TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO – Pelibatan kaum perempuan secara aktif dalam upaya pencegahan radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme (RET) dipandang perlu digiatkan.
Hal ini tak lepas dari pergeseran tren di mana perempuan juga kerap direkrut sebagai pelaku.
Direktur Mitra Wacana Woman Resource Centre, Rindang Farihah mengatakan, penelitian pada 2017 menunjukkan adanya kecenderungan pergeseran peran perempuan tindak RET.
Yakni, perempuan mulai dilibatkan langsung dalam aksi kekerasan seperti sebagai pelaku bom bunuh diri, perekrut pelaku, atau bahkan perancang bom.
“Mereka secara sadar bergabung dengan kelompok RET. Ada beberapa faktor yang memotivasi peran tersebut. Mulai dari ekonomi, pernikahan, budaya, hingga agama,” kata Rindang dalam seminar Pencegahan RET bagi Masyarakat Desa serta Optimalisasi Peran Kelompok Perempuan di Gedung Kaca kompleks Pemkab Kulonprogo, Selasa (23/1/2018).
Menurut Rindang, dalam sisi agama dan budaya, perempuan di Indonesia cenderung diajarkan untuk taat dan mematuhi lelaki dan dipandang sebagai pihak yang lemah sekaligus luwes.
Hal itu lalu menjadi setereotip yang berkembang di masyarakat dan kemudian dilegitimasi oleh kaum perempuan itu sendiri.
Dari situ, kelompok RET tertarik untuk merekrut mereka jadi pelaku melalui kaderisasi.
Perempuan dimanfaatkan untuk menjadi penyusup, mata-mata, mediator, hingga penggalang dana.
Eksploitasi perempuan dalam RET disebutnya menyebabkan terjadinya domestifikasi yang berujung pada pemiskinan serta eksploitasi seksual.
Hal itu banyak terjadi pada perempuan di tengah konflik Afganistan di mana mereka dijual atau dinikahi secara siri oleh para pelaku RET.
Mereka lalu dieksploitasi sebagai mesin reproduksi karena adanya keyakinan bahwa banyak anak mendatangkan banyak rezeki.
Padahal, kondisi itu justru rentan memunculkan dampak penyakit reproduksi karena jarak kehamilan dan melahirkan yang terlalu rapat.
“Dari sini juga muncul predikat negatif istri atau anak teroris padahal dia tidak melakukan apapun. Karena itu, seluruh elemen masyarakat perlu memperhatikan peran-peran kelompok perempuan ini dalam upaya pencegahan RET. Perempuan harus aktif pula dalam pencegahan RET,” kata Farikhah.
Mitra Wacana saat ini sudah menginiasi terbentuknya Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) di sembilan desa di Kecamatan Galur, Kokap, dan Sentolo.
P3A dipandang sebagai langkah positif dalam mengoptimalkan peran perempuan dalam pencegahan RET.
Organisasi ini mentransfer kewaspadaan, kepedulian, danpeningkatan kapasitas masyarakat desa dalam pencegahan RET melalui pengkaderan dan kampanye publik.(TRIBUNJOGJA.COM)
Sumber: http://jogja.tribunnews.com/2018/01/23/perempuan-harus-terlibat-aktif-cegah-radikalisme-dan-terorisme?page=2