mulai surut, nasib manuskrip itu dipertaruhkan. Ketika banjir menyapu perkampungan, kertas-kertas manuskrip itu basah oleh air, menyebabkan tulisan pada teks-nya bisa saja pudar. Pada titik inilah penanganan awal menjadi penentu apakah sebuah naskah masih mungkin diselamatkan atau justru rusak.

Sayangnya, banyak masyarakat yang tidak mengetahui cara penanganan darurat manuskrip basah. Di beberapa tempat, manuskrip yang terendam justru dijemur langsung di bawah terik matahari yang bisa menyebabkan lembarannya menempel. Ada pula yang mengeringkannya di dekat api untuk mempercepat proses pengeringan, padahal suhu panas justru membuat tinta luntur dan kertas mengerut. Bahkan dalam situasi panik, sebagian manuskrip dibersihkan dengan kain kasar atau disikat karena dianggap kotor, yang pada akhirnya merobek halaman-halaman yang sebenarnya masih mungkin diselamatkan. Kecerobohan kecil seperti itu sering kali menjadi perbedaan antara manuskrip yang dapat bertahan dan punah.

Untuk itu, perlunya peran dan dukungan pemerintah dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya penanganan dan perawatan manuskrip yang benar, karena manuskrip seringkali berada di tengah-tengah masyarakat. Sehingga, detik-detik pertama setelah air surut sepenuhnya bergantung pada pengetahuan masyarakat setempat. Pemerintah dapat melibatkan masyarakat baik individu maupun lembaga dalam merawat dan melestarikan manuskrip. 

Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan edukasi tentang perawatan manuskrip yang baik dan benar sehingga manuskrip yang ada seringkali rusak sebelum sempat di digitalisasi. Padahal langkah-langkah sederhana seperti memisahkan halaman yang menempel, mengeringkan naskah di tempat teduh dan berangin, atau menyerap air dengan tisu tanpa tekanan berlebihan, bisa menjadi penyelamat sebelum tim konservator datang. Edukasi inilah yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah daerah, perpustakaan, dan lembaga kebudayaan.

Bencana banjir sudah berulang kali terjadi, bahkan dari dahulu kala. Hal tersebut seharusnya menjadi pengingat bahwa pengetahuan mengenai perawatan naskah manuskrip sangat penting, tidak hanya bagi satu pihak saja tetapi diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Kerja sama antara pemerintah, akademisi, komunitas budaya, dan masyarakat adalah kunci dalam menjaga keberlangsungan manuskrip. Pemerintah dapat mengambil peran sebagai penyedia edukasi, tentang bagaimana penanganan darurat terhadap manuskrip, serta menyediakan peralatan yang menunjang penyelamatan manuskrip. Sementara masyarakat, sebagai pihak terdekat dengan naskah, menjadi penentu apakah pengetahuan teoretis itu dapat dijalankan dengan benar di lapangan.

Jika manuskrip adalah kunci yang menyimpan ingatan suatu peradaban, maka penyelamatannya adalah urusan berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga, masyarakat adat, dll. Banjir boleh mengubah bentuk geografis daerah, tetapi bukan berarti ia bisa menghapus jejak pemikiran para leluhur yang sudah diwariskan begitu lama. Karena pada akhirnya, yang membuat suatu masyarakat bertahan bukan hanya rumah dan infrastruktur yang diperbaiki, ataupun peradaban yang dibangun ulang, tetapi juga tentang cerita, gagasan, ilmu dan identitas yang mereka wariskan melalui lembaran-lembaran kertas tua.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending