Opini
Sebuah Catatan Kecil di Bulan Ramadhan
Published
9 years agoon
By
Mitra Wacana
Oleh Astriani
Ramadhan, adalah bulan yang dinantikan oleh umat Islam sedunia. Sebulan penuh umat Islam menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan. Idealnya, ramadhan sebagai bulan untuk meningkatkan kualitas keimanan terhadap sang khaliq, sebagai salah satu bentuk meningkatnya spiritualitas, atau dengan bahasa lain media memperbaiki hubungan dengan Tuhan. Mendekatkan diri kepadaNya saya pandang mampu meningkatkan kualitas keimanan. Selain dengan Tuhan, sebagai manusia kita juga perlu selalu membangun hubungan dengan sesama, dengan harapan mampu meningkatkan kepekaan kita dalam ber-toleransi, mampu menghargai dan bersedia menjalin silaturahmi.
Fenomena yang marak terjadi, ramadhan kerap identik dengan kenaikan harga yang disebabkan adanya peningkatan jumlah konsumsi masyarakat. Pola makan yang berubah saat berpuasa, tanpa disadari dapat membuat “kalap” manakala mempersiapkan dan menyantap makanan saat dan setelah berbuka. Kita dapat melihat dengan jelas, ada sebagian dari kita menjadikan berbuka puasa sebagai ajang balas dendam, setelah seharian penuh menahan haus dan lapar. Saya khawatir apabila hal ini yang terjadi, maka hakikat puasa sebenarnya tidak akan pernah tercapai, yaitu memahami dan mampu mengelola nafsu (amarah dan semua hal yang membatalkan puasa).
Ketika kita tengah menjalankan puasa, ada baiknya tidak “menuntut” orang lain agar menghargai orang yang sedang berpuasa dengan cara-cara yang tidak bijaksana. Saya memiliki keyakinan bahwa ketika kita sudah memiliki niat dan tekad yang kuat untuk berpuasa, godaan dalam bentuk apapun dapat kita lewati. Oleh karenanya semangat dan ikhlas menjalani puasa saya pandang sebagai salah satu kuncinya.
Tampak jelas dapat kita saksikan, di tengah masyarakat kita masih ada budaya buka bersama, pembagian Tunjangan Hari Raya (THR) dalam bentuk parcel membuat kita harus menyiapkan anggaran yang tidak sedikit. Puasa yang semestinya mengajarkan kepada kita untuk berperilaku hemat, mampu memilah-memilih, malah mejadi sebaliknya, yaitu makin melambungnya pengeluaran untuk belanja. Bukankah ini bukan esensi Ramadhan?
Berikut ini ada beberapa catatan dalam mensikapi kecenderungan naiknya belanja dalam bulan ramadhan, yaitu:
1. Membuat perencanaan budget, bedakan antara kebutuhan dan keinginan
2. Sesuaikan kebutuhan dengan kemampuan
3. Prioritaskan keperluan sesuai perencanaan
4. Mampu melakukan kontrol
Sumber: Disarikan dari talkshow Mitra Wacana WRC di Radio Sonora FM Yogyakarta pada Senin (20/6/2016)
You may like
Opini
Nasib Manuskrip Pasca Banjir: Upaya Penyelamatan dan Restorasi Budaya
Published
1 week agoon
8 December 2025By
Mitra Wacana

Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas2
Ungkapan “Sakali aia gadang, sakali tapian barubah.” bukan hanya sekedar pepatah Minangkabau, melainkan juga memori ekologis masyarakat terhadap alam. Banjir bukan hanya sekedar peristiwa alam, melainkan bagian dari sejarah yang terus berulang dan meninggalkan bekas pada masyarakat. Namun, perubahan yang ditinggalkannya bukan hanya pada bentang alam dan kehidupan sosial, tetapi juga pada jejak intelektual masa lalu masyarakat, salah satunya terekam dalam manuskrip.
Manuskrip merupakan tulisan yang ditulis menggunakan tangan pada lembaran-lembaran kertas, yang didalamnya berisi pemikiran orang-orang pada masa lampau. Sejalan dengan Baried (1985:54) manuskrip adalah medium teks berbentuk konkret dan nyata. Di dalam Manuskrip ditemukan tulisan-tulisan yang merupakan sebuah simbol bahasa untuk menyampaikan sesuatu hal tertentu. Manuskrip dapat dikatakan sebagai salah satu warisan nenek moyang pada masa lampau, berbentuk tulisan tangan yang mengandung berbagai pemikiran dan perasaan tercatat sebagai perwujudan budaya masa lampau. Sehingga akan sayang sekali jika pemikiran nenek moyang kita hilang akibat penanganan yang kurang tepat.
Manuskrip-manuskrip yang tersimpan di surau, rumah gadang, perpustakaan nagari, maupun kediaman para ninik mamak sering kali menjadi korban dari bencana alam, salah satunya banjir. Karena setelah banjir tersebut mulai surut, nasib manuskrip itu dipertaruhkan. Ketika banjir menyapu perkampungan, kertas-kertas manuskrip itu basah oleh air, menyebabkan tulisan pada teks-nya bisa saja pudar. Pada titik inilah penanganan awal menjadi penentu apakah sebuah naskah masih mungkin diselamatkan atau justru rusak.
Sayangnya, banyak masyarakat yang tidak mengetahui cara penanganan darurat manuskrip basah. Di beberapa tempat, manuskrip yang terendam justru dijemur langsung di bawah terik matahari yang bisa menyebabkan lembarannya menempel. Ada pula yang mengeringkannya di dekat api untuk mempercepat proses pengeringan, padahal suhu panas justru membuat tinta luntur dan kertas mengerut. Bahkan dalam situasi panik, sebagian manuskrip dibersihkan dengan kain kasar atau disikat karena dianggap kotor, yang pada akhirnya merobek halaman-halaman yang sebenarnya masih mungkin diselamatkan. Kecerobohan kecil seperti itu sering kali menjadi perbedaan antara manuskrip yang dapat bertahan dan punah.
Untuk itu, perlunya peran dan dukungan pemerintah dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya penanganan dan perawatan manuskrip yang benar, karena manuskrip seringkali berada di tengah-tengah masyarakat. Sehingga, detik-detik pertama setelah air surut sepenuhnya bergantung pada pengetahuan masyarakat setempat. Pemerintah dapat melibatkan masyarakat baik individu maupun lembaga dalam merawat dan melestarikan manuskrip.
Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan edukasi tentang perawatan manuskrip yang baik dan benar sehingga manuskrip yang ada seringkali rusak sebelum sempat di digitalisasi. Padahal langkah-langkah sederhana seperti memisahkan halaman yang menempel, mengeringkan naskah di tempat teduh dan berangin, atau menyerap air dengan tisu tanpa tekanan berlebihan, bisa menjadi penyelamat sebelum tim konservator datang. Edukasi inilah yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah daerah, perpustakaan, dan lembaga kebudayaan.
Bencana banjir sudah berulang kali terjadi, bahkan dari dahulu kala. Hal tersebut seharusnya menjadi pengingat bahwa pengetahuan mengenai perawatan naskah manuskrip sangat penting, tidak hanya bagi satu pihak saja tetapi diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Kerja sama antara pemerintah, akademisi, komunitas budaya, dan masyarakat adalah kunci dalam menjaga keberlangsungan manuskrip. Pemerintah dapat mengambil peran sebagai penyedia edukasi, tentang bagaimana penanganan darurat terhadap manuskrip, serta menyediakan peralatan yang menunjang penyelamatan manuskrip. Sementara masyarakat, sebagai pihak terdekat dengan naskah, menjadi penentu apakah pengetahuan teoretis itu dapat dijalankan dengan benar di lapangan.
Jika manuskrip adalah kunci yang menyimpan ingatan suatu peradaban, maka penyelamatannya adalah urusan berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga, masyarakat adat, dll. Banjir boleh mengubah bentuk geografis daerah, tetapi bukan berarti ia bisa menghapus jejak pemikiran para leluhur yang sudah diwariskan begitu lama. Karena pada akhirnya, yang membuat suatu masyarakat bertahan bukan hanya rumah dan infrastruktur yang diperbaiki, ataupun peradaban yang dibangun ulang, tetapi juga tentang cerita, gagasan, ilmu dan identitas yang mereka wariskan melalui lembaran-lembaran kertas tua.

Mitra Wacana Hadiri Rapat Koordinasi Organisasi Kemasyarakatan Kabupaten Bantul

Mitra Wacana Ikuti Orasi Budaya Hari HAM FISB UII






