web analytics
Connect with us

Uncategorized @id

Pengenalan OPSD Sebagai Rumah Bersama Anti Trafficking

Published

on

Pengenalan OPSD Kulonprogo DIY. Foto Tantan

Mitra Wacana WRC bersama kelompok perempuan yang tergabung dalam Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) di tiga Kecamatan; Galur, Sentolo, dan Kokap, mengadakan acara pengenalan Omah Perempuan Sinau Desa (OPSD) dan talkshow tentang pencegahan perdagangan orang pada hari Rabu (3/1/17) dan Kamis (4/1). Acara yang dihadiri oleh 75 anggota P3A ini dilaksanakan di Balai Desa Nomporejo, Kecamatan Galur, Kulon Progo.

Acara yang berlangsung selama 2 hari ini, pada hari pertama dibuka dengan pengenalan Omah Perempuan Sinau Desa (OPSD), penampilan pentas seni dari masing-masing kelompok P3A di 9 Desa, bazar produk kerajinan dan kuliner dari para anggota P3A, serta pemutaran film yang dibuat oleh remaja-remaja dari 3 kecamatan (Galur, Sentolo dan Kulon Progo) bertema pencegahan perdagangan orang. Khusus pelibatan remaja dalam pembuatan film ini bertujuan untuk mengenalkan mereka tentang apa itu trafficking dan bahayanya, agar di kemudian hari tidak terjebak dalam kondisi tersebut.

Kegiatan pada hari kedua yakni gelar wicara tentang pencegahan perdagangan orang, terutama di Kulon Progo. Dalam talkshow ini menghadirkan 4 orang narasumber, yakni; Ngatiyar (Mitra Wacana WRC ), Siti Saudah (kelompok P3A Sekar Melati Desa Hargorejo Kecamatan Kokap), Eko Wisnu Wardhana (Kepala Dinas Tenaga Kerja Kulon Progo), dan Woro Kandini (Kepala Bidang Perlindungan Perempuan & Anak Dinas Sosial Kulon Progo).

Dalam gelar wicara tersebut, masing-masing narasumber memaparkan tentang persoalan trafficking. Ngatiyar menjelaskan, jika perempuan memiliki posisi rentan yang didukung oleh konstruksi budaya dan penafsiran agama yang tidak ramah perempuan.

Siti Saudah menceritakan pengalaman saat menjadi pekerja migran tahun 2007 lalu. Menurutnya, sebelum berangkat ke luar negeri, calon tenaga kerja akan diiming-imingi gaji yang besar dan bujuk rayu kemapanan ekonomi dari para perekrut tenaga kerja atau calo. ” Saya dulu belum tahu apa itu trafficking, namun setelah bergabung dengan P3A ternyata saya juga korban, ungkan Siti menambahkan”.

Sedangkan menurut data yang paparkan oleh Eko Wisnu Wardhana, sebanyak 2500 tenaga kerja di DIY sudah diberangkatkan ke luar negeri dan 200 diantaranya berasal dari Kulon Progo.

Woro Kandidi menyampaikan bahwa persoalan kekerasan dalam rumah tangga bukan lagi masalah tabu. Ketika kita mengetahui ada kasus kekerasan yang terjadi di sekitar kita maka kita harus bertindak karena sudah ada UU yang memayunginya secara hukum.

Tindak lanjut dari kegiatan yang sudah dilaksanakan ini, diharapkan para perempuan yang tergabung menjadi anggota P3A mampu menjadi agen perubahan yang akan mengurangi tingkat kekerasan maupun tindak perdagangan orang di Kabupaten Kulon Progo, khususnya di lingkungan sekitarnya. Anggota P3A ini bisa menyediakan informasi tentang perekrutan tenaga kerja yang legal dan cara migrasi yang aman bagi yang ingin bekerja ke luar negeri. Selain itu, dengan berkelompok dan berjejaring maka mereka dapat saling memberi masukan dan berbagi pengalaman tentang aktifitas dan pendampingan yang dilakukan mereka di masyarakat.

Setiap perempuan haruslah cerdas, karena ibu yang cerdas akan melahirkan generasi-generasi yang cerdas. Di Omah Perempuan Sinau Desa (OPSD), anggota P3A akan belajar untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan agar semakin banyak perempuan cerdas dari lulusan OPSD ini, sehingga mimpi bersama untuk mengurangi jumlah kekerasan dan tindak perdagangan orang akan mampu terwujudkan. (Muna/Tnt)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

KONSTRUKSI MEDIA MASSA TERHADAP CITRA PEREMPUAN

Published

on

Sumber: Freepik
TANTANGAN GERAKAN PEREMPUAN DI ERA DIGITAL

Lilyk Aprilia Volunteer Mitra Wacana

Di era globalisasi, media massa menjadi salah satu hal yang penting dalam kehidupan masyarakat baik digunakan sebagai alat untuk komunikasi, mencari informasi, atau hiburan. Media massa terus mengalami perkembangan dari yang mulanya konvensional hingga sekarang menjadi modern . Berbicara mengenai media massa tentu ada hal yang menjadikan media massa memiliki nilai tarik tersendiri terlebih jika dihubungkan dengan keberadaan perempuan.

      (Suharko, 1998)  bahwa tubuh perempuan digunakan sebagai simbol untuk menciptakan citra produk tertentu atau paling tidak berfungsi sebagai latar dekoratif suatu produk.  Media massa dan perempuan merupakan dua hal yang sulit dipisahkan. Terutama dalam bisnis media televisi. Banyaknya stasiun televisi yang berlomba-lomba dalam menyajikan sebuah program agar diminati oleh masyarakat membuat mereka mengemas program tersebut semenarik mungkin salah satunya dengan melibatkan perempuan. Perempuan menjadi kekuatan  media untuk menarik perhatian masyarakat. Bagi media massa tubuh perempuan seolah aset terpenting yang harus dimiliki oleh media untuk memperindah suatu tayangan yang akan disajikan kepada masyarakat sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.

     Media massa memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai wadah untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Informasi yang diberikan kepada masyarakat salah satunya dalam bentuk iklan sebuah produk atau layanan jasa . Iklan merupakan sebuah informasi yang diberikan kepada masyarakat mengenai hal yang berhubungan dengan suatu produk atau jasa yang dikemas dengan semenarik mungkin.  Memiliki tujuan untuk menarik minat konsumen membuat salah satu pihak menjadi dirugikan . Pasalnya pemasang iklan dalam mengenalkan produknya kepada masyarakat sering kali memanfaatkan perempuan sebagai objek  utama untuk memikat para konsumen. Memanfaatkan wajah dan bentuk tubuh sebagai cara untuk menarik perhatian masyarakat membuat citra perempuan yang dimuat pada iklan terus menjadi sumber perdebatan karena dinilai menjadikan tubuh perempuan sebagai nilai jual atas produk yang ditawarkan . Ironisnya hal ini terus menerus dilakukan. 

         Memanfaatkan fisik sebagai objek untuk diekploitasi sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Terlihat dari citra perempuan yang digambarkan oleh tayangan iklan ataupun acara program televisi. Kecantikan perempuan dijadikan sebagai penghias tampilan dari suatu program acara. Dipoles sedemikian rupa untuk mendapatkan tampilan yang cantik kemudian dikonsumsi oleh publik. Demi untuk mengedepankan kepentingan media bahkan hak hak perempuan yang seharusnya dimiliki mereka dikesampingkan oleh media .  

     Selain sebagai wadah informasi untuk masyarakat media massa juga berfungsi sebagai hiburan.. Tayangan televisi yang sampai saat ini menempati rating tertinggi yaitu dalam kategori sinetron. Gambaran dalam tayangan tersebut banyak yang melibatkan perempuan dengan menggambarkan posisi perempuan selalu dibawah laki-laki. Tidak terlalu memperhatikan  pesan tersirat apa yang terkandung dalam tayangan tersebut, masyarakat terus-menerus mengkonsumsinya seolah tayangan tersebut tidak memiliki pesan yang bermasalah. Jika diperhatikan lebih lanjut banyak sekali peran perempuan yang digambarkan dari sisi lemahnya atau hanya melakukan pekerjaan domestik saja. Dengan begitu apa yang disajikan oleh media akan tertanam difikiran mereka sehingga menganggap pesan media massa sebagai realitas yang benar dan menjadi nilai yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

 

 Kekuatan Media Massa Dalam Membentuk Citra Perempuan

      Media massa memiliki kemampuan dalam membentuk citra . Bermula dari gambaran atas kenyataan yang ada dimasyarakat kemudian dikembangkan dengan menggunakan bahasa yang mengandung makna baru  namun masih memiliki acuan terhadap fakta yang ada kemudian disajikan kepada masyarakat secara terus menerus.  Dengan begitu citra yang dibentuk oleh media massa akan mempengaruhi realitas kehidupan dimasyarakat. Mengingat minat masyarakat terhadap objektifikasi perempuan cukup tinggi, media massa berlomba-lomba membentuk citra perempuan yang sempurna untuk mencapai target pasar dengan menggiring opini publik dalam menetapkan standar ‘cantik’ menurut media. Perempuan kerap kali dijadikan alat oleh media massa sebagai ladang untuk mendapatkan keuntungan dengan menampilkan kemolekan dan kecantikan fisiknya. Konstruksi sosial pada citra perempuan yang terjadi pada media massa bukan lagi hal baru dan tabu, fenomena ini terus berulang seolah menjadi kebenaran dalam mengkotakkan citra perempuan. 

     Selain itu pembenaran yang terus dilanggengkan oleh media massa terkait citra perempuan menjadikan sudut pandang masyarakat berkiblat pada standar yang digaungkan media massa tersebut sehingga menjadi salah satu agen budaya yang berpengaruh terhadap realita di kehidupan masyarakat.  Penggambaran terhadap perempuan oleh media massa semakin memperjelas bahwa posisi perempuan diranah publik masih lemah.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending