PTPPO
Komitmen Pemerintah Kabupaten Kulon Progo Dalam Pencegahan dan Penanganan TPPO

Published
2 years agoon
By
Mitra Wacana

Muhammad Mansur
Mendengar perdagangan orang atau human trafficking mungkin terasa tidak asing bagi sebagian kita, tapi isu ini masih terasa jauh, benarkah ada perdangan orang di daerah kita?. Mengenal istilah human trafficking atau perdangan orang kerap kali kita lihat dan dengar melalui media massa baik itu televisi, internet atau media mainstream seperti surat kabar, tapi masih sulit bagi kita percaya bahwa kejahatan human trafficking itu terjadi di lingkungan kita. Hal ini juga terkait minimnya budaya literasi masyarakat kita tentang human trafficking ini, kebayakan kita mendengar perdangan orang masih sebatas ketika ada seseorang yang diculik, disekap kemudian dijual kepada mucikari untuk dijadikan sebagai pekerja seks. Ini mirip sekali dengan plot cerita di film atau mungkin sinetron yang sering dikonsumsi oleh kebanyakan masyarakat kita. Ketika ini dijadikan referensi untuk melihat di lingkungan kita sepertinya belum ada kejadian tersebut di daerah kita, itu hanya kejahatan yang terjadi di kota besar saja, tapi benarkah demikian?
Faktanya, kejahatan human trafficking adalah kejahatan yang terorganisir dan multinasional, mulai dari hulu sampai hilir, dimulai dari tingkatan desa sampai lintas negara. Bahkan yang lebih memprihatinkan banyak orang tanpa sadar menjadi bagian dari kejahatan ini. Masyarakat pedesaan kerap jadi sasaran empuk untuk masuk dalam rantai kejahatan ini. Niat mencari peruntungan dengan bekerja keluar kota atau keluar negeri malah masuk jerat kejahatan ini. Kota atau luar negeri kerap kali menjanjikan kehidupan yang lebih baik daripada hanya hidup di desa dengan kesederhanaannya. Wajah gemerlap kota atau luar negeri kerap kali menjadi modus iming-iming untuk menggaet orang desa.
Kulonprogo juga tidak terlepas dari kerentanan ini, daerah yang sebentar lagi menjadi aeropolitan ini juga termasuk daerah penyumbang tenaga migran terbesar di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menurut catatan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrsi DIY. Selain itu masifnya pembangunan yang dilakukan di Kulon Progo seperti Bandara, Hotel dan tempat hiburan menjadikan daerah tersebut dilirik untuk mencari pekerjaan yang secara beriringan juga punya potensi sebagai daerah transit maupun tujuan human trafficking.
MENUNGGU KOMITMEN PEMERINTAH KULONPROGO
Walaupun secara Undang-Undang Pemerintah Pusat sudah menerbitkan UU No 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, namun belum semua pemerintah ditingkat daerah meratifikasi undang-undang tersebut untuk dijadikan peraturan daerah. Pemerintah D.I. Yogyakarta sebenarnya sudah menerbitkan Perda No 6 tahun 2014 tentang perlindungan terhadap korban tindak pidana perdagangan orang, namun perda ini belum dijadikan acuan dalam proses pencegahan dan penanganan korban yang terindikasi human trafficking, bahkan sampai sekarang belum ada peraturan turunan seperti Pergub yang mengatur teknis pelaksanaanya. Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa adanya peraturan yang melindungi warganya dari kejahatan human trafficking ini harus mendapatkan atensi lebih mengingat perkembangan Kulon Progo yang semakin pesat.
Ditingkat Kabupaten Kulon Progo sebenarnya telah terbit Peraturan Bupati No. 144 Tahun 2021 tentang gugus tugas pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang akan tetapi belum ada Rencana Aksi Daerah (RAD) yang harus dilakukan. Penyusunan RAD harus segera dilakukan karena merupakan bentuk komitmen Pemerintah Kulon Progo dalam melindungi warganya dari kejahatan human trafficking. Semoga Peraturan Bupati ini benar-benar mampu dilaksankan tidak hanya sekedar Perbub mandul yang setelah diterbitkan kemudian tenggelam begitu saja. Masyarakat sebagai warga negara juga diperlukan kepedulian dan sikap pro aktifnya untuk selalu mengawal pelaksanaan Perbub ini. Kedepan kita berharap bahwa komitmen pemerintah ini benar-benar bisa melindungi warga dari kejahatan human trafficking, dan tidak ada satupun warga Kulon Progo yang menjadi korban.
You may like
Catatan Kilas Balik Perjalanan Perkumpulan Mitra Wacana 2024
IMPLEMENTASI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PUSAT PEMBELAJARAN PEREMPUAN DAN ANAK (P3A) OLEH LSM MITRA WACANA DI KULON PROGO
Catatan Program Partisipasi Perempuan untuk Mencegah Ekstremisme Kekerasan Di Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta 2018
Berita
Diskusi Edukatif Bersama Mitra Wacana: Mengupas Tuntas TPPO dan Krisis Sosial dalam Industri Scam Online

Published
1 week agoon
2 May 2025By
Mitra Wacana
Yogyakarta, 29 April 2025 — Telah dilaksanakan kegiatan diskusi tematik yang melibatkan peserta magang YKPI bersama komunitas Mitra Wacana. Kegiatan ini mengangkat isu krusial seputar Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan krisis sosial dalam industri scam online, dengan menghadirkan narasumber Muazim selaku Project Manager bidang Pencegahan TPPO di Mitra Wacana.
Dalam pemaparan yang mendalam, Muazim menjelaskan bagaimana praktik TPPO semakin kompleks dan meresahkan. Para korban dipaksa bekerja secara tidak manusiawi, dieksploitasi, bahkan dalam kasus ekstrem mengalami penyiksaan fisik hingga pengambilan organ tubuh secara ilegal. Modus-modus kejahatan ini kerap dimulai dari rekrutmen kerja palsu dan penyelundupan migran ilegal yang tergiur janji penghasilan besar.
Data dari Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol. Wahyu Widada, mengungkapkan bahwa sejak awal tahun 2025 telah ditangani sebanyak 609 kasus TPPO, dengan 1.503 korban dan 754 tersangka. Angka ini menunjukkan eskalasi yang signifikan serta mendesak untuk segera ditangani secara serius dan sistematis.
Diskusi ini juga menyoroti keterkaitan TPPO dengan maraknya industri scam online. Para pelaku membangun sistem yang rapi dan terorganisir, menjebak korban melalui metode penipuan yang memanfaatkan sisi psikologis manusia, seperti keserakahan dan keinginan instan untuk meraih keuntungan. Bentuk-bentuk penipuan yang dibahas antara lain pinjaman online (pinjol), investasi kripto fiktif, hingga penipuan berkedok platform e-commerce palsu seperti “Tiktok Mall” dan “Shopee Mall”.
Dari sisi regulasi, disebutkan bahwa meskipun Indonesia telah memiliki Undang-Undang No.18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, pelaksanaannya masih menghadapi berbagai tantangan. Di antaranya adalah lemahnya pengawasan, penegakan hukum yang tidak optimal, serta minimnya edukasi publik mengenai bahaya TPPO dan scam online.
Upaya yang telah dilakukan pemerintah seperti pembentukan BP2MI dan P2MI, serta pendekatan preemtif dan preventif diapresiasi sebagai langkah positif. Namun demikian, penguatan satuan tugas dan sistem pelaporan korban secara efektif perlu menjadi perhatian utama, guna mencegah potensi kolusi antara oknum pemerintah dengan sindikat kejahatan.
Diskusi ditutup dengan penekanan pentingnya peran aktif masyarakat dalam upaya pencegahan. Edukasi publik, kampanye digital, keterlibatan komunitas lokal, hingga pengawasan terhadap perusahaan perekrut tenaga kerja menjadi bagian dari strategi jangka panjang dalam memutus mata rantai perdagangan orang dan penipuan digital.
Penulis : Thoha Ulul Albab