Opini
Pengalamanku Bersama WOCA dan Mitra Wacana
Published
7 years agoon
By
Mitra Wacana
Oleh Ety (Anggota P3A Women Care)
Pada hari rabu 14 Mei 2014, ada tamu dari Mitra Wacana, WRC Yogyakarta, yang pada saat itu di pimpin oleh ibu Rindang Farikhah. Beliau serombongan datang ke desa Berta. Tim Mitra Wacana empati dengan kabar yang menimpa Kabupaten Banjarnegara. Karena di kabupaten Banjarnegara tingkat kekerasan seksual dan terhadap perempuan dan anak paling tinggi. Kususnya di dua kecamatan yaitu di kecamatan punggelan dan kecamatan susukan. Tingkat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak mendapat rangking ke-2. Dan kebetulan di kecamatan susukan terdapat 2 desa yaitu desa Karangjati dan desa Berta.
Sehingga tim dari mitra wacana mengajak dua desa tersebut untuk bekerja sama, belajar bersama untuk mengatasi atau mencegah atau mengurangi agar kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak tidak semakin meningkat atau merajalela. Terus di bentuklah organisasi P3A di desa Berta dan desa Karangjati.
Kelompok kami di bekali ilmu dari tim Mitra Wacana WRC mulai dari dasar-dasar dan jenis – jenis kekerasan terhadap perempuan dan anak. Cara menangani kasus dan banyak sekali ilmu yang kami dapat dan amat sangat berguna bagi kami untuk bersosialisasi.
Pada hari Senin tepatnya tanggal 29 Desember 2014 kami mengadakan launcing organisasi yang bertempat di Desa Karangjati. Organisasi kami diberi nama WOMAN CARE yang terdiri dari 20 orang. Alhamdulillah terbentuknya organisasi P3A WOMAN CARE mendapat dukungan dari pemerintahan desa. Dan alhamdulillah kamipun sudah mendapat dana dari desa untuk keperluan kami melakukan sosialisasi.
Dengan terbitnya SK. No 149/12 1 tahun 2014. Kelompok kami lebih semangat melakukan sosialisasi, melakukan pendampingan dengan masyarakat desa Karangjati khususnya pendampingan dengan perempuan dan anak. Kami melakukan sosialisasi di sekolah-sekolah yang ada di desa Karangjati maupun sekolah – sekolah di luar desa Karangjati, intinya yang masih di kecamatan susukan.
Selain di sekolah-sekolah kami pun mengadakan sosialisasi terhadap masyarakat, perkumpulan ibu-ibu Rukun Tetangga dan Rukun Warga. Kami bersosialiisasi mengenai kesetaraan gender, sosialisasi saat kita menjadi korban langkah apa saja yang harus kita lakukan . intinya kita sebagai perempuan itu tidak hanya di dapur, di sumur, dan di kasur. Tapi kita juga harus bisa berperan di dalam keluarga. Apabila ada permasalahan kita jangan hanya diam, diam, dan diam. Sekarang kita harus bisa bicara, bisa lapor. Jangan hanya diam saja apabila kita dapat siksaan atau pelecehan.
Tapi yaitu kami bersosialisasi tidak semudah membalikan telapak tangan ataupun seindah yang di bayangkan . kelompok kami sering mendapat cibiran, di pandang sebelah mata di anggap organisasi tidak penting. Tapi semua itu kami terima dengan legowo tujuan kami ibadah, kami masih tetap berjalan kami tidak menghiraukan orang mau bilang apa yang oenting bagi kami adalah bukti tidak hanya kisah sedih, kisah manispun banyak kita dapati. Kelompok kita mendapat pujian dari sekolah-sekolah , ucapan terimakasih kepada kami,mereka senang dengan kedatangan kita untuk bersosialisasi kepada para siswa-siswa Sekolah Menengah Pertama .
Sekarangpun tidak hanya ada kelompok P3A di Berta dan Karangjati. Sekarang sudah ada lagi CAWA BARA, CAWA SUSU yang baru-baru ini di bentuk. CAWAN SUSU mencakup 15 desa yang ada di sekitar kecamatan Susukan, sehingga kami bisa membagi ilmu yang kita raih. Dihimbau dengan terbentuknya Cawan Susu kita semua bisa mencegah kekerasan seksual trehadap perempuan dan anak yang ada di masing-masing desa. Anggota Cawan susu.
Kamipun menjalin kerjasama dengan pihalk -pihak yang bisa kita mintai bantuan seperti Puskesmas, polres , P2TP2A Pusat Pelayanan Terpadu kecamatan dan lain-lain. Sehingga pada saat kita mendapat kasus akan lebih mudah dalam memproses.
Seiring berjalan nya waktu terimakasih kepada Allah SWT yang telah melancarkan semua jalan dan urusan kelopok/organisasi Woman Care sehingga sampai hari ini, saat ini masih berjalan dan alhamdulillah sudah dapat dukungan dari berbagai pihak, masyarakat yang sudah menerima dengan keadaan P3A Woman Care di desa. Terimakasih kepada tim MITRAWACANA yang telah membantu kami semua, yang telah membagi ilmunya dengan narasumber yang handal. Terima kasih dan terimakasih.
Opini
Peran Sastra Populer dalam Meningkatkan Literasi di Kalangan Remaja
Published
1 week agoon
7 November 2025By
Mitra Wacana

Penulis : Fatin Fashahah, Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas
Sastra populer sering dipandang rendah, dianggap hanya untuk hiburan, dangkal, atau terlalu komersial. Sikap seperti ini muncul dari pendapat bahwa karya populer tak setara dengan karya-karya yang biasanya dipelajari di bangku perkuliahan. Padahal, bagi banyak remaja, sastra populer justru menjadi pintu pertama untuk mulai suka membaca. Mengabaikan atau mengecilkan peran sastra populer berarti menutup kesempatan bagi generasi muda untuk jatuh cinta pada dunia tulisan.
UNESCO menyebut Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Fakta ini menunjukkan bahwa masih rendahnya minat membaca rekreasi di banyak kelompok usia.
Namun, ketika pembaca terutama remaja diberi kebebasan memilih bacaan yang sesuai selera dan pengalaman mereka, minat membaca bisa saja meningkat. Dengan kata lain, relevansi isi buku terhadap kehidupan pembaca muda sangat menentukan apakah mereka akan terus membaca atau tidak. Sastra populer seperti buku young adult, novel roman remaja, dan cerita fantasi ringan sering kali menawarkan tema dan tokoh yang mudah dipahami remaja karena ceritanya seringkali dihubungkan dengan kehidupan remaja, sehingga mereka lebih tertarik untuk membaca.
Selain itu, sastra populer lebih mudah diakses lewat platform digital, cerita-cerita di aplikasi dan situs bacaan daring seperti Ipusnas, google play book, wattpad, karyakarsa dll. membuat remaja menemukan teks yang mereka suka kapan saja dengan mudah. Bentuk online juga mendorong interaksi pembaca bisa memberi komentar, berdiskusi, atau bahkan menulis kembali cerita mereka sendiri. Pengalaman berinteraksi seperti ini memberi dorongan kuat untuk terus membaca dan menulis. Beberapa karya yang awalnya populer di dunia maya kemudian diterbitkan secara cetak atau diadaptasi menjadi film dan serial menunjukkan bahwa bacaan populer punya peran penting dalam membangun ekosistem budaya yang lebih luas.
Penolakan terhadap sastra populer sering kali datang dari dua alasan utama. Pertama, alasan estetika, anggapan bahwa karya populer kurang bermutu secara sastra. Kedua, alasan moral atau konten bahwa beberapa cerita mengandung nilai yang dipertanyakan. Kritik seperti ini tidak salah jika tujuannya untuk memperbaiki kualitas karya. Namun, cara menanggapinya yang kurang tepat bisa membuat minat membaca remaja menjadi surut, seharusnya kita bukan melarang atau merendahkan bacaan tersebut. Akan lebih baik jika pembaca pemula diajarkan bagaimana cara membaca yang kritis. Dengan membimbing remaja membaca secara kritis, kita membantu mereka mengenali kekuatan dan kelemahan sebuah teks, sehingga pengalaman membaca menjadi lebih bermakna.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat membaca remaja diantaranya. Pertama, perpustakaan sekolah dan umum perlu menata koleksi yang seimbang baik karya klasik dan akademik berdampingan dengan bacaan populer. Pendekatan ini mengakui bahwa pembaca punya selera berbeda, dan memberi ruang bagi remaja yang sedang mencari gaya baca dan minat mereka. Kedua, guru dan pustakawan harus dilatih untuk memfasilitasi diskusi yang mengaitkan tema populer dengan konsep sastra dasar. Misalnya, dari sebuah novel populer, kita bisa mengajak pembaca membahas tokoh, alur, sudut pandang, atau pesan yang tersirat yanga terdapat di dalam novel tersebut. Langkah sederhana ini bisa mengubah bacaan ringan menjadi bahan belajar yang efektif.
Ketiga, adanya kegiatan klub baca dan lomba menulis berbasis minat yang bisa menghubungkan pembaca muda dengan mentor dan teman sebaya. Suasana komunitas yang saling mendukung membuat kegiatan membaca terasa lebih menyenangkan. Selain itu, adanya lomba menulis membuat remaja merasa diberi ruang kreatif untuk mengekspresikan dirinya. Keempat, harus ada kerja sama antara sekolah dengan platform digital. Hal ini penting untuk menyediakan akses yang aman dan terkurasi. Akses digital tanpa bimbingan bisa berisiko negatif dengan memperkenalkan konten yang kurang sesuai untuk pembaca dibawah umur. Oleh karena itu, peran pendidik dan orang tua tetap penting dalam menumbuhkan minat membaca terutama pembaca anak-anak dan remaja.
Secara budaya, sikap berhati-hati atau keraguan terhadap sastra populer sering kali membuat masyarakat melewatkan cerita-cerita yang sebenarnya dekat dengan kehidupan banyak orang, khususnya para remaja dari berbagai latar belakang. Karya populer dapat menjadi ruang untuk bereksperimen dengan bahasa, identitas, dan pengalaman sehari-hari. Ketika karya semacam ini dibahas di sekolah atau komunitas, karya tersebut berpotensi memperkaya imajinasi serta cara pandang masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Dengan demikian, sastra populer tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari wacana budaya yang turut membentuk cara berpikir dan berinteraksi dalam kehidupan sosial.
Kesimpulannya, alih-alih memandang sastra populer secara sebelah mata, akan lebih bermanfaat jika masyarakat mencoba melihat potensinya dalam meningkatkan minat baca dan memperkuat budaya literasi. Pendekatan yang inklusif dapat dimanfaatkan untuk menjadikan daya tarik sastra populer sebagai pintu masuk bagi pembaca pemula. Tentu saja, hal ini tetap perlu disertai dengan bimbingan dan adanya pengenalan terhadap keterampilan membaca kritis serta jenis bacaan yang lebih beragam. Dengan begitu, kebiasaan membaca tidak hanya meningkat, tetapi juga dapat mendorong perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa generasi muda.







