web analytics
Connect with us

Berita

Peringati Hari Disabilitas Internasional, UGM dan SAPDA Gelar Seminar: Kompleksitas Gagasan atas Kecakapan Hukum Penyandang Disabilitas Indonesia.

Published

on

Foto oleh SAPDA
Waktu dibaca: < 1 menit

Hari Disabilitas Internasional yang diperingati pada setiap tanggal 3 Desember, Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerjasama dengan Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (SAPDA), menggelar seminar dengan tema  “Kompleksitas Gagasan atas Kecakapan Hukum Penyandang Disabilitas Indonesia”, Yogyakarta (2/12).

Seminar tersebut  berlangsung mulai pukul 08.00 – 12.00, di Fakultas Hukum UGM. Pembicara seminar berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, yaitu Founder SAPDA  Nurul Sa’adah Andriani, Keyzear dosen dari Universitas La Trobe Australia, Rimawati, dosen Fakultas Hukum UGM, dan Tio Tegar, Mahasiswa Fakultas Hukum UGM.

Menurut Sa’adah, sampai saat ini, para penyandang disabilitas, baik disabilitas fisik maupun tunalaras belum mendapatkan keadilan hukum yang tepat. walaupun terdapat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang telah memberikan bentuk perlindungan terhadap penyandang disabilitas, akan tetapi terdapat kelemahan pengaturan jika dikaitkan dengan asas peraturan perundang-undangan yakni lex specialis derogat legi generali.

“Dimana hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum,” tuturnya, ditemukan beberapa kasus seorang penyandang disabilitas dipermasalahkan haknya dalam kepemilikan waris.

Keresahan senada juga disampaikan oleh Tio Tegar, Mahasiswa Fakultas Hukum UGM  yang aktif dalam pendampingan disabilitas di UGM. Ia bercerita tentang beberapa kasus seperti adanya pengalaman diskriminasi oleh beberapa instansi perbankan dan pelayanan sosial yang timpang, terutama pada para penyandang disabilitas, masih kerap terjadi.

Di Australia, menurut Patrick Keyzear, perkembangan mengenai disabilitas terutama yang berhubungan dengan kesehatan mental pun, hampir sama perlakuannya dengan yang berada di Indonesia. Jika di Indonesia ada UU NO. 8 2016, di Australia jika penyandang disabilitas mental ini mengalami masalah hukum telah ada kebijakan bahwa, harus ada bukti psikologis tertulis sebagai keterangan penyandang disabilitas mental.

Namun, hal ini bukan tanpa celah, sebab masih sangat sulit untuk membuat bukti psikologis perihal seseorang menyandang disabilitas mental itu sendiri, tuturnya.

 []

Reporter         : Yosi Hermanto

Editor              : Septia Annur Rizkia

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Arsip

Ngobras: Ngobrol Asyik Buku “Menyuarakan Kesunyian” di Dampingan Komunitas Kulon Progo

Published

on

Waktu dibaca: 2 menit

Minggu,  26 November 2023 Mitra Wacana yang di dukung Taiwan Foundation for Democrazy melaksanakan diseminasi Ngobras: Ngobrol Santai Buku “Menyuarakan Kesunyian – Catatan Pendampingan Pegiat Mitra Wacana”, bersama komunitas dampingan Mitra Wacana di Kulon Progo yang bertempat di Resto Bukit Kecubung, Kulon Progo.

Pada program sebelumnya Raising Public Awaremess Through writing Human Rights and Democracy Books yang dilaksanakan pada 1 Januari-30 November 2022, Mitra Wacana telah menerbitkan buku berjudul “Menyuarakan Kesunyian: Catatan Pendampingan Pegiat Mitra Wacana”.  Naskah  buku  ini  dirancang  untuk  menyajikan  pengetahuan  dan  merangkum langkah-langkah             organisasi      ketika melakukan proses   pendidikan,   pengorganisasian komunitas,        dan                         advokasi dari pendampingan di beberapa           wilayah          (desa/kota). Buku tersebut sudah dicetak sebanyak 200 exemplars dan terdistirbusikan antara lain kepada komunitas dampingan Mitra Wacana, NGO di wilayah  Yogyakarta, Organisasi Perangkat Daerah serta masyarakat lainya. 

Pada   program   kali   ini,   Mitra   Wacana   merivisi   tulisan   pada   buku   sebelumya,   juga mendiseminasikan kepada masyarakat yang lebih luas. Harapannya hal tersebut tersebut menjadi salah satu jalan untuk membagikan  pengetahuan dan  meningkatkan kesadaran tentang pentingnya perjuangan masyarakat dalam pemenuhan hak asasi manusia untuk mewujudkan negara yang demokratis kepada masyarakat. 

Adapun buku “Menyuarakan Kesunyian: Catatan Pendampingan Pegiat Mitra Wacana edisi revisi”, adalah catatan yang ditulis oleh para pegiat Mitra Wacana untuk menggambarkan proses, hasil, dan berbagai pengalaman pribadi yang dirasakan pegiat selama melaksanakan program di wilayah dampingan masing-masing. Selain catatan pendampingan dan advokasi dari pegiat Mitra Wacana, dalam buku edisi revisi ini juga terdapat catatan dari perwakilan Organisasi Perangkat Daerah dan anggota masyarakat sipil, tentang proses-proses advokasi hak asasi manusia dalam rangka perwujudan demokrasi di Indonesia.  

Dalam diseminasi tersebut hadir dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kulon Progo, Balai Dikmen Kulon Progo, Lurah dan pamong, serta masyarakat luas dampingan Mitra Wacana di Kulon Progo. Acara dimulai dengan sambutan dari Mitra Wacana kemudian dilanjutkan dengan acara inti yakni ngobrol bareng  penulis dan editor terkait buku diakhiri dengan sesi tanya jawab. Hadir sebagai narasumber Sri Lestari,S.IP selaku penulis dari Dinas Sosial Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kulon Progo periode 2019-2023 yang menceritakan pendampingan dari birokrasi pemerintah dalam pengawalan pembentukan kebijakan Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) dan juga cerita pendampingan dalam pencegahan kekerasan dan pendampingan pemenuhan hak bagi korban.

Harapannya dapat diseminasi buku tersebut dapat menggambarkan perjuangan Mitra Wacana untuk memenuhi hak asasi perempuan dalam rangka mewujudkan demokrasi.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending

EnglishGermanIndonesian