web analytics
Connect with us

Opini

Potret Kekerasan Terhadap Perempuan

Published

on

violence-against-women-alexass
arif sugeng widodo

Arif Sugeng Widodo

Oleh Arif Sugeng Widodo

Kasus kekerasan, tindakan diskriminatif, dan pelecehan terhadap perempuan masih sering terdengar dan terlihat dalam kehidupan sehari-hari dewasa ini. Kasus perkosaan masih marak terjadi dengan korban rata-rata adalah perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga yang sering terjadi juga masih banyak korbannya adalah perempuan walaupun dalam beberapa kasus laki-laki sebagai korban juga ada. Tindakan diskriminatif pada TKW (Tenaga Kerja Wanita) juga masih sering terjadi pada saat keberangkatan, saat diluar negeri dan juga saat pulang ke Indonesia. Upah buruh perempuan di beberapa kasus juga masih dibedakan dengan upah buruh laki-laki.

Tidak saja di Indonesia, beberapa negara lain juga masih dijumpai tindakan diskriminatif, kekerasan dan pelecehan pada perempuan yang sangat jelas. Arab Saudi yang mengatas namakan diri sebagai negara Islam membatasi ruang gerak perempuan dalam ranah publik, tidak itu saja dalam relasi dengan laki-laki, perempuan disana menjadi manusia kelas dua karena yang punya kekuasaan adalah laki-laki. Di Afganistan saat dikuasai oleh kelompok Taliban, perempuan bahkan tidak diperbolehkan untuk mendapatkan pendidikan, perempuan dibatasi kegiatannya di luar rumah, kalaupun ke luar rumah wajib memakai burqa.

Di India, kasus perkosaan terhadap perempuan, baik perempuan India maupun turis asing, beberapa tahun belakangan sangat sering terjadi. Kasus yang menjadi isu internasional adalah kasus perkosaan disertai tindakan kekerasan yang terjadi pada mahasiswi kedokteran yang dilakukan oleh beberapa orang di sebuah bus menjadi berita yang menyedihkan tidak saja India tapi juga dunia. Pada akhirnya mahasiswi tersebut meninggal karena luka-luka yang dideritanya. Kasus perkosaan yang dilakukan beramai-ramai tersebut tidak saja terjadi di India tapi juga di beberapa negara lain termasuk Indonesia.

Kasus perkosaan oleh kepala adat dan teman-temannya di Pakistan juga berita yang memprihatinkan. Tindakan keji tetua adat dilakukan dengan dalih perempuan muda tersebut telah melanggar adat sehingga mendapat hukuman adat, diperkosa beramai-ramai didepan umum. Tindakan yang tidak saja memilukan tapi telah benar-benar tidak berperikemanusiaan. Kasus yang belum lama terjadi di Afghanistan yaitu penembakan pada gadis remaja Afganistan (Malala nama gadis tersebut) karena pergi sekolah untuk belajar. Taliban mengakui bahwa penembakan tersebut dilakukan oleh kelompok mereka. Apa yang dilakukan oleh Taliban tersebut menjadi salah satu kasus bukti sulitnya perempuan mendapatkan hak-haknya. Berbagai kasus diatas menjadi kritik bahwa keadilan dan kesetaraan gender di dunia saat ini masih dalam proses perjuangan.

Kasus kekerasan maupun pembunuhan terhadap anak perempuan oleh keluarganya sendiri sering terjadi di Pakistan. Hal tersebut dilakukan karena ingin menegakkan kehormatan keluarga. Saat anak perempuan menikah dengan pilihannya sendiri tapi tidak disetujui oleh keluarga maka kekerasan sampai pembunuhan menjadi hal yang lumrah di beberapa wilayah di Pakistan. Anak perempuan tidak bisa memilih kehidupannya sendiri tapi harus tunduk pada budaya yang ada dalam masyarakat tersebut, dan budaya yang berkembang di wilayah tersebut adalah budaya patriarki. Budaya patriarki melegitimasi posisi laki-laki yang lebih dominan daripada perempuan.

Gerakan feminisme telah lama memperjuangkan hak-hak perempuan tersebut dalam berbagai bentuknya. Usaha-usaha tersebut saat ini sudah mulai kelihatan dampaknya, isu-isu gender telah menjadi isu internasional dan diakui juga oleh PBB. Perjuangan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan saat ini masih gencar dilakukan tidak saja oleh gerakan masyarakat sipil tapi juga sudah dilakukan oleh negara. Sayangnya tidak semua negara atau wilayah dalam suatu negara dapat dengan mudah menerima isu-isu perjuangan keadilan gender tersebut. Budaya patriarki masih begitu lekat dalam diri para pemegang kekuasaan yang pada umumnya masih dipegang oleh kaum laki-laki. Adanya beberapa penolakan terhadap isu-isu keadilan gender tersebut tentunya merupakan suatu tantangan tersendiri bagi gerakan feminisme.

Gerakan feniminisme sudah begitu beragam dan tersebar hampir diberbagai wilayah di dunia. Gerakan feminis sudah begitu berkembang tidak saja disuarakan oleh gerakan masyarakat sipil saja tapi saat ini berbagai elemen ikut terlibat dalam usaha memperjuangkan dan menyuarakan keadilan gender. Bahkan di Jogja muncul suatu gerakan baru yang digagas oleh para aktivis laki-laki untuk terlibat aktif memperjuangkan isu-isu keadilan gender di masyarakat. Gerakan tersebut lahir di Jogjakarta dan dikenal sebagai Aliansi laki-laki-laki baru. Sebagai gerakan yang basis anggotanya laki-laki, Aliansi Laki-laki baru berusaha berjuang merubah pandangan maskulinatas laki-laki yang patriarkhi, yang dominan dan berkuasa terhadap perempuan menjadi relasi yang adil dan setara. Didaerah lain juga ada gerakan serupa, di NTT, NTB, Bengkulu dan Jakarta. Selain laki-laki baru ada juga lembaga yang menamakan dirinya dengan MensCare yang berada di Jogjakarta, jawa timur, lampung dan Jakarta.

Aliansi laki-laki baru merupakan suatu gerakan revolutif dalam isu-isu gender karena mencoba melakukan pendekatan yang berbeda dalam isu tersebut. Aliansi laki-laki baru mencoba menyadarkan laki-laki sebagai sosok yang dominan karena dibesarkan dengan budaya androsentris menjdi laki-laki yang adil gender. Karena sejauh ini setiap berdiskusi tentang isu gender yang dipahami adalah pembahasan isu tersebut untuk perempuan dan laki-laki tidak perlu terlibat. Sehingga sering terjadi pada saat diskusi maupun seminar isu gender pesertanya kebanyakan perempuan.

Kesadaraan adil gender tidak hanya harus dimiliki perempuan sebagai kaum “subordinat” tapi juga wajib juga terhadap kaum laki laki yang memposisikan diri lebih “superior”. Dengan melibatkan laki-laki dalam isu gender tersebut maka pemahaman terhadap isu gender dalam frekuensi yang sama sehingga akan mengurangi kecurigaan terhadap perempuan. Tanpa pelibatan laki-laki isu gender dipandang sebagai upaya perempuan untuk memberontak dan menentang laki-laki. Hal tersebut berdampak konflik serta relasi yang tidak adil terus saja terjadi pada perempuan. Keberanian aliansi laki-laki baru mendekati laki-laki sebagi subjek perubahan sosial bersama perempuan merupakan usaha membuat dunia menjadi lebih baik dan mencegah kekerasan terhadap perempuan agar tidak terjadi lagi.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Opini

Peran Sastra Populer dalam Meningkatkan Literasi di Kalangan Remaja

Published

on

Penulis : Fatin Fashahah, Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas

Sastra populer sering dipandang rendah, dianggap hanya untuk hiburan, dangkal, atau terlalu komersial. Sikap seperti ini muncul dari pendapat bahwa karya populer tak setara dengan karya-karya yang biasanya dipelajari di bangku perkuliahan. Padahal, bagi banyak remaja, sastra populer justru menjadi pintu pertama untuk mulai suka membaca. Mengabaikan atau mengecilkan peran sastra populer berarti menutup kesempatan bagi generasi muda untuk jatuh cinta pada dunia tulisan.

UNESCO menyebut Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Fakta ini menunjukkan bahwa masih rendahnya minat membaca rekreasi di banyak kelompok usia.

Namun, ketika pembaca terutama remaja diberi kebebasan memilih bacaan yang sesuai selera dan pengalaman mereka, minat membaca bisa saja meningkat. Dengan kata lain, relevansi isi buku terhadap kehidupan pembaca muda sangat menentukan apakah mereka akan terus membaca atau tidak. Sastra populer seperti buku young adult, novel roman remaja, dan cerita fantasi ringan sering kali menawarkan tema dan tokoh yang mudah dipahami remaja karena ceritanya seringkali dihubungkan dengan kehidupan remaja, sehingga mereka lebih tertarik untuk membaca.

Selain itu, sastra populer lebih mudah diakses lewat platform digital, cerita-cerita di aplikasi dan situs bacaan daring seperti Ipusnas, google play book, wattpad, karyakarsa dll. membuat remaja menemukan teks yang mereka suka kapan saja dengan mudah. Bentuk online juga mendorong interaksi pembaca bisa memberi komentar, berdiskusi, atau bahkan menulis kembali cerita mereka sendiri. Pengalaman berinteraksi seperti ini memberi dorongan kuat untuk terus membaca dan menulis. Beberapa karya yang awalnya populer di dunia maya kemudian diterbitkan secara cetak atau diadaptasi menjadi film dan serial menunjukkan bahwa bacaan populer punya peran penting dalam membangun ekosistem budaya yang lebih luas.

Penolakan terhadap sastra populer sering kali datang dari dua alasan utama. Pertama, alasan estetika, anggapan bahwa karya populer kurang bermutu secara sastra. Kedua, alasan moral atau konten bahwa beberapa cerita mengandung nilai yang dipertanyakan. Kritik seperti ini tidak salah jika tujuannya untuk memperbaiki kualitas karya. Namun, cara menanggapinya yang kurang tepat bisa membuat minat membaca remaja menjadi surut, seharusnya kita bukan melarang atau merendahkan bacaan tersebut. Akan lebih baik jika pembaca pemula diajarkan bagaimana cara membaca yang kritis. Dengan membimbing remaja membaca secara kritis, kita membantu mereka mengenali kekuatan dan kelemahan sebuah teks, sehingga pengalaman membaca menjadi lebih bermakna.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat membaca remaja diantaranya. Pertama, perpustakaan sekolah dan umum perlu menata koleksi yang seimbang baik karya klasik dan akademik berdampingan dengan bacaan populer. Pendekatan ini mengakui bahwa pembaca punya selera berbeda, dan memberi ruang bagi remaja yang sedang mencari gaya baca dan minat mereka. Kedua, guru dan pustakawan harus dilatih untuk memfasilitasi diskusi yang mengaitkan tema populer dengan konsep sastra dasar. Misalnya, dari sebuah novel populer, kita bisa mengajak pembaca membahas tokoh, alur, sudut pandang, atau pesan yang tersirat yanga terdapat di dalam novel tersebut. Langkah sederhana ini bisa mengubah bacaan ringan menjadi bahan belajar yang efektif.

Ketiga, adanya kegiatan klub baca dan lomba menulis berbasis minat yang bisa menghubungkan pembaca muda dengan mentor dan teman sebaya. Suasana komunitas yang saling mendukung membuat kegiatan membaca terasa lebih menyenangkan. Selain itu, adanya lomba menulis membuat remaja merasa diberi ruang kreatif untuk mengekspresikan dirinya. Keempat, harus ada kerja sama antara sekolah dengan platform digital. Hal ini penting untuk menyediakan akses yang aman dan terkurasi. Akses digital tanpa bimbingan bisa berisiko negatif dengan memperkenalkan konten yang kurang sesuai untuk pembaca dibawah umur. Oleh karena itu, peran pendidik dan orang tua tetap penting dalam menumbuhkan minat membaca terutama pembaca anak-anak dan remaja.

Secara budaya, sikap berhati-hati atau keraguan terhadap sastra populer sering kali membuat masyarakat melewatkan cerita-cerita yang sebenarnya dekat dengan kehidupan banyak orang, khususnya para remaja dari berbagai latar belakang. Karya populer dapat menjadi ruang untuk bereksperimen dengan bahasa, identitas, dan pengalaman sehari-hari. Ketika karya semacam ini dibahas di sekolah atau komunitas, karya tersebut berpotensi memperkaya imajinasi serta cara pandang masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Dengan demikian, sastra populer tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari wacana budaya yang turut membentuk cara berpikir dan berinteraksi dalam kehidupan sosial.

Kesimpulannya, alih-alih memandang sastra populer secara sebelah mata, akan lebih bermanfaat jika masyarakat mencoba melihat potensinya dalam meningkatkan minat baca dan memperkuat budaya literasi. Pendekatan yang inklusif dapat dimanfaatkan untuk menjadikan daya tarik sastra populer sebagai pintu masuk bagi pembaca pemula. Tentu saja, hal ini tetap perlu disertai dengan bimbingan dan adanya pengenalan terhadap keterampilan membaca kritis serta jenis bacaan yang lebih beragam. Dengan begitu, kebiasaan membaca tidak hanya meningkat, tetapi juga dapat mendorong perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa generasi muda.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending