Opini
Sunat Perempuan, Praktik “Budaya” yang Berdampak Negatif pada HKSR

Published
1 year agoon
By
Mitra Wacana
Oleh Wahyu Tanoto
Sunat perempuan, atau yang juga dikenal sebagai Mutilasi Genital Perempuan (FGM), adalah praktik pemotongan atau melukai alat kelamin perempuan secara parsial atau keseluruhan. Praktik ini telah lama menjadi “tradisi” di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Menurut UNICEF, terdapat sekitar 200 juta perempuan dan anak perempuan di dunia yang telah disunat. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara dengan prevalensi sunat perempuan tertinggi di dunia, dengan perkiraan jumlah perempuan yang disunat mencapai 4,8 juta orang. Praktek sunat perempuan masih marak dilakukan di Indonesia, baik di pedesaan maupun perkotaan. Hal ini terungkap dalam survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021.
Survei yang dilakukan di 160 kabupaten dan kota di 10 provinsi tersebut melibatkan responden berusia 15 hingga 64 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa 55 persen anak perempuan dari kelompok usia 15-49 tahun yang tinggal bersama orang tua menjalankan praktik sunat perempuan.
Ada berbagai alasan mengapa sunat perempuan masih kerap terjadi di Indonesia, diantaranya yaitu:
- Alasan ajaran agama. Praktik sunat perempuan sering dikaitkan dengan ajaran agama tertentu. Namun, perlu ditegaskan bahwa tidak ada ajaran agama yang mewajibkan sunat perempuan.
- Alasan budaya. Dalam beberapa budaya, sunat perempuan dianggap sebagai bagian dari tradisi yang telah mengakar. Praktik ini sering kali dianggap sebagai tanda kebersihan, kesucian, dan sebagai bentuk menjaja “kehormatan” perempuan.
- Alasan mitos dan kepercayaan. Ada berbagai mitos dan kepercayaan yang melatarbelakangi praktik sunat perempuan. Beberapa mitos tersebut antara lain bahwa sunat perempuan mengontrol hasrat seksual, dan melindungi anak perempuan dari perkosaan.
Sebagaimana dipahami, bahwa praktik sunat perempuan memiliki dampak negatif bagi kesehatan perempuan dan anak perempuan, antara lain:
- Nyeri dan perdarahan. Praktik sunat perempuan sering kali dilakukan tanpa anestesi, sehingga dapat menyebabkan rasa sakit dan perdarahan yang parah.
- Praktik sunat perempuan dapat meningkatkan risiko infeksi, seperti tetanus, sepsis, dan rentan terpapar virus HIV.
- Gangguan fungsi seksual: Sunat perempuan dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, seperti nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan mencapai orgasme, dan bahkan ketidaksuburan.
- Masalah psikologis. Sunat perempuan dapat menyebabkan masalah psikologis, seperti trauma, depresi, dan kecemasan.
Memang, pemerintah Indonesia telah menerbitkan berbagai kebijakan untuk mencegah dan menghapus praktik sunat perempuan. Misalnya pada 2006, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2006 yang melarang praktik sunat perempuan. Namun, kebijakan ini kemudian dicabut pada 2010 dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13636/MENKES/PER/XI/2010 yang mengatur prosedur sunat perempuan oleh tenaga medis.
Kebijakan kontroversial ini akhirnya menuai protes dari berbagai kalangan, karena dianggap tidak konsisten dengan komitmen Indonesia untuk menghapus praktik sunat perempuan. Pada 2014, pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan baru dengan mencabut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13636/MENKES/PER/XI/2010 Tentang Sunat Perempuan.
Kebijakan-kebijakan tersebut tampaknya sedikit banyak menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia untuk menghapus praktik sunat perempuan. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan upaya yang kuat dan masif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga terkait.
Berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghapus praktik sunat perempuan di Indonesia:
- Pemerintah wajib memperkuat regulasi dan penegakan hukum untuk mencegah dan menghapus praktik sunat perempuan.
- Pemerintah juga wajib mencabut regulasi atau kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan prinsip Hak Asasi Manusia.
- Masyarakat diedukasi tentang bahaya dan dampak negatif praktik sunat perempuan mulai dari ranah individu hingga publik.
- Menjalin kolaborasi dengan lembaga-lembaga terkait untuk memberikan dukungan dan pendampingan kepada perempuan dan anak perempuan yang menjadi korban sunat perempuan.
Hemat penulis, dengan kerja sama yang kuat dari berbagai pihak, kebijakan yang jelas dan implementatif serta ketersediaan sumber daya yang komprehensif, praktik sunat perempuan di Indonesia bisa dihapuskan. Akhirnya, perempuan dan anak perempuan terlindungi dari segala bentuk kekerasan.
Referensi
Komnas Perempuan (2022). Sunat Perempuan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (2020). Hapuskan Praktek Berbahaya Sunat bagi Perempuan dan Anak Perempuan Karena Pelanggaran Hak
UNICEF (2022). Female Genital Mutilation/Cutting
WHO (2022) Female Genital Mutilation
You may like
Opini
Ketergantungan Smartphone dan Produktifitas Belajar Mahasiswa

Published
2 weeks agoon
29 April 2025By
Mitra Wacana
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang semakin modren, cara komunikasi antar individu mengalami

Liffira Putri Yendri mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas.
perubahan termasuk dikalangan mahasiswa. Era digital telah mengubah cara mahasiswa belajar dan juga berintegrasi, zaman globalisasi saat ini teknologi semakin canggih. Teknologi yaitu bagian yang berkembang pesat dalam masyarakat saat ini, bahkan setiap hari teknologi mengalami perkembangan terus menerus. Dalam kelompok masyarakat saat ini termasuk mahasiswa teknologi sangat bermanfaan bagi mereka, salah satu nya yaitu teknologi yang berkembang pesat saat ini smartphone. Smartphone adalah telepon genggam yang mempunyai fitur maupun kemampuan tingkat tinggi, semua orang sangat jelas membutuhkan smartphone tak terkecuali mahasiswa. Mahasiswa saat ini sangat dituntut untuk selalu update setiap saat mengenai berita atau informasi apa yang terjadi saat ini.
Smartphone sebagai alat penting dan selalu ada dan dapat memerankan peran penting dalam kehidupan akademik maupun personal mereka. Namun, penggunaan smartphone yang berlebihan yang dapat menimbulkan kekhawatiran produktifitas, kesejahteraan mental maupun keseimbangan hidup. Studi kasus Friska Andini, seorang mahasiswi, menawarkan wawasan yang sangat berharga tentang kompleksitas hubungan antara smartphone dan kehidupan mahasiswa.
Menurut penuturan dari Friska Andini salah satu Mahasiswi Universitas Negri Padang, mengaku bahwa penggunaan smartphone yang hampir konstan, kecuali saat tidur. Ini sangat mencerminkan hampir semua kalangan mahasiswa melakukan hal tersebut, dimana smartphone menjadi alat yang tidak terpisahkan untuk hamper semua aktivitas. Ia menggunakan smartphone untuk berkomunikasi dengan temannya maupun keluarga dengan menggunakan aplikasi WhatsApp, mengakses informasi akademik melalui Google Chrome, menyimpan dokumen di Google Drive, mengikuti kuliah online melalui Zoom Meet atau aplikasi perkuliahan. Selain itu juga ia menggunakan media social seperti Instagram dan Twitter untuk mengikuti perkembangan terkini atau informai baru. Penggunaan yang sangat luas ini dapat menunjukkan fleksibilitas dan aksesibilitas yang ditawarkan smartphone, namun juga memiliki dampak negative yaitu potensi gangguan maupun kecanduan.
Penggunaan pada aplikasi yang sangat beragam dapat mencerminkan kebutuhan akademik dan sosial Friska. Aplikasi-aplikasi yang produktivitas seperti Google Drive dan aplikasi catatan digital lainnya dapat menunjukkan upaya untuk mengelola informasi yang sangat baik dan mampu meningkatkan efisiensi belajar. Aplikasi perkuliahan ini memfasilitasi akses ke materi kuliah dan tugas, menunjukkan bagaimana smartphone dapat meningkatkan fleksibilitas dan aksesibilitas pembelajaran yang efisien. Namun, kehadiran aplikasi media sosial juga menunjukkan potensi yang dapat mengganggu konsentrasi dan produktivitas belajar. Ini pentingnya manajemen waktu dan kemampuan untuk membatasi penggunaan aplikasi yang tidak relevan saat belajar.
Dampak smartphone terhadap pembelajaran Friska bersifat ganda. Akses mudah dan cepat ke berbagai informasi, kemudahan mengakses materi kuliah secara online, dan tersedianya berbagai aplikasi pembelajaran merupakan keuntungan utama baginya. Smartphone memfasilitasi pembelajaran yang fleksibel dan memungkinkan akses ke sumber belajar yang lebih luas. Namun, notifikasi dan aplikasi lain yang selalu ada dapat mengganggu konsentrasi dan mengurangi efisiensi belajar. Friska sendiri mengakui bahwa distraksi merupakan tantangan utama dalam menggunakan smartphone untuk belajar. Ini menunjukkan perlunya kesadaran diri dan strategi manajemen waktu yang efektif untuk memaksimalkan manfaat smartphone tanpa terjebak dalam perangkap distraksi atau mengalihkan perhatiannya.
Friska dapat menyadari potensi dalam kecanduan smartphone dan berupaya untuk mengelola penggunaannya. Ia menggunakan fitur “waktu penggunaan layar” untuk memantau dan membatasi waktu penggunaan aplikasi tertentu. Ini menunjukkan kesadaran diri untuk menjaga keseimbangan antara penggunaan smartphone dan aktivitas lain. Ia juga berusaha membagi waktu antara penggunaan smartphone untuk keperluan akademik dan keperluan pribadi. Saat belajar, ia fokus pada tugas akademik dan hanya menggunakan smartphone untuk mencari informasi yang relevan. Sedangkan untuk penggunaan pribadi, ia mengalokasikan waktu tertentu, misalnya saat istirahat atau bepergian. Strategi ini menunjukkan upaya untuk menjaga keseimbangan dan menghindari penggunaan smartphone yang berlebihan.
Penggunaan smartphone dalam pembelajaran online sangat penting bagi Friska. Fitur video call dan aplikasi konferensi video memungkinkannya untuk berpartisipasi aktif dalam kelas online. Namun, ia juga mengalami kendala berupa antarmuka aplikasi pembelajaran online yang kurang user-friendly. Ini menunjukkan perlunya pengembangan aplikasi pembelajaran online yang lebih intuitif dan efektif. Kualitas aplikasi dan infrastruktur internet juga berperan sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran online. Pengalaman Friska menunjukkan bahwa meskipun smartphone merupakan alat yang penting dalam pembelajaran online, kualitas teknologi dan kemampuan untuk mengelola penggunaan teknologi juga sangat menentukan keberhasilan pembelajaran.
Interaksi sosial Friska juga dapat dipengaruhi oleh smartphone. Ia menggunakan smartphone untuk berkomunikasi dengan teman sebaya dan dosen, yang memudahkan koordinasi dan diskusi. Namun, ia juga menyadari bahwa interaksi online dapat mengurangi interaksi langsung. Ia berupaya untuk menyeimbangkan keduanya, menunjukkan kesadaran akan pentingnya interaksi sosial tatap muka. Meskipun ia tidak merasa tertekan jika tidak mengakses smartphone, ia mengakui pernah mengalami FOMO (Fear Of Missing Out), yang menunjukkan potensi dampak negatif media sosial terhadap kesehatan mental. Pengalaman ini menekankan pentingnya pengelolaan penggunaan media sosial untuk mencegah dampak negatif terhadap kesejahteraan mental.
Kesimpulannya, pengalaman yang dimiliki Friska mencerminkan kompleksitas penggunaan smartphone di kalangan mahasiswa. Smartphone menawarkan banyak manfaat, terutama dalam hal akses informasi, fleksibilitas pembelajaran, dan komunikasi. Namun, penggunaan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan distraksi, kecanduan, dan dampak negatif terhadap kesejahteraan mental. Kemampuan untuk mengelola waktu, membatasi distraksi, dan menjaga keseimbangan antara kehidupan online dan offline sangat penting untuk memaksimalkan manfaat smartphone dan meminimalisir dampak negatifnya. Perguruan tinggi juga memiliki peran penting dalam memberikan edukasi digital dan menyediakan infrastruktur yang mendukung pembelajaran online yang efektif. Studi kasus Friska ini menyoroti pentingnya literasi digital dan manajemen diri dalam menghadapi era digital yang semakin kompleks.