web analytics
Connect with us

Opini

Pengabdian Perempuan Desa

Published

on

Dokumentasi kegiatan sosialisasi di sekolah. Foto: FB PWP Petuguran

Oleh Hartati (P3A PWP Petuguran, Banjarnegara)

Masih ingat sekali dalam ingatanku saat pertama kali seorang tetanggaku bernama Sulastri, mengajakku ikut pada sacara dari sebuah LSM dari Yogyakarta, Mitra Wacana WRC yang diadakan di Kecamatan Purwonegoro. Waktu itu, 2 Agustus tahun 2015. Saat itu aku seharusnya berangkat ke-sekolah, namun entah kenapa aku lebih memilih untuk menikuti ajakan ibu Sulatri ketimbang berangkat ke sekolah yang adalah pekerjaanku setiap hari. Aku berangkat dari rumah dengan memakai batik berwarna biru, rok hitam dan menggendong tas berwarna hitam pula. Sebuah mobil sudah menunggu kami di jalan. Kami berenam berangkat dari dusunku Kalisat menuju ke dusun sebelah bernama Tangkisan. Karena beberapa orang menunggu disana. Ini kali pertama aku bertemu dengan wanita-wanita di Petuguran yang tergabung dalam organisasi perempuan bernama PWP (Pelita Wanita Petuguran) . Sesampai di rumah makan sido roso Purwonegoro, aku melihat banyak sekali wanita-wanita berkumpul disana yang berasal dari empat desa di Kabupaten Banjarnegara. Disana aku mendengarkan pemateri wanita yang mengesankan dan sangat memotivasi.

Dari pengalaman pertama itu, aku jadi sering mengikuti kegiatan yang diadakan ole Mitra Wacana WRC. Bahkan terkadang aku rela meninggalkan pekerjaanku di sekolah demi ikut kegiatan Mitra Wacana WRC. Aku bukan bermaksud menjadi orang yang tidak bertanggung jawab dengan meninggalkan pekerjaan, namun aku merasa bahwa aku perlu mendapatkan banyak pengalaman dan ilmu dari Mitra Wacana WRC. Disamping untuk diriku sendiri juga bisa aku tularkan kepada anak didikku nanti. Jujur saja, selama bertahun-tahun berada dilingkungan pendidikan aku tidak pernah ada kesempatan untuk mengikuti pelatihan maupun seminar seperti yang aku dapatkan dengan ikut Mitra Wacana WRC. Kalaupun ada pelatihan maka sekolah harus menyiapkan uang untuk membayar dan membeli sertifikat. Itu jauh dari ekspektasiku dan membuatku jadi beranggapan bahwa dunia pendidikan tidak begitu memperhatikanku.

Dengan mengikuti kegiatan di Mitra Wacana WRC, aku menjadi tahu jenis-jenis kekerasan terhadap anak dan sebagai pendidik ternyata itu sangat bermanfaat untuk aku sampaikan kepada anak-anak. Sebelum mengenal Mitra Wacana WRC aku merasa canggung saat menyampaikan materi tentang pendidikan seks kepada anak-anak, bahkan karena kurangnya pengetahuanku, banyak hal-hal yang dialami anak berkaitan dengan pelecehan dan kekerasan di sekolah. Namun aku tidak mengerti dan menganggap itu hal yang biasa. Ternyata setelah belajar dengan Mitra Wacana WRC aku baru sadar, lingkungan sekolah dekat dengan pelecehan dan kekerasan. Seperti anak laki-laki menyincing (menyingkap) rok teman perempuan, mengolok-olok teman, dan bahkan ada anak yang berani mencium teman sekelasnya. Hal itu mereka lakukan karena ketidak tahuan mereka tentang tindakan yang dilakukan, mereka tidak mengerti itu tindakan kekerasan dan pelecehan. Namun sejak aku belajar dengan Mitra Wacana WRC, aku jadi bisa menjelaskan kepada mereka dengan dasar dan pengertian yang relevan.

Beberapa bulan berjalan, kecintaanku terhadap organisasi semakin tumbuh. Ini memang jiwaku yang sudah aku tumbuhkan semenjak masih duduk di bangku SMA. Di SMA dulu aku aktif dikegiatan organisasi OSIS dan Kepramukaan. Sehingga setelah sembilan tahun terkubur seakan bangkit lagi karena dibangunkan oleh ruh organisasi perempuan bernama PWP (Pelita Wanita Petuguran). Hari demi hari aku jalani dengan membagi waktu antara sekolah dan organisasi di desa. Terkadang aku minta izin kepada kepala sekolah karena harus pulang lebih awal dan menyusul teman-temanku di organisasi tatkala sedang ada kegiatan. Bahkan sering juga izin satu atau dua hari tidak berangkat ke sekolah untuk mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Mitra Wacana WRC. Sebenarnya aku harus bergelut dengan batinku saat aku harus memilih antara sekolah dan kegiatan di Mitra Wacana WRC. Namun sekali lagi bahwa aku ingin sekali menimba ilmu dari kegiatan yang diadakan Mitra Wacana WRC.

Suatu hari (entah bulann apa), aku baru saja pulang dari sekolahan, baru berganti baju dan beberapa menit duduk menonton televisi. Ponselku berbunyi, salah seorang temanku di organisasi bernama bu Parwati menelponku. Beliau mengatakan sedang rapat dengan teman-teman di organisasi dan memang waktu itu aku tidak bisa hadir karena ada acara lain. Beliau mengatakan bahwa teman-teman menghendakiku untuk menjadi ketua organisasi PWP. Aku menjawab bahwa orang lain saja yang menjadi ketua, karena aku takut tidak bisa total menjalankan tanggung jawabku sebagai ketua. Namun teman-teman tetap bersikukuh supaya aku menjadi ketua. Mereka berdalih bahwa tugas tetap dijalankan bersama tidak berpangku pada ketua saja. Dengan perasaan ragu akhirnya aku menyanggupi permintaan teman-teman di organisasi. Dari situlah aku berpikir, kini jiwa dan ragaku telah terbagi. Aku bukan lagi seorang guru yang utuh mengabdikan diri untuk pendidikan di sekolah, namun separoh jiwaku pun telah menyanggupi untuk menjadi pejuang wanita desa yang mengemban tugas terhadap pendidikan masyarakat.

Pelatihan demi pelatihan aku ikuti, kegiatan demi kegiatan organisasi aku jalani. Perasaan menyayangi telah benar-benar bersemi. Perasaan mencintai benar-benar sudah terpatri (lebay ya?). PWP sudah menjadi bagian hidupku. Berkat PWP lah aku menjadi wanita yang lebih berani, kepercayaan diriku lebih tumbuh, berbicara di depan umum terlatih dengan ikut sosialisasi, karena meski biasa berbicara di depan anak-anak, pada kenyataannya keadaannya sungguh berbeda. Dari situ aku merasakan bahwa perubahan demi perubahan aku rasakan karena PWP.

Suatu ketika aku sedang ada sebuah urusan yang penting. Padahal PWP mau mengadakan pertemuan rutin. Ada sebuah perasaan tidak tenang, jiwa dan ragaku seakan terpisah. Ragaku ada disini, namun tidak dengan jiwaku (lebay lagi). Seperti sebuah lagu romantis yang biasa aku dengar. Aku memikirkan PWP padahal aku pun sedang punya urusan sendiri. Sampai akhirnya aku pulang maghrib, aku mengirim pesan kepada salah seorang teman di organisasi menanyakan hasil pertemuan. Entah aku berpikir apa, kemudian aku mengambil sebuah pulpen dan buku. Aku bernyanyi lirih sambil merekam suaraku. Lalu aku tulis syair tentang apa yang aku pikirkan tentang PWP. Waktu itu tanggal 7 Januari 2017. Malam pukul 19.00 WIB aku menulis lagu mars PWP, sebagai berikut:

Mars PWP
Wanita Petuguran, bersatu didalam perjuangan
Wanita Petuguran, bersatu dalam PWP
Jayalah Pelita Wanita Petuguran
Dalam menjunjung keadilan

Melangkah bersama dalam satu tujuan
Memperjuangkan hak perempuan
Wanita Petuguran, bersatu didalam perjuangan
Wanita Petuguran, bersatu dalam PWP

Meningkatkan kemampuan dalam segala bidang
Bahu membahu saling berpegang tangan
Menjadi wanita yang dapat diandalkan
Dibawah Ridho pencipta alam

Marilah WANITA PETUGURAN.
BANGKITLAH bersama PWP
Berjuanglah pantang menyerah
Menjadi pelita dalam kegelapan

Syair yang ku-tulis ini, menggambarkan isi hatiku tentang PWP. Aku memang sangat menyukai seni, terutama musik. Memang aku ciptakan lagu itu tanpa mengerti not-notnya, karena semua datang begitu saja. Namun andai ada kesempatan aku akan belajar bagaimana cara menulis lagu yang baik dan benar. Supaya suatu hari lagu yang ku ciptakan layak untuk dinyanyikan dan didengar. Aku beranggapan bahwa lagu adalah sebuah cara untuk dikenal orang dan diingat orang. Jika PWP punya lagu maka agar PWP diingat orang dan mudah dikenal orang, dan endingnya PWP mampu membawa spirit perubahan terhadap masyarakat khususnya di desa Petuguran.
Sebulan setelah lagu itu ku ciptakan, Mitra Wacana WRC mengadakan peringatan hari perempuan sedunia, atau disebut IWD (International Women’s Day). Ibu-ibu di PWP antusias sekali menyiapkan acara itu yang akan diadakan di kecamatan. Mereka dengan penuh semangat terus berlatih demi kesuksesan acara.

Sungguh aku merasa bangga punya teman-teman yang memiliki semangat tinggi, sehingga semangat mereka pun menjadi spiritku dalam berorganisasi. Dua hari kami berlatih mereka sudah bisa menyanyikan lagu dengan baik. Ditambah dengan lagu Ibu pertiwi, yang ku iringi dengan musik karaoke dari laptop. Mereka terlihat senang dan tanpa beban saat bernyanyi sehingga dua hari waktu yang cukup untuk mereka siap menampilkan di IWD kecamatan. Satu hari sebelum hari H, kami melakukan gladi bersih di kecamatan. Hari itu pun tiba, yaitu tanggal 29 Maret 2017. Hari yang penting dan bersejarah. Ini kali pertamaku memberikan sambutan di tingkat kecamatan, menjadi ketua panitia acara. Ini juga pertama kalinya karya pertamaku membuat lagu diperdengarkan didepan orang. Sungguh pengalaman yang terus menjadi motivasiku untuk tetap berkarya dan berlatih.

Kegiatan organisasi seolah sudah mendarah daging dalam tubuhku. Kegiatan organisasiku antara lain; sekolah perempuan perdusun, sosialisasi ke sekolah-sekolah, Taman Baca Masyarakat, celengan peduli anak sekolah. Semua kegiatan itu dilakukan oleh perempuan-perempuan desa yang notebenenya bukan orang-orang yang berpendidikan tinggi dan bahkan anggota dari PWP adalah ibu rumah tangga biasa yang beberapa punya usaha kecil dirumah. Ada yang jadi pembuat keripik, bubuk salak, dan dua dua anggota lagi adalah istri pak Kades dan Pak sekdes.

Aku merasa beruntung dan bangga menjadi bagian dari perjuangan perempuan-perempuan desa. Aku merasa menjadi manusia yang bermanfaat bagi masyarakat. Memang, kehadiran Mitra Wacana WRC sangat berguna bagi desaku, Petuguran. Mitra Wacana WRC telah memberikan pendidikan bagi masyarakat melalui program-programnya dan yang lebih membahagiakan lagi, perdes tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak akan segera terwujud. Ini akan menjadi kabar gembira karena Petuguran memang mempunyai kasus kekerasan yang cukup banyak, sehingga dengan adanya perdes ini akan menjadi kontrol dan mengurangi angka kekerasan di Petuguran.

Dulu aku ingin sekali masuk kuliah di jurusan sastra, karena aku punya kegemaran membuat puisi dan menulis, selain itu aku juga suka membaca novel. Namun orang tuaku ingin aku masuk di jurusan pendidikan, jadi aku turuti saja keinginan orang tua karena yang terpenting dalam hidupku saat itu adalah aku bisa kuliah. Ilmu tentang kesastraan biar aku cari sendiri entah dimanapun itu. Sehingga tahun 2011 aku lulus kuliah dan menikah di tahun 2012. Hampir semenjak lulus kuliah dan menikah aku sudah jarang sekali menulis puisi dan cerpen. Aku lebih fokus pada pekerjaanku mengajar di sekolah. Hingga dipenghujung tahun 2016 aku menulis kembali. Sepertiya menulis memang dapat menjadi spirit dalam menemukan jalan. Suatu hari pendamping organisasi PWP dari Mitra Wacana WRC mengajakku untuk mngikuti pelatihan menulis selama dua hari.

Ajakan itu menjadi angin segar, inilah cita-citaku yang tidak pernah terlaksana. Berlatih menulis dengan seorang penulis. Aku senang sekali menerima pesan itu, lalu aku menjawab bahwa aku mau ikut pelatihan itu tanpa banyak berpikir dua hari aku harus izin dari sekolah. Aku akan mengikuti pelatihan penulisan buku pengalaman sukses pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Pagi itu saat hari pelatihan tiba, aku benar-benar bersemangat. Aku membayangkan akan belajar menulis puisi maupun cerpen dari seorang penulis yang profesional. Pelatih kami bernama Tia Setyadi yang sudah pengalaman dalam menulis cerpen, beliau juga seorang editor.

Mba Septi Wulandari dari Mitra Wacana WRC juga datang ke acara pelatihan itu. Lalu dihari kedua pelatihan aku menunjukkan hasil karyaku dalam menulis cerpen dan mba Septi membaca cerpenku. Beliau kemudian mengoreksi tulisanku dan memintaku memperbaiki beberapa bagian yang kurang tepat. Setelah ku perbaiki tulisanku ku emailkan pada beliau dan ternyata beliau memuat tulisanku di website perempuan berkisah. Inilah pengalaman pertamaku mempublikasikan sebuah karya cerpen dengan judul perempuan tangguh dari Petuguran. “Terima kasih mba Septi” Pelatihan menulis dua hari itu membangkitkan semangatku untuk terus menulis.

Kegiatan-kegiatan organisasi membuatku belajar banyak hal. Sosialisasi ke dusun-dusun membuatku mengerti akan berbagi. mengerti keadaan warga Petuguran yang ku sadari selama ini tidak aku kenali. Namun dengan kegiatan sosialisasi ke dusun-dusun aku bertemu banyak orang, mengenal banyak orang dan persahabatan di PWP terpupuk dengan kebersamaan itu. Selain sosialisasi ke dusun PWP juga melakukan kegiatan sosialisasi ke Sekolah-sekolah. Kegiatan ini memang sangat penting karena masa depan anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa ini bukan tanggung jawab pemerintah saja namun perlu ada yang menjembatani dan berperan serta terhadap perlindungan mereka dari kejahatan kekerasan. PWP melakukan kegiatan sosialisasi kepada anak-anak sekolah dengan materi KSTA (Kekerasan Seksual Terhadap Anak). semoga bisa menjadi benteng bagi mereka dalam menjaga dirinya dari kejahatan seksual yang bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja.

Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun aku lalui bersama organisasi. Perasaan nyaman dan senang aku rasakan saat mengikuti kegiatan organisasi. Sampai hatiku seakan berubah haluan. Dulu aku mengira bahwa mengajar menjadi satu-satunya pekerjaan yang akan aku jalani. Tidak pernah terbesit sedikitpun untuk beralih profesi, namun setelah aku banyak kegiatan bersama PWP aku mulai berpikir untuk mengabdikan diriku untuk desaku. Hingga dibulan September ada pendaftaran kekosongan perangkat desa di formasi Kepala Seksi Pemerintahan. Aku berpikir untuk ikut mendaftar dengan berbagai pertimbangan hingga akhirnya aku mendaftar. Tanggal 29 September aku ujian dan dinyatakan lolos. Itulah pilihan hidup yang aku ambil. Sebuah keputusan terbesar dalam hidupku. Semua karena organisasi, aku jadi lebih mengenal desaku, menjadi lebih mencintai desaku memilih menjadi bagian perjuangan kelompok perempuan di desaku. Sebagai kalimat terakhir, saya ingin mengucapakan; “Banggalah menjadi perempuan desa”.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Opini

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA DALAM NOVEL BERGOLAK DERITA ANAK NEGERI

Published

on

Oleh : Natalia Zebua

Mahasiswi Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas

       Sosiologi berasal dari bahasa Latin, yaitu “socius” yang berarti “kawan” atau “teman”, dan “logos” yang berarti “ilmu pengetahuan”. Dengan demikian, sosiologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Sosiologi fokus pada mempelajari kenyataan masyarakat dan perubahannya, bukan tentang bagaimana masyarakat seharusnya. Sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan manusia dalam masyarakat, sosiologi dapat dibedakan dari ilmu-ilmu lain seperti ekonomi, sejarah, hukum, antropologi, dan psikologi. Namun, dalam prakteknya, sosiologi tidak dapat dipisahkan dari ilmu-ilmu lain karena kehidupan masyarakat bersifat kompleks dan multidimensi.

       Sosiologi sastra, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat yang terkait dengan sastra. Bidang ini mempelajari karya sastra dalam konteks sosial, termasuk pengaruh latar belakang pengarang, ideologi, kondisi ekonomi, dan khalayak yang dituju. Sosiologi sastra berfokus pada hubungan antara karya sastra dan masyarakat, menjadikan karya sastra sebagai objek kajian yang tidak terpisahkan dari konteks sosialnya. Dengan demikian, sosiologi sastra menawarkan pendekatan yang komprehensif untuk memahami karya sastra dalam dimensi sosialnya.

       Karya sastra adalah ekspresi kreatif manusia yang dituangkan dalam bentuk tulis atau lisan, mencerminkan pengalaman, perasaan, dan pemikiran imajinatif atau nyata melalui bahasa sebagai medianya. Salah satu bentuk karya sastra yaitu Novel. Novel adalah sebuah karya sastra yang berbentuk prosa dan biasanya memiliki narasi yang kompleks, karakter yang berkembang, dan plot yang terstruktur. Novel seringkali menggambarkan kehidupan nyata atau imajinatif. Novel Bergolak Derita Anak Negeri merupakan karya dari Armini Arbain dan Ronidin, yang terdiri dari 362 halaman, menampilkan karya sastra serius dengan gaya bahasa yang digunakan mudah untuk dipahami. Cara pengisahan dalam novel Bergolak Derita Anak Negeri cukup menggugah rasa ingin tahu, mengungkap suatu masalah dimasa lampau.

       Novel Bergolak Derita Anak Negeri karya Armini Arbain dan Ronidin menceritakan tentang derita anak negeri yang dialami oleh laki-laki dan perempuan selama masa perang PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) pada tahun 1958-1961. Novel ini terbagi menjadi tiga bagian yang menceritakan tentang penderitaan dan kekerasan yang dialami oleh tokoh-tokoh utama. Pada bagian pertama menceritakan derita anak perempuan, bagian kedua menceritakan derita laki-laki dan pada bagian ke tiga menceritakan pertemuan dan bahagia. Armini Arbain dan Ronidin berhasil mengungkap kisah pada masa lampau dengan bahasa yang mudah dipahami dan mengalir sehingga pembaca tertarik dan ingin membacanya.

       Pada bagian pertama novel Bergolak Derita Anak Negri menceritakan tentang derita perempuan yang dialami oleh Mainar dan Mirna. Mainar adalah seorang guru agama yang mengalami kegagalan dalam pernikahannya karena suaminya selingkuh. Sementara itu, Mirna adalah istri dari seorang wakil kepala sekolah yang tergoda oleh seorang guru baru bernama Suyono. Mirna akhirnya terjatuh dalam permainan Suyono dan melakukan perbuatan yang tidak pantas. Akibatnya, Mirna hamil di luar nikah dan suaminya ingin menceraikannya. Namun, Suyono membunuh Mirna dan membuatnya terlihat seperti bunuh diri.

       Pada bagian kedua novel Bergolak Derita Anak Negri menceritakan tentang derita laki-laki yang dialami oleh Sarman dan adiknya, Karman. Sarman adalah seorang tentara dadakan yang bergabung dengan PRRI, sementara Karman adalah seorang mahasiswa yang ditangkap oleh tentara APRI karena dianggap sebagai anggota komunis. Karman mengalami siksaan dan penyiksaan di penjara, namun akhirnya dibebaskan setelah perang usai.

       Pada bagian ketiga novel Bergolak Derita Anak Negri menceritakan tentang pertemuan antara Karman dan Rosna, seorang perempuan yang mengalami trauma masa lalu. Karman menyukai Rosna dan akhirnya melamarnya. Mereka menikah dan hidup bahagia. Novel Bergolak Derita Anak Negeri ini menggambarkan bagaimana perang dapat menghancurkan kehidupan masyarakat dan menyebabkan trauma yang berkepanjangan. Namun, novel ini juga menunjukkan bahwa ada harapan untuk memulai kembali dan hidup bahagia setelah melewati masa-masa sulit.

       Dari cerita novel Bergolak Derita Anak Negeri, beberapa fakta sosial, gejala sosial, dan perubahan sosial.

       Dalam novel ini menggambarkan bagaimana pengaruh perang PRRI dapat menghancurkan kehidupan masyarakat dan menyebabkan trauma yang berkepanjangan. Dalam novel ini juga menggambarkan tentang trauma perempuan akibat banyak tentara yang secara tidak hormat merenggut kehormatan para perempuan seperti yang dialami oleh Mirna dan Nur Aini. Tak hanya perempuan saja laki-laki pun juga banyak mengalami kekerasan, penyiksaan bahkan banyak yang terbunuh dapat disebut mendapati perlakuan dari tentara yang sudah termasuk kedalam pelanggaran hak asasi manusia. Dapat dilihat dari pernyataan berikut:

“Mereka membakar, menembaki, menyiksa, dan bahkan membunuh”

Dan juga pada masa itu muncul istilah:

“Tembak atas atau tembak bawah? Istilah tersebut adalah istilah yang dipakai untuk memberikan dua pilihan kepada perempuan oleh tentara OPR (Organisasi Perlawanan Rakyat) maupun tentara pusat” (halaman 60).

       Tak hanya itu, dalam novel ini juga menggambarkan pengaruh ideologi politik yaitu dengan terjadinya perang PRRI dan APRI mempengaruhi kehidupan masyarakat dan menyebabkan konflik antara kelompok yang berbeda. Juga menggambarkan perubahan sosial dan trauma juga penyembuhan dimana dalam novel ini menggambarkan tokoh-tokoh utama mengalami trauma dan berusaha untuk menyembuhkan diri dari pengalaman buruk.

  

       Dalam novel ini menggambarkan penganiayaan dan penyiksaan yang dialami oleh para tahanan, kekerasan terhadap perempuan oleh tentara, trauma dan stres pasca trauma pada korban yang dialami oleh Rosna,  sehingga ia mengalami gangguan mental dan terjadilah balas dendam,  yang dilakukan oleh Bahar kakaknya Rosna terhadap anak mantan tentara yaitu Retno atau wanita-wanita yang dipacarinya. Dapat dilihat dari pernyataan berikut:

“Setelah bebas dari penjara, Bahar mendapati Rosna sudah kurang waras. Bahar meraung dan melolong panjang. Sejak saat itu, timbul dendam dalam dirinya terhadap tentara pusat sehingga di hatinya muncul rasa ingin balas dendam menghancurkan perempuan entah dengan cara apa. Dendam itulah yang selalu menggelora dalam hatinya”

 

       Dalam novel ini menggambarkan perubahan sosial yang dialami oleh para tokoh, pada bagian pertama ada Rosna yang mengalami perubahan akibat dari pelecehan yang terjadi terhadapnya yang dilakukan oleh tentara. Dimana Rosna mengalami gangguan mental dan kurang waras ia menjadi pemurung, sering berteriak histeris dan berperilaku seperti anak sekolah, dapat dilihat dari kutipan berikut:

“ Ia bertingkah seperti seorang anak sekolah yang akan berangkat sekolah, setiap pagi ia mandi, berpakaian rapi, dan kemudian makan dan mengambil tas. Rosna keluar rumah, namun sampai di pagar ia akan berteriak histeris, lalu berlari balik ke rumah dan terisak-isak di pangkuan Mak. Dst…” (halaman 7).

“ Rosna divonis mengalami gangguan jiwa. Tatapannya kosong dan ketika diajak bicara, ia tidak merespon apa-apa” (halaman 162)

      Retno, seorang anak mantan tentara juga mengalami perubahan akibat dari balas dendam yang dilakukan oleh Bahar kakaknya Rosna dapat dilihat dari pernyataan berikut:

“Akibat dari peristiwa itu, Retno menjadi pemurung. Ia tidak bersemangat menyelesaikan skripsinya. Dst..” (halaman 11).

 

       Novel Bergolak Derita Anak Negeri karya Armini Arbain dan Ronidin merupakan sebuah karya sastra yang menggambarkan bagaimana perang dapat menghancurkan kehidupan masyarakat dan menyebabkan trauma yang berkepanjangan. Melalui novel ini, kita dapat memahami bagaimana pengaruh ideologi politik dan kekerasan dapat mempengaruhi kehidupan individu dan masyarakat. Dengan demikian, novel ini memberikan gambaran tentang pentingnya memahami konteks sosial dalam menganalisis karya sastra. Selain itu, novel ini juga menunjukkan bahwa ada harapan untuk memulai kembali dan hidup bahagia setelah melewati masa-masa sulit. Dengan bahasa yang mudah dipahami dan cerita yang mengalir, novel ini berhasil menggambarkan kompleksitas masyarakat pada masa perang dan dampaknya terhadap individu dan masyarakat. Oleh karena itu, novel Bergolak Derita Anak Negeri dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk memahami sejarah dan dampaknya terhadap masyarakat.

 

 

 

    

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Amini, A., dan Ronidin (2019). Bergolak Derita Anak Negri. Penerbit Erka.

Continue Reading

Trending