web analytics
Connect with us

Uncategorized @id

Mitra Wacana adakan Peningkatan Kemampuan Menjadi Fasilitator

Published

on

Peningkatan kemampuan menjadi fasilitator bagi staff mitra wacana, ft waton

Staff Mitra wacana dan para pegiat lapangan mendapatkan materi tentang teknik menjadi fasilitator atau training of facilitator (TOF) selama tiga hari penuh pada Rabu hingga Jum’at (8-10 Juni 2016) di kantor Mitra Wacana Women Resource Center, Gedongan Baru N0.42 RT 006 RW 43 Pelemwulung, Banguntapan Bantul 55198 dengan menghadirkan fasilitator syarat pengalaman, Mukhotib MD dari Magelang yang pernah menjabat sebagai direktur PKBI DIY. Para peserta yang hadir diantaranya Imelda Zuhaida, Ika Septy Wulandari, Ngatiyar, Umiasih, Siti Fatimah, Erna Novitasari, Enik Maslahah, Yekti Purnomo, Muhammad Mansur, Astriani, Rindang Farihah, Dianah Karmilah, Arif Sugeng dan dewan anggota perkumpulan, Isti Atun.

Menurut Mukhotib, dalam menjadi fasilitator harus mampu memahami kondisi peserta. Sebagai contoh adalah soal bahasa, karena seringkali fasilitator menggunakan bahasa-bahasa yang kerap tidak dipahami peserta. Oleh karena itu, sebisa mungkin seorang fasilitator harus menggunakan bahasa yang mudah dipahami, ungkapnya. Selain itu seorang fasilitator juga perlu kaya akan teknik dan pengetahuan, supaya mampu memandu jalannya pertemuan. Namun bukan berarti fasilitator sok tahu, apabila memang tidak menguasai materi, fasilitator harus tahu diri, Mukhotib menambahkan.

Menurut direktur Mitra Wacana, Rindang Farihah menyatakan bahwa pertemuan TOF dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan para pegiat lembaga Mitra Wacana dalam menjadi fasilitator. Saya mengharap pasca TOF semua pegiat lembaga tambah pandai dan percaya diri dalam memandu forum, tegasnya.

Menurut Ika Septy, kordinator lapangan wilayah Kulon Progo mengungkapkan bahwa seringkali ketika memimpin sebuah forum ada peserta yang terkadang mencari perhatian. Menurut Mukhotib, untuk mensiasasti hal tersebut kepada peserta yang bersangkutan bisa diberi kepercayaan menjadi ketua kelas atau didengarkan dulu pendapatnya. Sedangkan menurut Astriani, staff lapangan Witra Wacana merasa ada kesulitan tersendiri dalam melakukan pengelompokkan ide-ide para peserta yang terkadang sama. Menjawab hal ini Mukhotib menyatakan bahwa pendapat setiap peserta harus dihargai dan didengarkan serta ditulis. (tnt)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

KONSTRUKSI MEDIA MASSA TERHADAP CITRA PEREMPUAN

Published

on

Sumber: Freepik
TANTANGAN GERAKAN PEREMPUAN DI ERA DIGITAL

Lilyk Aprilia Volunteer Mitra Wacana

Di era globalisasi, media massa menjadi salah satu hal yang penting dalam kehidupan masyarakat baik digunakan sebagai alat untuk komunikasi, mencari informasi, atau hiburan. Media massa terus mengalami perkembangan dari yang mulanya konvensional hingga sekarang menjadi modern . Berbicara mengenai media massa tentu ada hal yang menjadikan media massa memiliki nilai tarik tersendiri terlebih jika dihubungkan dengan keberadaan perempuan.

      (Suharko, 1998)  bahwa tubuh perempuan digunakan sebagai simbol untuk menciptakan citra produk tertentu atau paling tidak berfungsi sebagai latar dekoratif suatu produk.  Media massa dan perempuan merupakan dua hal yang sulit dipisahkan. Terutama dalam bisnis media televisi. Banyaknya stasiun televisi yang berlomba-lomba dalam menyajikan sebuah program agar diminati oleh masyarakat membuat mereka mengemas program tersebut semenarik mungkin salah satunya dengan melibatkan perempuan. Perempuan menjadi kekuatan  media untuk menarik perhatian masyarakat. Bagi media massa tubuh perempuan seolah aset terpenting yang harus dimiliki oleh media untuk memperindah suatu tayangan yang akan disajikan kepada masyarakat sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.

     Media massa memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai wadah untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Informasi yang diberikan kepada masyarakat salah satunya dalam bentuk iklan sebuah produk atau layanan jasa . Iklan merupakan sebuah informasi yang diberikan kepada masyarakat mengenai hal yang berhubungan dengan suatu produk atau jasa yang dikemas dengan semenarik mungkin.  Memiliki tujuan untuk menarik minat konsumen membuat salah satu pihak menjadi dirugikan . Pasalnya pemasang iklan dalam mengenalkan produknya kepada masyarakat sering kali memanfaatkan perempuan sebagai objek  utama untuk memikat para konsumen. Memanfaatkan wajah dan bentuk tubuh sebagai cara untuk menarik perhatian masyarakat membuat citra perempuan yang dimuat pada iklan terus menjadi sumber perdebatan karena dinilai menjadikan tubuh perempuan sebagai nilai jual atas produk yang ditawarkan . Ironisnya hal ini terus menerus dilakukan. 

         Memanfaatkan fisik sebagai objek untuk diekploitasi sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Terlihat dari citra perempuan yang digambarkan oleh tayangan iklan ataupun acara program televisi. Kecantikan perempuan dijadikan sebagai penghias tampilan dari suatu program acara. Dipoles sedemikian rupa untuk mendapatkan tampilan yang cantik kemudian dikonsumsi oleh publik. Demi untuk mengedepankan kepentingan media bahkan hak hak perempuan yang seharusnya dimiliki mereka dikesampingkan oleh media .  

     Selain sebagai wadah informasi untuk masyarakat media massa juga berfungsi sebagai hiburan.. Tayangan televisi yang sampai saat ini menempati rating tertinggi yaitu dalam kategori sinetron. Gambaran dalam tayangan tersebut banyak yang melibatkan perempuan dengan menggambarkan posisi perempuan selalu dibawah laki-laki. Tidak terlalu memperhatikan  pesan tersirat apa yang terkandung dalam tayangan tersebut, masyarakat terus-menerus mengkonsumsinya seolah tayangan tersebut tidak memiliki pesan yang bermasalah. Jika diperhatikan lebih lanjut banyak sekali peran perempuan yang digambarkan dari sisi lemahnya atau hanya melakukan pekerjaan domestik saja. Dengan begitu apa yang disajikan oleh media akan tertanam difikiran mereka sehingga menganggap pesan media massa sebagai realitas yang benar dan menjadi nilai yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

 

 Kekuatan Media Massa Dalam Membentuk Citra Perempuan

      Media massa memiliki kemampuan dalam membentuk citra . Bermula dari gambaran atas kenyataan yang ada dimasyarakat kemudian dikembangkan dengan menggunakan bahasa yang mengandung makna baru  namun masih memiliki acuan terhadap fakta yang ada kemudian disajikan kepada masyarakat secara terus menerus.  Dengan begitu citra yang dibentuk oleh media massa akan mempengaruhi realitas kehidupan dimasyarakat. Mengingat minat masyarakat terhadap objektifikasi perempuan cukup tinggi, media massa berlomba-lomba membentuk citra perempuan yang sempurna untuk mencapai target pasar dengan menggiring opini publik dalam menetapkan standar ‘cantik’ menurut media. Perempuan kerap kali dijadikan alat oleh media massa sebagai ladang untuk mendapatkan keuntungan dengan menampilkan kemolekan dan kecantikan fisiknya. Konstruksi sosial pada citra perempuan yang terjadi pada media massa bukan lagi hal baru dan tabu, fenomena ini terus berulang seolah menjadi kebenaran dalam mengkotakkan citra perempuan. 

     Selain itu pembenaran yang terus dilanggengkan oleh media massa terkait citra perempuan menjadikan sudut pandang masyarakat berkiblat pada standar yang digaungkan media massa tersebut sehingga menjadi salah satu agen budaya yang berpengaruh terhadap realita di kehidupan masyarakat.  Penggambaran terhadap perempuan oleh media massa semakin memperjelas bahwa posisi perempuan diranah publik masih lemah.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending