web analytics
Connect with us

Opini

Menjadi Kader WOCA yang Tangguh

Published

on

Tim pembuat film pencegahan KSTA Karangjati Banjarnegara

Oleh Budi Mulyani (Anggota P3A WOCA Karangjati Banjarnegara)

Segala puji hanya bagi Allah SWT, kami memujinya lalu memohon pertolongan padaNya, kami memohon ampunan dan bertaubat kepadaNya. Kami berlindung dari keburukkan dan kejelekan diri kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, tidak ada yang dapat menyesatkannya. Barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, tidak akan ada yang dapat memberinya petunjukj. Rasa syukur yang tiada terhingga pada diri saya pribadi khususnya, dan pada kader-kader di desa kami yang sudah banyak sekali mendapat ilmu dari Mitra Wacana yaitu suatu lembaga sosial dari Jogjakarta.

Ilmu yang sebelumnya kami tidak tau sama sekali, ilmu yang mungkin akan sangat berguna untuk sepanjang jaman.Juga pelatihan-pelatihan yang tidak akan di dapatkan dari lembaga-lembaga yang ada. Dari pelatihan tentang pembuatan undang-undang desa, tentang mengatasi KDRT, KSTA, sampai pelatihan kewirausahaan.

Masalah yang sangat riskan di era sekarang ini adalah kekerasan seksual terhadap anak, sungguh hati saya sangat gemas dan sakit hati bila mendengar atau membaca dan melihat kasus tersebut di TV. Dari dampak KSTA itu sungguh bisa merusak generasi yang akan datang karena seorang anak bila sudah mengalami kekerasan seksual, mentalnya pastedown, minder, tidak bergairah, mudah marah, sensitif bahkan sampai ada yang stress belum lagi dampak fisik, susah tidur, napsu makan hilang sehingga mudah sakit. Yang lebih fatal lagi adalah mengalami kerusakan organ tubuh, kehilangan selaput dara dan sangat mengenaskan bila terjadi kehamilan dan tidak ada yang bertanggungjawab, masya Allah.

Untuk itu saya sebagai orang tua mengajak pada para kader di Women Care untuk jangan bosan-bosannya menyuarakan kampanye anti kekerasan Seksual Terhadap Anak (KSTA). Kita galang organisasi ini untuk selalu berkoordinasi agar tidak terjadi KSTA. Kita lindungi anak cucu kita untuk menyongsong masa depannya. Gemakan terus anti KSTA.

Pencegahan KSTA juga penting dilakukan dengan melakukan sosialisasi dan penyuluhan-penyuluhan untuk generasi muda dan juga orang tua yang mempunyai anak remaja. Karena diakui atau tidak pendidikan anak itu tidak bisa lepas dari pendidikan yang didapat dari kedua orangtuanya. Dan keharmonisan dalam rumah tangga adalah faktor yang sangat mendukungnya untuk tercapainya kesuksesan pada anak. Untuk itu, sangatlah penting apabila kita juga mengutamakan menberikan penyuluhan pada orangtua terutama yang mempunyai anak remaja.

Hal yang harus dihindari adalah KDRT, ini faktor yang sangat penting karena seorang anak pastilah bercermin pada kedua orang tuanya. Apabila di dalam rumah sudah tidak mendapatkan ketentraman dan kedamaian, seorang anak pastilah sudah tidak kehilangan satu haknya yaitu hak untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tua. Bagaimana orangtua akan memebrikan kasih sayang yang maksimal pada anaknya, bila hubungan suami-istri sudah tidak harmonis lagi. Apabila situasi rumah sudah tidak nyaman lagi pasti si anak akan mencari kedamaian di luar, mungkin pada temannya atau bahkan pada kekasihnya. Nah…disinilah awal dari sebuah hubungan seksual. Dari situasi anak yang masih belum bisa terjadi karena dia merasa nyaman sharing pada temannya.
Jadi alangkah baiknya kalau kita sebagai kader di P3A, kita sering-sering memberi penyuluhan dan sosialisasi pada orang tua.

 Tidak kalah pentingnya sebagai orang tua kita harus bisa mengawasi anaknya baik di rumah maupun diluar rumah, organisasi karang taruna, remaja masjid, dll. Sangat bisa membantu untuk remaja berkegiatan yang positif, wadah yang sangat efektif bagi kegiatan remaja (***)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Opini

Nasib Manuskrip Pasca Banjir: Upaya Penyelamatan dan Restorasi Budaya

Published

on

Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas2

Ungkapan “Sakali aia gadang, sakali tapian barubah.” bukan hanya sekedar pepatah Minangkabau, melainkan juga memori ekologis masyarakat terhadap alam. Banjir bukan hanya sekedar peristiwa alam, melainkan bagian dari sejarah yang terus berulang dan meninggalkan bekas pada masyarakat. Namun, perubahan yang ditinggalkannya bukan hanya pada bentang alam dan kehidupan sosial, tetapi juga pada jejak intelektual masa lalu masyarakat, salah satunya terekam dalam manuskrip.

Manuskrip merupakan tulisan yang ditulis menggunakan tangan pada lembaran-lembaran kertas, yang didalamnya berisi pemikiran orang-orang pada masa lampau. Sejalan dengan Baried (1985:54) manuskrip adalah medium teks berbentuk konkret dan nyata. Di dalam Manuskrip ditemukan tulisan-tulisan yang merupakan sebuah simbol bahasa untuk menyampaikan sesuatu hal tertentu. Manuskrip dapat dikatakan sebagai salah satu warisan nenek moyang pada masa lampau, berbentuk tulisan tangan yang mengandung berbagai pemikiran dan perasaan tercatat sebagai perwujudan budaya masa lampau. Sehingga akan sayang sekali jika pemikiran nenek moyang kita hilang akibat penanganan yang kurang tepat.

Manuskrip-manuskrip yang tersimpan di surau, rumah gadang, perpustakaan nagari, maupun kediaman para ninik mamak sering kali menjadi korban dari bencana alam, salah satunya banjir. Karena setelah banjir tersebut mulai surut, nasib manuskrip itu dipertaruhkan. Ketika banjir menyapu perkampungan, kertas-kertas manuskrip itu basah oleh air, menyebabkan tulisan pada teks-nya bisa saja pudar. Pada titik inilah penanganan awal menjadi penentu apakah sebuah naskah masih mungkin diselamatkan atau justru rusak.

Sayangnya, banyak masyarakat yang tidak mengetahui cara penanganan darurat manuskrip basah. Di beberapa tempat, manuskrip yang terendam justru dijemur langsung di bawah terik matahari yang bisa menyebabkan lembarannya menempel. Ada pula yang mengeringkannya di dekat api untuk mempercepat proses pengeringan, padahal suhu panas justru membuat tinta luntur dan kertas mengerut. Bahkan dalam situasi panik, sebagian manuskrip dibersihkan dengan kain kasar atau disikat karena dianggap kotor, yang pada akhirnya merobek halaman-halaman yang sebenarnya masih mungkin diselamatkan. Kecerobohan kecil seperti itu sering kali menjadi perbedaan antara manuskrip yang dapat bertahan dan punah.

Untuk itu, perlunya peran dan dukungan pemerintah dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya penanganan dan perawatan manuskrip yang benar, karena manuskrip seringkali berada di tengah-tengah masyarakat. Sehingga, detik-detik pertama setelah air surut sepenuhnya bergantung pada pengetahuan masyarakat setempat. Pemerintah dapat melibatkan masyarakat baik individu maupun lembaga dalam merawat dan melestarikan manuskrip. 

Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan edukasi tentang perawatan manuskrip yang baik dan benar sehingga manuskrip yang ada seringkali rusak sebelum sempat di digitalisasi. Padahal langkah-langkah sederhana seperti memisahkan halaman yang menempel, mengeringkan naskah di tempat teduh dan berangin, atau menyerap air dengan tisu tanpa tekanan berlebihan, bisa menjadi penyelamat sebelum tim konservator datang. Edukasi inilah yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah daerah, perpustakaan, dan lembaga kebudayaan.

Bencana banjir sudah berulang kali terjadi, bahkan dari dahulu kala. Hal tersebut seharusnya menjadi pengingat bahwa pengetahuan mengenai perawatan naskah manuskrip sangat penting, tidak hanya bagi satu pihak saja tetapi diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Kerja sama antara pemerintah, akademisi, komunitas budaya, dan masyarakat adalah kunci dalam menjaga keberlangsungan manuskrip. Pemerintah dapat mengambil peran sebagai penyedia edukasi, tentang bagaimana penanganan darurat terhadap manuskrip, serta menyediakan peralatan yang menunjang penyelamatan manuskrip. Sementara masyarakat, sebagai pihak terdekat dengan naskah, menjadi penentu apakah pengetahuan teoretis itu dapat dijalankan dengan benar di lapangan.

Jika manuskrip adalah kunci yang menyimpan ingatan suatu peradaban, maka penyelamatannya adalah urusan berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga, masyarakat adat, dll. Banjir boleh mengubah bentuk geografis daerah, tetapi bukan berarti ia bisa menghapus jejak pemikiran para leluhur yang sudah diwariskan begitu lama. Karena pada akhirnya, yang membuat suatu masyarakat bertahan bukan hanya rumah dan infrastruktur yang diperbaiki, ataupun peradaban yang dibangun ulang, tetapi juga tentang cerita, gagasan, ilmu dan identitas yang mereka wariskan melalui lembaran-lembaran kertas tua.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending