web analytics
Connect with us

Opini

Sebuah Kepedulian

Published

on

Dokumentasi pelatihan kespro remaja di Punggelan
Waktu dibaca: 2 menit

Oleh Emi Sumiyati (P3A SEJOLI Punggelan Banjarnegara)

Pertama kali saya bergabung dengan Mitra Wacana WRC adalah saat saya mengikuti pelatihan Kesetaraan Gender pada tahun 2013.Dalam pelatihan tersebut saya baru tahu bahwa manusia itu sama “memiliki kedudukan yang sama” baik laki-laki maupun perempuan.

Setelah dari pelatihan tersebut saya mulai berani untuk berbicara.Sebelumnya saya adalah seorang yang paling minder apalagi untuk menyampaikan gagasan atau pendapat di depan orang, takut salah kalau berbicara. Ketidak beranian saya mungkin dilator belakangi oleh masa kecil saya.Pada waktu kecil saya trauma karena sering meilhat kekerasan di rumah, orang tua sering bertengkar di depan anak-anaknya. Hal tersebut membuat sayat akut dan trauma untuk berbicara kepada orang lain, takut memancing kemarahan atau tidak sesuai dengan pendapat orang lain.

Setelah aktif di SEJOLI, perlahan-lahan saya mulai berani berbicara, bersosialisasi kesekolah-sekolah dan majelis-majelis di desaBondolharjo.Namun, satu hal yang saya masih belum memiliki keberanian dalam berbicara ataupun melakukan tindakan yaitu soal penanganan kasus. Dalam hal ini saya masih ‘wani-wani pitek’ istilah jawanya, artinya antara berani dan tidak, berani karena merasa simpati pada korban dan tidak berani karena takut mendapat ancaman, intimidasi oleh pelaku atau pun masyarakat. Tapi selama ini lebih banyak takutnya dari pada beraninya, meskipun sudah mendapat ilmu dan pelatihan yang banyak dari Mitra Wacana WRC.

Apalagi di Bondolharjo banyak sekali kasus, hal inilah yang membuat saya dan teman-teman SEJOLI merasa berat bila harus ditinggalkan oleh Mitra Wacana WRC. Dalam kasus-kasus sebelumnya saja, kita masih belum melakukan tindakan apa-apa karena belum berani dan lebih tepatnya masih dianggap oleh masyarakat dan pemerintah desa tidak mampu menangani kasus. Dulu saya juga sempat mau keluar dari SEJOLI gara-gara kita ada kasus yang berat yang membuat teman-teman pada keluar karena tidak diperbolehkan oleh suami mereka bergabung dengan SEJOLI dan menangani kasus, takut akan dipersalahkan dikemudian hari nanti. Tapi karena merasa saya mendapatkan ilmu dan SEJOLI tinggal beberapa orang, saya merasa tidak tega jika keluar dari SEJOLI.

Meski masih merasa takut bila mendapati kasus, tapi saya kembali bersemangat di SEJOLI dengan ikut aktif bersosialisasi kesekolah-sekolah dan majelis-majelis di Bondolharjo.Dan ternyata darikegiatan sosialisasi yang kami lakukan, pihak sekolah dan masyarakat Bondolharjo merespon kegiatan kami dengan baik dan memberikan dukungan yang posistif bagi kegiatan kami tersebut.Hal itu semakin menambah semangat saya dan teman-teman untuk terus di SEJOLI.Ditambah lagi dengan program kami yaitu AKSI PEDULI SEJOLI terhadap lansia yang ada di Bondolharjo, ini membuat saya merasa semakin bangga dengan SEJOLI.

Dari kegiatan-kegiatan sosialisasi dan Aksi Peduli SEJOLI yang mungkin dianggap masih belum bagus dalam pelaksanaannya tapi hal tersebut bagi saya pribadi sangat bermakna sekali. Inilah yang membuat saya bertahan di SEJOLI ingin membuat hidup saya lebih berarti bagi orang lain, bermanfaat bagi orang lain dengan terus peduli kepada sesame tidak membeda-bedakan jenis kelamin, status sosial, agama, harta dll. Saya yakin bahwa kepedulian kita akanmemberikan perubahan bagi orang lain, meski hanya dalam bentuk nasihat ataupun sosialisasi.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Bentuk-Bentuk Kekerasan di Tempat Kerja

Published

on

Sumber: Freepik
Waktu dibaca: 2 menit

Oleh Wahyu Tanoto

Menurut studi yang dilakukan oleh Equal Employment Opportunity Commission (EEOC) pada 2016 di Amerika Serikat, sekitar 75% orang yang mengalami pelecehan di tempat kerja tidak melaporkan kejadian kepada manajer, supervisor, atau perwakilan serikat pekerja. Salah satu alasan utama adalah karena merasa takut akan keamanan kerja serta takut kehilangan sumber pendapatan mereka. Selain itu ada beberapa faktor lain, seperti:

  1. Faktor relasi kuasa. Salah satu pihak memiliki kekuatan, posisi atau jabatan yang lebih tinggi atau dominan dibandingkan korban. Misalnya, antara bos dengan karyawan.
  2. Kebijakan perlindungan pekerja masih tidak jelas. Absennya perlindungan terhadap korban dapat menyebabkan korban merasa takut untuk melapor karena khawatir pelaku akan balas dendam dan melakukan kekerasan yang lebih parah.
  3. Mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual yang tidak tersedia. Misalnya, perusahaan belum memiliki Standard Operating Procedure (SOP) mengenai kekerasan seksual, sehingga tidak ada jalur pelaporan atau sanksi yang jelas.
  4. Budaya yang kerap menyalahkan korban, seperti: “Kamu sih ke kantor pakai baju seperti itu!” “Kamu ngapain memangnya sampai bos marah begitu?”

Namun, kemungkinan lain adalah karena banyak orang belum memahami atau tidak yakin perilaku apa saja yang melanggar batas dan dapat dikategorikan sebagai pelecehan atau kekerasan. Maka dari itu, yuk kita bahas apa saja bentuk-bentuk pelecehan dan kekerasan di tempat kerja!

Kekerasan verbal

Kekerasan verbal termasuk ucapan yang merendahkan, melakukan gerakan yang ofensif, memberikan kritik yang tidak masuk akal, memberikan cercaan atau komentar yang menyakitkan, serta melontarkan lelucon yang tidak sepantasnya. Beberapa contohnya adalah:

  • Mengirim email dengan lelucon atau gambar yang menyinggung identitas seseorang, seperti identitas gender, orientasi seksual, ras, atau agama.
  • Berulang kali meminta kencan atau ajakan seksual, baik secara langsung atau melalui pesan.
  • Membuat komentar yang menghina tentang disabilitas seseorang.
  • Mengolok-olok aksen berbicara (logat) seseorang.

Kekerasan psikologis

Perilaku berulang atau menjengkelkan yang melibatkan kata-kata, perilaku, atau tindakan yang menyakitkan, menjengkelkan, memalukan, atau menghina seseorang. Ini termasuk:

  • Mengambil pengakuan atas pekerjaan orang lain.
  • Menuntut hal-hal yang mustahil.
  • Memaksakan tenggat waktu (deadline) yang tidak masuk akal pada karyawan tertentu.
  • Secara terus-menerus menuntut karyawan untuk melakukan tugas-tugas merendahkan yang berada di luar lingkup pekerjaannya.

Kekerasan fisik

Pelecehan di tempat kerja yang melibatkan ancaman atau serangan fisik, termasuk sentuhan yang tidak diinginkan. Misalnya:

  • Menyentuh pakaian, tubuh, baju, atau rambut orang lain.
  • Melakukan penyerangan fisik. Misalnya: memukul, mencubit, atau menampar.
  • Melakukan ancaman kekerasan.
  • Merusak properti pribadi. Misalnya: mengempeskan ban kendaraan, melempar ponsel orang lain.

Kekerasan berbasis digital

Ini merupakan berbagai bentuk kekerasan atau pelecehan yang dilakukan di ranah daring (online), seperti:

  • Memposting ancaman atau komentar yang merendahkan di media sosial.
  • Membuat akun palsu dengan tujuan merundung seseorang secara online.
  • Membuat tuduhan palsu.
  • Menyebarkan foto atau rekaman orang lain yang bersifat privat atau bernuansa seksual.

Kekerasan seksual

  • Rayuan seksual yang tidak diinginkan.
  • Melakukan sentuhan yang tidak pantas atau tidak diinginkan.
  • Melontarkan lelucon bernuansa seksual.
  • Membagikan media pornografi.
  • Mengirim pesan yang bersifat seksual.
  • Pemerkosaan dan kegiatan seksual lain yang dilakukan dengan paksaan.
  • Meminta hubungan seksual sebagai imbalan atau promosi pekerjaan.

Jika kamu atau teman kerjamu mengalami salah satu atau beberapa bentuk kekerasan seperti yang disebutkan di atas dan membutuhkan bantuan lembaga layanan, kamu bisa cek website https://carilayanan.com/ atau belipotbunga.com ya. Jangan ragu untuk segera mengontak lembaga layanan, karena mereka ada untuk membantu kamu!

Sumber

 https://carilayanan.com/kekerasan-di-tempat-kerja/

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending

EnglishGermanIndonesian