Opini
Pengabdian Perempuan Desa
Published
6 years agoon
By
Mitra Wacana
Oleh Hartati (P3A PWP Petuguran, Banjarnegara)
Masih ingat sekali dalam ingatanku saat pertama kali seorang tetanggaku bernama Sulastri, mengajakku ikut pada sacara dari sebuah LSM dari Yogyakarta, Mitra Wacana WRC yang diadakan di Kecamatan Purwonegoro. Waktu itu, 2 Agustus tahun 2015. Saat itu aku seharusnya berangkat ke-sekolah, namun entah kenapa aku lebih memilih untuk menikuti ajakan ibu Sulatri ketimbang berangkat ke sekolah yang adalah pekerjaanku setiap hari. Aku berangkat dari rumah dengan memakai batik berwarna biru, rok hitam dan menggendong tas berwarna hitam pula. Sebuah mobil sudah menunggu kami di jalan. Kami berenam berangkat dari dusunku Kalisat menuju ke dusun sebelah bernama Tangkisan. Karena beberapa orang menunggu disana. Ini kali pertama aku bertemu dengan wanita-wanita di Petuguran yang tergabung dalam organisasi perempuan bernama PWP (Pelita Wanita Petuguran) . Sesampai di rumah makan sido roso Purwonegoro, aku melihat banyak sekali wanita-wanita berkumpul disana yang berasal dari empat desa di Kabupaten Banjarnegara. Disana aku mendengarkan pemateri wanita yang mengesankan dan sangat memotivasi.
Dari pengalaman pertama itu, aku jadi sering mengikuti kegiatan yang diadakan ole Mitra Wacana WRC. Bahkan terkadang aku rela meninggalkan pekerjaanku di sekolah demi ikut kegiatan Mitra Wacana WRC. Aku bukan bermaksud menjadi orang yang tidak bertanggung jawab dengan meninggalkan pekerjaan, namun aku merasa bahwa aku perlu mendapatkan banyak pengalaman dan ilmu dari Mitra Wacana WRC. Disamping untuk diriku sendiri juga bisa aku tularkan kepada anak didikku nanti. Jujur saja, selama bertahun-tahun berada dilingkungan pendidikan aku tidak pernah ada kesempatan untuk mengikuti pelatihan maupun seminar seperti yang aku dapatkan dengan ikut Mitra Wacana WRC. Kalaupun ada pelatihan maka sekolah harus menyiapkan uang untuk membayar dan membeli sertifikat. Itu jauh dari ekspektasiku dan membuatku jadi beranggapan bahwa dunia pendidikan tidak begitu memperhatikanku.
Dengan mengikuti kegiatan di Mitra Wacana WRC, aku menjadi tahu jenis-jenis kekerasan terhadap anak dan sebagai pendidik ternyata itu sangat bermanfaat untuk aku sampaikan kepada anak-anak. Sebelum mengenal Mitra Wacana WRC aku merasa canggung saat menyampaikan materi tentang pendidikan seks kepada anak-anak, bahkan karena kurangnya pengetahuanku, banyak hal-hal yang dialami anak berkaitan dengan pelecehan dan kekerasan di sekolah. Namun aku tidak mengerti dan menganggap itu hal yang biasa. Ternyata setelah belajar dengan Mitra Wacana WRC aku baru sadar, lingkungan sekolah dekat dengan pelecehan dan kekerasan. Seperti anak laki-laki menyincing (menyingkap) rok teman perempuan, mengolok-olok teman, dan bahkan ada anak yang berani mencium teman sekelasnya. Hal itu mereka lakukan karena ketidak tahuan mereka tentang tindakan yang dilakukan, mereka tidak mengerti itu tindakan kekerasan dan pelecehan. Namun sejak aku belajar dengan Mitra Wacana WRC, aku jadi bisa menjelaskan kepada mereka dengan dasar dan pengertian yang relevan.
Beberapa bulan berjalan, kecintaanku terhadap organisasi semakin tumbuh. Ini memang jiwaku yang sudah aku tumbuhkan semenjak masih duduk di bangku SMA. Di SMA dulu aku aktif dikegiatan organisasi OSIS dan Kepramukaan. Sehingga setelah sembilan tahun terkubur seakan bangkit lagi karena dibangunkan oleh ruh organisasi perempuan bernama PWP (Pelita Wanita Petuguran). Hari demi hari aku jalani dengan membagi waktu antara sekolah dan organisasi di desa. Terkadang aku minta izin kepada kepala sekolah karena harus pulang lebih awal dan menyusul teman-temanku di organisasi tatkala sedang ada kegiatan. Bahkan sering juga izin satu atau dua hari tidak berangkat ke sekolah untuk mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Mitra Wacana WRC. Sebenarnya aku harus bergelut dengan batinku saat aku harus memilih antara sekolah dan kegiatan di Mitra Wacana WRC. Namun sekali lagi bahwa aku ingin sekali menimba ilmu dari kegiatan yang diadakan Mitra Wacana WRC.
Suatu hari (entah bulann apa), aku baru saja pulang dari sekolahan, baru berganti baju dan beberapa menit duduk menonton televisi. Ponselku berbunyi, salah seorang temanku di organisasi bernama bu Parwati menelponku. Beliau mengatakan sedang rapat dengan teman-teman di organisasi dan memang waktu itu aku tidak bisa hadir karena ada acara lain. Beliau mengatakan bahwa teman-teman menghendakiku untuk menjadi ketua organisasi PWP. Aku menjawab bahwa orang lain saja yang menjadi ketua, karena aku takut tidak bisa total menjalankan tanggung jawabku sebagai ketua. Namun teman-teman tetap bersikukuh supaya aku menjadi ketua. Mereka berdalih bahwa tugas tetap dijalankan bersama tidak berpangku pada ketua saja. Dengan perasaan ragu akhirnya aku menyanggupi permintaan teman-teman di organisasi. Dari situlah aku berpikir, kini jiwa dan ragaku telah terbagi. Aku bukan lagi seorang guru yang utuh mengabdikan diri untuk pendidikan di sekolah, namun separoh jiwaku pun telah menyanggupi untuk menjadi pejuang wanita desa yang mengemban tugas terhadap pendidikan masyarakat.
Pelatihan demi pelatihan aku ikuti, kegiatan demi kegiatan organisasi aku jalani. Perasaan menyayangi telah benar-benar bersemi. Perasaan mencintai benar-benar sudah terpatri (lebay ya?). PWP sudah menjadi bagian hidupku. Berkat PWP lah aku menjadi wanita yang lebih berani, kepercayaan diriku lebih tumbuh, berbicara di depan umum terlatih dengan ikut sosialisasi, karena meski biasa berbicara di depan anak-anak, pada kenyataannya keadaannya sungguh berbeda. Dari situ aku merasakan bahwa perubahan demi perubahan aku rasakan karena PWP.
Suatu ketika aku sedang ada sebuah urusan yang penting. Padahal PWP mau mengadakan pertemuan rutin. Ada sebuah perasaan tidak tenang, jiwa dan ragaku seakan terpisah. Ragaku ada disini, namun tidak dengan jiwaku (lebay lagi). Seperti sebuah lagu romantis yang biasa aku dengar. Aku memikirkan PWP padahal aku pun sedang punya urusan sendiri. Sampai akhirnya aku pulang maghrib, aku mengirim pesan kepada salah seorang teman di organisasi menanyakan hasil pertemuan. Entah aku berpikir apa, kemudian aku mengambil sebuah pulpen dan buku. Aku bernyanyi lirih sambil merekam suaraku. Lalu aku tulis syair tentang apa yang aku pikirkan tentang PWP. Waktu itu tanggal 7 Januari 2017. Malam pukul 19.00 WIB aku menulis lagu mars PWP, sebagai berikut:
Mars PWP
Wanita Petuguran, bersatu didalam perjuangan
Wanita Petuguran, bersatu dalam PWP
Jayalah Pelita Wanita Petuguran
Dalam menjunjung keadilan
Melangkah bersama dalam satu tujuan
Memperjuangkan hak perempuan
Wanita Petuguran, bersatu didalam perjuangan
Wanita Petuguran, bersatu dalam PWP
Meningkatkan kemampuan dalam segala bidang
Bahu membahu saling berpegang tangan
Menjadi wanita yang dapat diandalkan
Dibawah Ridho pencipta alam
Marilah WANITA PETUGURAN.
BANGKITLAH bersama PWP
Berjuanglah pantang menyerah
Menjadi pelita dalam kegelapan
Syair yang ku-tulis ini, menggambarkan isi hatiku tentang PWP. Aku memang sangat menyukai seni, terutama musik. Memang aku ciptakan lagu itu tanpa mengerti not-notnya, karena semua datang begitu saja. Namun andai ada kesempatan aku akan belajar bagaimana cara menulis lagu yang baik dan benar. Supaya suatu hari lagu yang ku ciptakan layak untuk dinyanyikan dan didengar. Aku beranggapan bahwa lagu adalah sebuah cara untuk dikenal orang dan diingat orang. Jika PWP punya lagu maka agar PWP diingat orang dan mudah dikenal orang, dan endingnya PWP mampu membawa spirit perubahan terhadap masyarakat khususnya di desa Petuguran.
Sebulan setelah lagu itu ku ciptakan, Mitra Wacana WRC mengadakan peringatan hari perempuan sedunia, atau disebut IWD (International Women’s Day). Ibu-ibu di PWP antusias sekali menyiapkan acara itu yang akan diadakan di kecamatan. Mereka dengan penuh semangat terus berlatih demi kesuksesan acara.
Sungguh aku merasa bangga punya teman-teman yang memiliki semangat tinggi, sehingga semangat mereka pun menjadi spiritku dalam berorganisasi. Dua hari kami berlatih mereka sudah bisa menyanyikan lagu dengan baik. Ditambah dengan lagu Ibu pertiwi, yang ku iringi dengan musik karaoke dari laptop. Mereka terlihat senang dan tanpa beban saat bernyanyi sehingga dua hari waktu yang cukup untuk mereka siap menampilkan di IWD kecamatan. Satu hari sebelum hari H, kami melakukan gladi bersih di kecamatan. Hari itu pun tiba, yaitu tanggal 29 Maret 2017. Hari yang penting dan bersejarah. Ini kali pertamaku memberikan sambutan di tingkat kecamatan, menjadi ketua panitia acara. Ini juga pertama kalinya karya pertamaku membuat lagu diperdengarkan didepan orang. Sungguh pengalaman yang terus menjadi motivasiku untuk tetap berkarya dan berlatih.
Kegiatan organisasi seolah sudah mendarah daging dalam tubuhku. Kegiatan organisasiku antara lain; sekolah perempuan perdusun, sosialisasi ke sekolah-sekolah, Taman Baca Masyarakat, celengan peduli anak sekolah. Semua kegiatan itu dilakukan oleh perempuan-perempuan desa yang notebenenya bukan orang-orang yang berpendidikan tinggi dan bahkan anggota dari PWP adalah ibu rumah tangga biasa yang beberapa punya usaha kecil dirumah. Ada yang jadi pembuat keripik, bubuk salak, dan dua dua anggota lagi adalah istri pak Kades dan Pak sekdes.
Aku merasa beruntung dan bangga menjadi bagian dari perjuangan perempuan-perempuan desa. Aku merasa menjadi manusia yang bermanfaat bagi masyarakat. Memang, kehadiran Mitra Wacana WRC sangat berguna bagi desaku, Petuguran. Mitra Wacana WRC telah memberikan pendidikan bagi masyarakat melalui program-programnya dan yang lebih membahagiakan lagi, perdes tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak akan segera terwujud. Ini akan menjadi kabar gembira karena Petuguran memang mempunyai kasus kekerasan yang cukup banyak, sehingga dengan adanya perdes ini akan menjadi kontrol dan mengurangi angka kekerasan di Petuguran.
Dulu aku ingin sekali masuk kuliah di jurusan sastra, karena aku punya kegemaran membuat puisi dan menulis, selain itu aku juga suka membaca novel. Namun orang tuaku ingin aku masuk di jurusan pendidikan, jadi aku turuti saja keinginan orang tua karena yang terpenting dalam hidupku saat itu adalah aku bisa kuliah. Ilmu tentang kesastraan biar aku cari sendiri entah dimanapun itu. Sehingga tahun 2011 aku lulus kuliah dan menikah di tahun 2012. Hampir semenjak lulus kuliah dan menikah aku sudah jarang sekali menulis puisi dan cerpen. Aku lebih fokus pada pekerjaanku mengajar di sekolah. Hingga dipenghujung tahun 2016 aku menulis kembali. Sepertiya menulis memang dapat menjadi spirit dalam menemukan jalan. Suatu hari pendamping organisasi PWP dari Mitra Wacana WRC mengajakku untuk mngikuti pelatihan menulis selama dua hari.
Ajakan itu menjadi angin segar, inilah cita-citaku yang tidak pernah terlaksana. Berlatih menulis dengan seorang penulis. Aku senang sekali menerima pesan itu, lalu aku menjawab bahwa aku mau ikut pelatihan itu tanpa banyak berpikir dua hari aku harus izin dari sekolah. Aku akan mengikuti pelatihan penulisan buku pengalaman sukses pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Pagi itu saat hari pelatihan tiba, aku benar-benar bersemangat. Aku membayangkan akan belajar menulis puisi maupun cerpen dari seorang penulis yang profesional. Pelatih kami bernama Tia Setyadi yang sudah pengalaman dalam menulis cerpen, beliau juga seorang editor.
Mba Septi Wulandari dari Mitra Wacana WRC juga datang ke acara pelatihan itu. Lalu dihari kedua pelatihan aku menunjukkan hasil karyaku dalam menulis cerpen dan mba Septi membaca cerpenku. Beliau kemudian mengoreksi tulisanku dan memintaku memperbaiki beberapa bagian yang kurang tepat. Setelah ku perbaiki tulisanku ku emailkan pada beliau dan ternyata beliau memuat tulisanku di website perempuan berkisah. Inilah pengalaman pertamaku mempublikasikan sebuah karya cerpen dengan judul perempuan tangguh dari Petuguran. “Terima kasih mba Septi” Pelatihan menulis dua hari itu membangkitkan semangatku untuk terus menulis.
Kegiatan-kegiatan organisasi membuatku belajar banyak hal. Sosialisasi ke dusun-dusun membuatku mengerti akan berbagi. mengerti keadaan warga Petuguran yang ku sadari selama ini tidak aku kenali. Namun dengan kegiatan sosialisasi ke dusun-dusun aku bertemu banyak orang, mengenal banyak orang dan persahabatan di PWP terpupuk dengan kebersamaan itu. Selain sosialisasi ke dusun PWP juga melakukan kegiatan sosialisasi ke Sekolah-sekolah. Kegiatan ini memang sangat penting karena masa depan anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa ini bukan tanggung jawab pemerintah saja namun perlu ada yang menjembatani dan berperan serta terhadap perlindungan mereka dari kejahatan kekerasan. PWP melakukan kegiatan sosialisasi kepada anak-anak sekolah dengan materi KSTA (Kekerasan Seksual Terhadap Anak). semoga bisa menjadi benteng bagi mereka dalam menjaga dirinya dari kejahatan seksual yang bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja.
Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun aku lalui bersama organisasi. Perasaan nyaman dan senang aku rasakan saat mengikuti kegiatan organisasi. Sampai hatiku seakan berubah haluan. Dulu aku mengira bahwa mengajar menjadi satu-satunya pekerjaan yang akan aku jalani. Tidak pernah terbesit sedikitpun untuk beralih profesi, namun setelah aku banyak kegiatan bersama PWP aku mulai berpikir untuk mengabdikan diriku untuk desaku. Hingga dibulan September ada pendaftaran kekosongan perangkat desa di formasi Kepala Seksi Pemerintahan. Aku berpikir untuk ikut mendaftar dengan berbagai pertimbangan hingga akhirnya aku mendaftar. Tanggal 29 September aku ujian dan dinyatakan lolos. Itulah pilihan hidup yang aku ambil. Sebuah keputusan terbesar dalam hidupku. Semua karena organisasi, aku jadi lebih mengenal desaku, menjadi lebih mencintai desaku memilih menjadi bagian perjuangan kelompok perempuan di desaku. Sebagai kalimat terakhir, saya ingin mengucapakan; “Banggalah menjadi perempuan desa”.
You may like
Opini
Bentuk-Bentuk Kekerasan di Tempat Kerja
Published
2 weeks agoon
18 September 2023By
Mitra Wacana
Oleh Wahyu Tanoto
Menurut studi yang dilakukan oleh Equal Employment Opportunity Commission (EEOC) pada 2016 di Amerika Serikat, sekitar 75% orang yang mengalami pelecehan di tempat kerja tidak melaporkan kejadian kepada manajer, supervisor, atau perwakilan serikat pekerja. Salah satu alasan utama adalah karena merasa takut akan keamanan kerja serta takut kehilangan sumber pendapatan mereka. Selain itu ada beberapa faktor lain, seperti:
- Faktor relasi kuasa. Salah satu pihak memiliki kekuatan, posisi atau jabatan yang lebih tinggi atau dominan dibandingkan korban. Misalnya, antara bos dengan karyawan.
- Kebijakan perlindungan pekerja masih tidak jelas. Absennya perlindungan terhadap korban dapat menyebabkan korban merasa takut untuk melapor karena khawatir pelaku akan balas dendam dan melakukan kekerasan yang lebih parah.
- Mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual yang tidak tersedia. Misalnya, perusahaan belum memiliki Standard Operating Procedure (SOP) mengenai kekerasan seksual, sehingga tidak ada jalur pelaporan atau sanksi yang jelas.
- Budaya yang kerap menyalahkan korban, seperti: “Kamu sih ke kantor pakai baju seperti itu!” “Kamu ngapain memangnya sampai bos marah begitu?”
Namun, kemungkinan lain adalah karena banyak orang belum memahami atau tidak yakin perilaku apa saja yang melanggar batas dan dapat dikategorikan sebagai pelecehan atau kekerasan. Maka dari itu, yuk kita bahas apa saja bentuk-bentuk pelecehan dan kekerasan di tempat kerja!
Kekerasan verbal
Kekerasan verbal termasuk ucapan yang merendahkan, melakukan gerakan yang ofensif, memberikan kritik yang tidak masuk akal, memberikan cercaan atau komentar yang menyakitkan, serta melontarkan lelucon yang tidak sepantasnya. Beberapa contohnya adalah:
- Mengirim email dengan lelucon atau gambar yang menyinggung identitas seseorang, seperti identitas gender, orientasi seksual, ras, atau agama.
- Berulang kali meminta kencan atau ajakan seksual, baik secara langsung atau melalui pesan.
- Membuat komentar yang menghina tentang disabilitas seseorang.
- Mengolok-olok aksen berbicara (logat) seseorang.
Kekerasan psikologis
Perilaku berulang atau menjengkelkan yang melibatkan kata-kata, perilaku, atau tindakan yang menyakitkan, menjengkelkan, memalukan, atau menghina seseorang. Ini termasuk:
- Mengambil pengakuan atas pekerjaan orang lain.
- Menuntut hal-hal yang mustahil.
- Memaksakan tenggat waktu (deadline) yang tidak masuk akal pada karyawan tertentu.
- Secara terus-menerus menuntut karyawan untuk melakukan tugas-tugas merendahkan yang berada di luar lingkup pekerjaannya.
Kekerasan fisik
Pelecehan di tempat kerja yang melibatkan ancaman atau serangan fisik, termasuk sentuhan yang tidak diinginkan. Misalnya:
- Menyentuh pakaian, tubuh, baju, atau rambut orang lain.
- Melakukan penyerangan fisik. Misalnya: memukul, mencubit, atau menampar.
- Melakukan ancaman kekerasan.
- Merusak properti pribadi. Misalnya: mengempeskan ban kendaraan, melempar ponsel orang lain.
Kekerasan berbasis digital
Ini merupakan berbagai bentuk kekerasan atau pelecehan yang dilakukan di ranah daring (online), seperti:
- Memposting ancaman atau komentar yang merendahkan di media sosial.
- Membuat akun palsu dengan tujuan merundung seseorang secara online.
- Membuat tuduhan palsu.
- Menyebarkan foto atau rekaman orang lain yang bersifat privat atau bernuansa seksual.
Kekerasan seksual
- Rayuan seksual yang tidak diinginkan.
- Melakukan sentuhan yang tidak pantas atau tidak diinginkan.
- Melontarkan lelucon bernuansa seksual.
- Membagikan media pornografi.
- Mengirim pesan yang bersifat seksual.
- Pemerkosaan dan kegiatan seksual lain yang dilakukan dengan paksaan.
- Meminta hubungan seksual sebagai imbalan atau promosi pekerjaan.
Jika kamu atau teman kerjamu mengalami salah satu atau beberapa bentuk kekerasan seperti yang disebutkan di atas dan membutuhkan bantuan lembaga layanan, kamu bisa cek website https://carilayanan.com/ atau belipotbunga.com ya. Jangan ragu untuk segera mengontak lembaga layanan, karena mereka ada untuk membantu kamu!
Sumber