Opini
Dukungan Masyarakat Terhadap P3A Lentera Hati Berta
Published
8 years agoon
By
Mitra Wacana
Oleh Waryati, Suwarti, Sukati
Memiliki rasa aman dari gangguan dan tindakan apapun dan dari siapapun adalah hak setiap individu termasuk kaum perempuan dan kelompok anak-anak. Namun kenyataannya tindakan-tindakan atau perilaku yang mengancam rasa aman bagi kaum perempuan dan anak masih sering kita jumpai. Bahkan perilaku tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan kekerasan. Tindak kekerasan terhadap perempuan bisa terjadi kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa saja.
Perilaku tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi dalam berbagai bentuk, sangat variatif. Pelecehan seksual, kekerasan fisik, dan psikis adalah kasus yang sering ditemukan.Ironisnya dari beberapa kasus pelakunya adalah orang-orang terdekat dari korban. Pelaku bisa saja ayah, ibu, kakak, kakek, atau teman. Sedangkan korban dari sekian banyak kasus masih didominasi oleh kaum perempuan dan anak-anak, meskipun kaum laki-lakipun bisa saja menjadi korban. Miris rasanya melihat dan mendengar pemberitaan di media ada ayah memperkosa anaknya, ada kakek mencabuli cucunya, ada paman yang melecehkan keponakannya. Ada juga suami yang menganiaya istrinya, seorang ibu yang membuang anaknya dan ada pula yang tega menyiksa anaknya. Ada pula tindakan pelecehan yang dilakukan temannya sendiri, ada lagi berita tentang istri yang selingkuh dari suaminya, bahkan traficking atau perdagangan manusia.
Dari kasus-kasus di atas, para pelaku adalah orang-orang terdekat dari korban. Orang-orang yang seharusnya memberikan pelindungan dan rasa aman, jutru sebaliknya malah melakukan perbuatan yang mencelakai dan meninggalkan trauma bagi korban. Dari hal-hal tersebut diatas Mitra Wacana Women Resource Center (WRC) hadir di tengah-tengah masyarakat. Mitra Wacana WRC merupakan lembaga swadaya masyarakat yang aktif melakukan berbagai kegiatan, terutama dalam usaha transformasi informasi, melakukan penguatan masyarakat, khususnya dalam hal yang berhubungan dengan isu-isu perempuan dan anak dan dalam upaya menghapus diskriminasi terhadap kelompok perempuan serta ketidakadilan gender di tengah-tengah masyarakat. Dalam upaya menggerakan orang supaya melakukan perubahan Mitra Wacana WRC melakukan serangkaian kegiatan yang secara langsung bersinggungan dengan kelompok perempuan diberbagai daerah. Hal ini dimaksudkan agar dampak positif serta tindakan nyata benar-benar sesuai dengan pokok permasalahan.
Upaya keras dilakukan oleh Mitra Wacana WRC secara nyata, memfasilitasi meningkatkannya kesadaran dan peran penting kaum perempuan agar menjadi kritis dalam menyuarakan hak-hak perempuan serta memerangi ketidakadilah yang mereka terima di lingkunganya. Mitra Wacana WRC juga mengajak kaum perempuan untuk mendapatkan tempat dan porsi dalam pengambilan kebijakan publik. Peningkatan peran aktif dan pastisipasi kelompok perempuan dalam aspek pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu poin penting dalam gerakan Mitra Wacana.
Pada awal kehadiran Mitra Wacana di Desa Berta, tidak serta merta mendapat respon yang positif. Berbagai upaya koordinasi dengan Pemerintahan Desa Bertamerupakan strategi yang harus ditempuh. Hal ini bertujuan agar pemerintah tanggap dan merespon beragam persoalan perempuan dan anak menjadi salah satu tugas dan kewajiban pemerintah, dalam hal ini tentunya Pemerintahan Desa Berta. Upaya ini terus dilakukan dengan harapan ada regulasi perlindungan perempuan dan anak di Desa Berta.
Kehadiran Mitra Wacana ditengah-tengah masyarakat Desa Berta mengalami berbagai macam fase. Prasangka-prasangka miring tentang kami pun tidak jarang kami terima. Namun, sesuai dengan visi Mitra Wacana WRC demi terwujudnya masyarakat yang adil, demokratis, pluralis, dan egaliter, Mitra Wacana WRC terus berjuang.Upaya yang dilakukan adalah memasuki kelompok-kelompok perempuan yang ada dan merekrut anggota yang aktif, peduli, dan tanggap situasi adalah usaha kami. Upaya ini pun tidak semudah membalikan telapak tangan, akan tetapi memerlukan keyakinan dan ketelatenan. Organisasi PKK pun sempat memandang Mitra Wacana WRC dengan pandangan miring. Di tolak dan dicurigai adalah hal biasa bagi kami. Suatu hal yang membuat kami yakin adalah kesadaran dan kebenaran informasi akan diterima.
Anggota-anggota aktif yang kami rekrut selalu kami berikan penguatan-penguatan. Pada akhirnya kelompok ini memantapkan diri dalam sebuah wadah organisasi yangdinamai Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) Lentera Hati (LH). Dengan segudang harapan, agar keberadaan Lentera Hati, benar-benar seperti seberkas harapan untuk kemajuan kaum perempuan di Desa Berta. Lentera Hati terus melakukan berbagai upaya dalam menggerakan peran aktif kelompok perempuan termasuk dalam bidang kegiatan ekonomi produktif.
Transformasi informasipun terus dilakukan baik bagi Kelompok P3A Lentera Hati sendiri maupun melibatkan pihak lain, diantaranya bekerja sama dengan pihak sekolah. Hal tersebut kami lakukan dalam rangkaian sosialisasi tentang Penghapusan Kekerasan Seksual Terhadap Anak (KSTA), tentunya dengan bimbingan community organizer (CO) Mitra Wacana WRC yang bertugas di Desa Berta.
You may like
Opini
Peran Sastra Populer dalam Meningkatkan Literasi di Kalangan Remaja
Published
7 days agoon
7 November 2025By
Mitra Wacana

Penulis : Fatin Fashahah, Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas
Sastra populer sering dipandang rendah, dianggap hanya untuk hiburan, dangkal, atau terlalu komersial. Sikap seperti ini muncul dari pendapat bahwa karya populer tak setara dengan karya-karya yang biasanya dipelajari di bangku perkuliahan. Padahal, bagi banyak remaja, sastra populer justru menjadi pintu pertama untuk mulai suka membaca. Mengabaikan atau mengecilkan peran sastra populer berarti menutup kesempatan bagi generasi muda untuk jatuh cinta pada dunia tulisan.
UNESCO menyebut Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Fakta ini menunjukkan bahwa masih rendahnya minat membaca rekreasi di banyak kelompok usia.
Namun, ketika pembaca terutama remaja diberi kebebasan memilih bacaan yang sesuai selera dan pengalaman mereka, minat membaca bisa saja meningkat. Dengan kata lain, relevansi isi buku terhadap kehidupan pembaca muda sangat menentukan apakah mereka akan terus membaca atau tidak. Sastra populer seperti buku young adult, novel roman remaja, dan cerita fantasi ringan sering kali menawarkan tema dan tokoh yang mudah dipahami remaja karena ceritanya seringkali dihubungkan dengan kehidupan remaja, sehingga mereka lebih tertarik untuk membaca.
Selain itu, sastra populer lebih mudah diakses lewat platform digital, cerita-cerita di aplikasi dan situs bacaan daring seperti Ipusnas, google play book, wattpad, karyakarsa dll. membuat remaja menemukan teks yang mereka suka kapan saja dengan mudah. Bentuk online juga mendorong interaksi pembaca bisa memberi komentar, berdiskusi, atau bahkan menulis kembali cerita mereka sendiri. Pengalaman berinteraksi seperti ini memberi dorongan kuat untuk terus membaca dan menulis. Beberapa karya yang awalnya populer di dunia maya kemudian diterbitkan secara cetak atau diadaptasi menjadi film dan serial menunjukkan bahwa bacaan populer punya peran penting dalam membangun ekosistem budaya yang lebih luas.
Penolakan terhadap sastra populer sering kali datang dari dua alasan utama. Pertama, alasan estetika, anggapan bahwa karya populer kurang bermutu secara sastra. Kedua, alasan moral atau konten bahwa beberapa cerita mengandung nilai yang dipertanyakan. Kritik seperti ini tidak salah jika tujuannya untuk memperbaiki kualitas karya. Namun, cara menanggapinya yang kurang tepat bisa membuat minat membaca remaja menjadi surut, seharusnya kita bukan melarang atau merendahkan bacaan tersebut. Akan lebih baik jika pembaca pemula diajarkan bagaimana cara membaca yang kritis. Dengan membimbing remaja membaca secara kritis, kita membantu mereka mengenali kekuatan dan kelemahan sebuah teks, sehingga pengalaman membaca menjadi lebih bermakna.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat membaca remaja diantaranya. Pertama, perpustakaan sekolah dan umum perlu menata koleksi yang seimbang baik karya klasik dan akademik berdampingan dengan bacaan populer. Pendekatan ini mengakui bahwa pembaca punya selera berbeda, dan memberi ruang bagi remaja yang sedang mencari gaya baca dan minat mereka. Kedua, guru dan pustakawan harus dilatih untuk memfasilitasi diskusi yang mengaitkan tema populer dengan konsep sastra dasar. Misalnya, dari sebuah novel populer, kita bisa mengajak pembaca membahas tokoh, alur, sudut pandang, atau pesan yang tersirat yanga terdapat di dalam novel tersebut. Langkah sederhana ini bisa mengubah bacaan ringan menjadi bahan belajar yang efektif.
Ketiga, adanya kegiatan klub baca dan lomba menulis berbasis minat yang bisa menghubungkan pembaca muda dengan mentor dan teman sebaya. Suasana komunitas yang saling mendukung membuat kegiatan membaca terasa lebih menyenangkan. Selain itu, adanya lomba menulis membuat remaja merasa diberi ruang kreatif untuk mengekspresikan dirinya. Keempat, harus ada kerja sama antara sekolah dengan platform digital. Hal ini penting untuk menyediakan akses yang aman dan terkurasi. Akses digital tanpa bimbingan bisa berisiko negatif dengan memperkenalkan konten yang kurang sesuai untuk pembaca dibawah umur. Oleh karena itu, peran pendidik dan orang tua tetap penting dalam menumbuhkan minat membaca terutama pembaca anak-anak dan remaja.
Secara budaya, sikap berhati-hati atau keraguan terhadap sastra populer sering kali membuat masyarakat melewatkan cerita-cerita yang sebenarnya dekat dengan kehidupan banyak orang, khususnya para remaja dari berbagai latar belakang. Karya populer dapat menjadi ruang untuk bereksperimen dengan bahasa, identitas, dan pengalaman sehari-hari. Ketika karya semacam ini dibahas di sekolah atau komunitas, karya tersebut berpotensi memperkaya imajinasi serta cara pandang masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Dengan demikian, sastra populer tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari wacana budaya yang turut membentuk cara berpikir dan berinteraksi dalam kehidupan sosial.
Kesimpulannya, alih-alih memandang sastra populer secara sebelah mata, akan lebih bermanfaat jika masyarakat mencoba melihat potensinya dalam meningkatkan minat baca dan memperkuat budaya literasi. Pendekatan yang inklusif dapat dimanfaatkan untuk menjadikan daya tarik sastra populer sebagai pintu masuk bagi pembaca pemula. Tentu saja, hal ini tetap perlu disertai dengan bimbingan dan adanya pengenalan terhadap keterampilan membaca kritis serta jenis bacaan yang lebih beragam. Dengan begitu, kebiasaan membaca tidak hanya meningkat, tetapi juga dapat mendorong perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa generasi muda.







