Opini
Melindungi Anak Dari Kekerasan Seksual
Published
12 years agoon
By
Mitra Wacana

Rindang Farihah
oleh Rindang Farihah
Akhir-akhir ini kita dicengangkan oleh kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di lingkungan lembaga pendidikan, yakni kasus yang menimpa salah seorang siswa JIS (Jakarta International School). Tentunya kasus ini menjadi tamparan bagi dunia pendidikan kita, karena terjadi di lingkungan pendidikan, dimana anak-anak kita seharusnya mendapatkan kenyamanan dan perlindungan sehingga bisa belajar dengan baik. Disisi lain, sekolah adalah rumah kedua bagi anak-anak kita dimana hampir setengah dari harinya dihabiskan selain di rumah.
Namun yang harus disadari oleh para orangtua, adalah kekerasan seksual terhadap anak ini bisa terjadi dimana saja. Di rumah, di jalan, di dalam alat transportasi umum, sampai pada lingkungan sekolah / lembaga pendidikan lainnya, seperti boarding school, pesantren dan semacamnya. Jika terjadi di rumah pelakunya biasanya orang terdekat korban, atau salah seorang anggota keluarga, atau bisa juga tetangga. Mengingat kasus kekerasan seksual terhadap anak bisa terjadi dimana saja, maka kewaspadaan harus selalu dibangun mengingat kekerasan seksual terhadap anak bisa terjadi di rumah sekali pun, yang notabene rumah sebagai tempat dimana anak mendapatkan perlindungan dan kenyamanan.
Beberapa catatan penting untuk orangtua agar anaknya terhindar dari kekerasan seksual :
1. Pengenalan tentang tubuhnya, khususnya alat reproduksinya serta fungsinya.
Dalam tahap ini anak diberi pemahaman, bahwa tubuh mereka adalah asset yang berharga, tidak boleh disentuh oranglain tanpa persetujuan mereka. Kemudian anak juga diberi pemahaman tentang sentuhan baik dan sentuhan buruk serta diajarkan untuk asertif, berkata tidak, ketika dia mendapat perlakuan/sentuhan yang tidak nyaman.
2. Pendidikan seksual sejak dini
Jadikan materi seksualitas menjadi obrolan santai, dan tradisi ini baik untuk anak karena tidak menjadi suatu hal yang tabu. Berikanlah pengetahuan seksualitas kepada anak-anak kita dengancara yang arif dan cara yang tepat. Lebih baik mereka mendapatkan pengetahuan itu dari kita (orangtuanya sendiri) dari pada mendapatkan dari orang lain, internet atau teman sebayanya. Dengan kebiasaan baik ini, maka anak dalam proses pertumbuhannya hingga dia dewasa, setiap dia menghadapi persoalan seputar seksualitas dan kesehatan reproduksi akan selalu berkonsultasi / merujuk kepada orangtuanya, bukan kepada yang lain.
3. Membangun hubungan yang kuat antara orangtua dan anak
Membangun relasi kedekatan sangat penting antara orangtua dan anak, rasa saling percaya dan tidak ada rahasia diantara orangtua dan anak. Terutama untuk anak korban kekerasan seksual, yang rata-rata menyisakan trauma dan menjadikan korban pendiam, karena tidak ingin ada orang lain mengetahui rahasianya. Komunikasi yang intens perlu dibangun untuk meminimalisir rasa ketakutan, kesedihan dan kerahasiaan.
4. Mengajarkan hak anak
Sejak dini anak harus dibekali pengetahuan dasar tentang hak-haknya. Terutama sebagai upaya untuk melindungi dirinya dari tindakan yang membahayakan dari orang lain. Misalnya, bahwa berhak untuk bahagia, berhak untuk melakukan sesuatu yang disukainya, sebaliknya berhak tidak suka akan hal-hal tertentu, berhak untuk menolak dan berkata tidak. Dan jika dia merasa terancam, diajarkan untuk mencari perlindungan, yaitu teman atau orang dewasa yang dipercayainya.
Langkah-langkah diatas adalah tips sederhana bagi kita para orangtua untuk menghindarkan anak-anak kita dari perilaku kekerasan seksual. Jangan sampai kasus M atau AK siswa JIS, atau kasus-kasus serupa menimpa buah hati kesayangan kita. Karena jika sampai terjadi kasus kekerasan seksual terhadap anak, yang menderita trauma bukan hanya anak saja namun orangtuanya juga. Tentunya tindakan pencegahan jauh lebih baik bukan ??
Opini
Peran Sastra Populer dalam Meningkatkan Literasi di Kalangan Remaja
Published
1 week agoon
7 November 2025By
Mitra Wacana

Penulis : Fatin Fashahah, Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas
Sastra populer sering dipandang rendah, dianggap hanya untuk hiburan, dangkal, atau terlalu komersial. Sikap seperti ini muncul dari pendapat bahwa karya populer tak setara dengan karya-karya yang biasanya dipelajari di bangku perkuliahan. Padahal, bagi banyak remaja, sastra populer justru menjadi pintu pertama untuk mulai suka membaca. Mengabaikan atau mengecilkan peran sastra populer berarti menutup kesempatan bagi generasi muda untuk jatuh cinta pada dunia tulisan.
UNESCO menyebut Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Fakta ini menunjukkan bahwa masih rendahnya minat membaca rekreasi di banyak kelompok usia.
Namun, ketika pembaca terutama remaja diberi kebebasan memilih bacaan yang sesuai selera dan pengalaman mereka, minat membaca bisa saja meningkat. Dengan kata lain, relevansi isi buku terhadap kehidupan pembaca muda sangat menentukan apakah mereka akan terus membaca atau tidak. Sastra populer seperti buku young adult, novel roman remaja, dan cerita fantasi ringan sering kali menawarkan tema dan tokoh yang mudah dipahami remaja karena ceritanya seringkali dihubungkan dengan kehidupan remaja, sehingga mereka lebih tertarik untuk membaca.
Selain itu, sastra populer lebih mudah diakses lewat platform digital, cerita-cerita di aplikasi dan situs bacaan daring seperti Ipusnas, google play book, wattpad, karyakarsa dll. membuat remaja menemukan teks yang mereka suka kapan saja dengan mudah. Bentuk online juga mendorong interaksi pembaca bisa memberi komentar, berdiskusi, atau bahkan menulis kembali cerita mereka sendiri. Pengalaman berinteraksi seperti ini memberi dorongan kuat untuk terus membaca dan menulis. Beberapa karya yang awalnya populer di dunia maya kemudian diterbitkan secara cetak atau diadaptasi menjadi film dan serial menunjukkan bahwa bacaan populer punya peran penting dalam membangun ekosistem budaya yang lebih luas.
Penolakan terhadap sastra populer sering kali datang dari dua alasan utama. Pertama, alasan estetika, anggapan bahwa karya populer kurang bermutu secara sastra. Kedua, alasan moral atau konten bahwa beberapa cerita mengandung nilai yang dipertanyakan. Kritik seperti ini tidak salah jika tujuannya untuk memperbaiki kualitas karya. Namun, cara menanggapinya yang kurang tepat bisa membuat minat membaca remaja menjadi surut, seharusnya kita bukan melarang atau merendahkan bacaan tersebut. Akan lebih baik jika pembaca pemula diajarkan bagaimana cara membaca yang kritis. Dengan membimbing remaja membaca secara kritis, kita membantu mereka mengenali kekuatan dan kelemahan sebuah teks, sehingga pengalaman membaca menjadi lebih bermakna.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat membaca remaja diantaranya. Pertama, perpustakaan sekolah dan umum perlu menata koleksi yang seimbang baik karya klasik dan akademik berdampingan dengan bacaan populer. Pendekatan ini mengakui bahwa pembaca punya selera berbeda, dan memberi ruang bagi remaja yang sedang mencari gaya baca dan minat mereka. Kedua, guru dan pustakawan harus dilatih untuk memfasilitasi diskusi yang mengaitkan tema populer dengan konsep sastra dasar. Misalnya, dari sebuah novel populer, kita bisa mengajak pembaca membahas tokoh, alur, sudut pandang, atau pesan yang tersirat yanga terdapat di dalam novel tersebut. Langkah sederhana ini bisa mengubah bacaan ringan menjadi bahan belajar yang efektif.
Ketiga, adanya kegiatan klub baca dan lomba menulis berbasis minat yang bisa menghubungkan pembaca muda dengan mentor dan teman sebaya. Suasana komunitas yang saling mendukung membuat kegiatan membaca terasa lebih menyenangkan. Selain itu, adanya lomba menulis membuat remaja merasa diberi ruang kreatif untuk mengekspresikan dirinya. Keempat, harus ada kerja sama antara sekolah dengan platform digital. Hal ini penting untuk menyediakan akses yang aman dan terkurasi. Akses digital tanpa bimbingan bisa berisiko negatif dengan memperkenalkan konten yang kurang sesuai untuk pembaca dibawah umur. Oleh karena itu, peran pendidik dan orang tua tetap penting dalam menumbuhkan minat membaca terutama pembaca anak-anak dan remaja.
Secara budaya, sikap berhati-hati atau keraguan terhadap sastra populer sering kali membuat masyarakat melewatkan cerita-cerita yang sebenarnya dekat dengan kehidupan banyak orang, khususnya para remaja dari berbagai latar belakang. Karya populer dapat menjadi ruang untuk bereksperimen dengan bahasa, identitas, dan pengalaman sehari-hari. Ketika karya semacam ini dibahas di sekolah atau komunitas, karya tersebut berpotensi memperkaya imajinasi serta cara pandang masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Dengan demikian, sastra populer tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari wacana budaya yang turut membentuk cara berpikir dan berinteraksi dalam kehidupan sosial.
Kesimpulannya, alih-alih memandang sastra populer secara sebelah mata, akan lebih bermanfaat jika masyarakat mencoba melihat potensinya dalam meningkatkan minat baca dan memperkuat budaya literasi. Pendekatan yang inklusif dapat dimanfaatkan untuk menjadikan daya tarik sastra populer sebagai pintu masuk bagi pembaca pemula. Tentu saja, hal ini tetap perlu disertai dengan bimbingan dan adanya pengenalan terhadap keterampilan membaca kritis serta jenis bacaan yang lebih beragam. Dengan begitu, kebiasaan membaca tidak hanya meningkat, tetapi juga dapat mendorong perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa generasi muda.







