web analytics
Connect with us

Berita

Webinar Nasional Sosiologi : Masa Depan Pendidikan Pasca Pandemi Covid-19 Dalam Perspektif Paradigma Sosiologi

Published

on

WEBINAR NASIONAL SOSIOLOGI
“MASA DEPAN PENDIDIKAN PASCA PANDEMI COVID-19 DALAM PERSPEKTIF PARADIGMA SOSIOLOGI”

Diselenggarakan oleh Departemen Pengembangan Intelektual Himpunan Mahasiswa Jurusan Sosiologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung Kabinet Abimata Wiryamanta.

Narasumber 1
Dr. Dede Syarif, S.Sos., M.Ag.
(Sekertaris Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Gunung Djati Bandung )
Dampak Sosiologis Terhadap Kondisi Sosial Masyarakat juga Dunia Pendidikan Akibat Pandemi Covid-19. Terkait pertanyaan pada fokus tema webinar ini adalah apakah kita akan kembali kepada sekolah atau perguruan tinggi dimana kami dapat bertemu secara fisik? .Penjelasan diawali secara teoritis dengan menggunakan sebuah sociological imagination (Imaginasi sosiologi). Bahwa terdapat suatu potret terkait masyarakat dalam kondisi pra-pandemi Covid-19 yang ditandai oleh hadirnya proses distribusi peran dan distribusi sosial dalam masyarakat di berbagai institusi sosial yang berbeda. Seperti pada halnya peran dunia pendidikan dipegang dan dikerjakan oleh sekolah dan agama.Selain itu, keluarga sebagai pemegang peran penting dalam soal pengasuhan,dalam dunia ekonomi dipegang dan dikerjakan melalui peran dari perusahaan,pasar salah satunya, hingga urusan politik terkait kebijakan-kebijakan diurusi melalui peran dari negara,partai politik dan lain sebagainya.

Selain itu, berbagai kondisi pun berubah selama masa pandemic Covid-19. Pertama,terjadinya sentralisasi peran dan fungsi sosial.Kedua, munculnya kebijakan seperti social distancing, kebijakan lock down, pelaksanaan protokol kesehatan, PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh), dan WFH (Work From Home). Berdasarkan hal tersebut maka tak dapat dipungkiri akan menyebabkan terjadinya penumpukan peran dan fungsi pada keluarga karena hampir segala tindakan yang dilakukan dipusatkan di rumah.

Situasi pandemi yang sedang kita alami saat ini bukanlah hanya sebatas persoalan medis,tetapi telah menjadi persoalan sosiologis,antropologis,dan psikologis. Terutama dalam aspek pendidikan, dampak sosiologis yang ditimbulkan akibat pandemic Covid-19 ini, diantaranya tingginya perasaan stress pada siswa dari kebijakan PJJ , ditambah catatan KPAI menafsirkan bahwa terjadinya peningkatan kasus bunuh diri pada kalangan siswa akibat depresi, meningkatnya angka putus sekolah, hingga kecanduan media sosial dan game pada gawai di kalangan pelajar sampai masyarakat pada umummnya.

Kesimpulan akhirnya, menjelaskan bahwa kehidupan masyarakat setelah pandemi tidak akan sepenuhnya hilang, karena virus akan tetap hidup berdampingan di tengah-tengah masyarakat. Kita tidak akan betul-betul bertemu dengan masyarakat pasca pandemi,namun mungkin akan tetap hadir dalam bentuk yang lain. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan karena perubahan sosial yang terjadi berupa hadirnya lembaga-lembaga pendidikan berbasis daring yang menuntut kita untuk mengikuti cepatnya arus perkembangan teknologi dan membawa kita kepada era distrupsi 4.0. Belum lagi, perubahan persepsi masyarakat mengenai lembaga pendidikan bukanlah sebagai pemegang tunggal proses transformasi pengetahuan. Sehingga, peranan bagi dunia pendidikan kedepannya diharapkan mampu memberikan kontribusi baik itu melalui format penyelenggaraan maupun dalam proses pemberian pesan-pesan pengetahuan kepada masyarakat.

Narasumber 2
Eko Arief Nugroho, S.Sos., M.Si.
(Direktur Utama PT. Sinergi Riset Nusantara)
DISKURSUS PLUTOKRASI DI ERA PANDEMI COVID-19

Pembahasan plutokrasi menggunakan paradigma kritis dengan pendekatan teori structural konflik, dimana tidak bisa dilihat hanya pada satu perspektif saja. Sehingga untuk membahas diskursus mengenai plutokrasi di era pandemi harus memiliki landasan konseptual, yaitu demokrasi, oligarki, plutokrasi dan demagogi. Menguatnya plutokrasi (sistem politik yang dikuasai oleh pemilik modal) di Indonesia, ditandai dengan adanya sebagian orang/perusahaan besar yang melakukan transaksi dengan pemerintah sehingga pada suatu saat merekalah yang mengendalikan dan menjadi pengusaha. Faktanya ialah 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3% kekayaan nasional.

Dalam penelurusan media sosial pada bulan Maret sampai April 2020, terdapat beberapa polemic isu yang mengemuka seperti salah satu contohnya pada bulan maret pemerintah menyepelekan dan teledor dalam penanganan pandemi Covid-19. Kebijakan yang mengarah pada plutokrasi yaitu dengan adanya pembahasan dan penetapan RUU kontroversial contohnya ialah pembahasan RUU Cipta Kerja sebagai Omnibus Law serta adanya pengabaian persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) dan tantangan pemberantasan korupsi.

Dalam sektor pendidikan, terdapat paradigma pembelajaran yang berubah dikala pandemi dalam kata lain terdapat banyak sekali kecurangan. Seperti contoh, banyak mahasiswa yang mempersoalkan mengenai pembelajaran daring dianggap tidak efektif dan cenderung membosankan, tetapi mahasiswa sekarang menyukai karena nilainya yang bagus karena pembelajaran daring ini. Sehingga dalam masa pandemi ini seharusnya masa terbaik untuk merumuskan paradigm pendidikan Indonesia, tidak hanya sekedar menciptakan kaum pekerja, namun juga manusia Indonesia yang memiliki visi tentang masa depan bangsa ini.

Narasumber 3
Dr. Edy Purwanto, MM
(Bagian PMKM Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat)

PENDIDIKAN DI ERA DEMOGRAFI

Di Era pandemi serta ketidakpastian dan tantangan global ini, kebutuhan penduduk akan Pendidikan untuk hidup dan bekerja bersama dengan cara yang menumbuhkan toleransi sangat penting untuk memecahkan masalah transnasional yang berkisar dari meningkatkan pembangunan berkelanjutan hingga mengurangi ketimpangan pendapatan.

World Education Forum 2015 (WEF 2015):
“Hak atas pendidikan, kesetaraan dalam pendidikan, inklusif pendidikan, pendidikan berkualitas dan pembelajaran seumur hidup, menawarkan kerangka kerja untuk pengembangan kebijakan pendidikan di mana para guru dapat dipersiapkan untuk bekerja di dunia sekolah yang beragam dan terus berubah.”

Kebijakan Pembukaan Kembali Satuan Pendidikan
1. Pembukaan di level daerah
2. Pembukaan di level sekolah
3. Bagi daerah yang mengizinkan pembukaan kembali sekolah

Persiapan Pembukaan Satuan Pendidikan
I. SK Pembentukan Satgas Covid-19
II. Persiapan SOP Covid-19
III. Persiapan Tatanan Sarana dan Prasarana
IV. Sosialisasi Penerapan Protokoler Covid
V. Perencanaan Program KBM
VI. RAKS dan Kemitraan

Pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan pada tahun ajaran dan tahun akademik 2O2O /2021 tidak dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Indonesia dengan ketentuan berikut:

a. Satuan pendidikan yang berada di daerah ZONA HIJAU dapat melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan setelah mendapatkan izin dari pemerintah daerah melalui dinas pendidikan provinsi atau kabupaten/kota.
b. Satuan pendidikan yang berada di daerah ZONA KUNING, ORANYE, dan MERAH, dilarang melakukan proses pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan dan tetap melanjutkan kegiatan Belajar Dari Rumah.

Ketentuan Pembukaan Sekolah Zona Hijau Covid-19 :
Wajib memastikan seluruh kepala satuan pendidikan mengisi daftar periksa pada laman DAPODIK atau EMIS untuk menentukan kesiapan satuan pendidikan; dan tidak memperbolehkan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan bagi:
a. Satuan pendidikan yang belum memenuhi semua daftar periksa.
b. Satuan pendidikan yang sudah memenuhi daftar periksa namun kepala satuan pendidikan menyatakan belum siap.

Sosialisasi Penerapan Protokoler Covid yaitu melalui jejaring media sosial kepada RT, RW, Lurah dan Camat, melalui jejaring media sosial kepada siswa dan orang tua, melalui Video Conference dan media sosial. Protokol covid disekolah diantarnya yaitu pakai masker ke Sekolah, Jaga Jarak, Selalu cuci tangan, membawa peralatan sholat sendiri, membersihkan kursi dan meja sebelum dan sesudah dipakai, membawa bekal dari rumah.
Program Lanjutan
1. Penyusunan jadwal tatap muka dan daring
2. Penyusunan Collaborative Teaching and Learning
3. Penyusunan Bahan Ajar (e-book dan cetak)
4. Pelatihan pembuatan media pembelajaran (video pembelajaran)
5. Penyusunan pedoman MPLS

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Berita

Mitra Wacana Dorong Peningkatan Kapasitas Masyarakat Kulon Progo untuk Wujudkan Kalurahan Ramah Perempuan dan Anak

Published

on

Kulon Progo – Mitra Wacana gelar sosialisasi Kalurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (KRPPA) di tiga kapanewon Kabupaten Kulon Progo. KRPPA merupakan program yang didorong oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama pemerintah daerah, organisasi, dan masyarakat setempat dalam menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi perempuan dan anak.

KRPPA merupakan program nasional yang mendorong setiap kalurahan untuk lebih responsif terhadap kebutuhan, perlindungan, dan pemberdayaan perempuan serta anak. Melalui sosialisasi ini, masyarakat diajak untuk memahami dan berperan aktif dalam penerapan prinsip-prinsip KRPPA di lingkungan mereka.

Sosialiasasi ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan komitmen KRPPA yang sebelumnya telah dilakukan oleh masing-masing pemangku kepentingan di tingkat lokal, yakni Kalurahan Salamrejo, Sentolo, dan Demangrejo untuk wilayah Kapanewon Sentolo, Kalurahan Tirtorahayu, Nomporejo, dan Banaran untuk wilayah Galur, dan Kalurahan Hargotirto, Hargorejo, dan Kalirejo untuk wilayah Kapanewon Kokap. Pelakasanaan sosialisasi ini dilakukan selama enam hari di tiga kapanewon, masing-masing selama dua hari, yaitu Kapanewon Sentolo pada 20-21 Oktober 2025, Kapanewon Galur pada 22-23 Oktober 2025, dan penutupnya di Kapanewon Kokap pada 27-28 Oktober 2025, yang dihadiri oleh pemangku kepentingan lokal dari pemerintah Kalurahan, unsur penggerak perempuan, tokoh masyarakat dan kelompok P3A (Pusat Pembelajaran Perempuan&Anak) dampingan Mitra Wacana.

Selama dua hari kegiatan, peserta dari berbagai kalurahan di setiap kapanewon mendengarkan empat materi yang dipaparkan oleh pegiat Mitra Wacana. Sebelum sesi pemaparan materi dimulai, hari pertama kegiatan diawali dengan pre-test yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana pengetahuan setiap peserta tentang KRPPA. Selanjutnya, peserta mendapatkan dua materi, yaitu Hak dan Perlindungan Perempuan, serta Hak dan Perlindungan Anak. Kedua materi ini menyoroti pentingnya kesetaraan akses, perlindungan hukum, serta peran masyarakat dalam menghapus diskriminasi terhadap perempuan dan anak.

Pada hari kedua, kegiatan berlanjut dengan materi tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Panduan Pelaksanaan Gerakan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak). SAPA merupakan sebuah inisiatif partisipatif yang mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam pencegahan kekerasan berbasis gender dan perlindungan anak. Di akhir kegiatan, diadakan juga post-test untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaan peserta terhadap materi yang telah disampaikan.

Materi tentang Hak dan Perlindungan Perempuan membahas berbagai bentuk diskriminasi berbasis gender, Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) sebagai payung hukum internasional dalam melindungi hak-hak perempuan, serta prinsip dan tantangan dalam mewujudkan kesetaraan gender. Setelah itu, dilanjutkan materi tentang Hak dan Perlindungan Anak membahas tentang landasan hukum dalam melindungi hak anak, serta berdiskusi tentang kasus-kasus pelanggaran hak anak, seperti kasus pernikahan anak, putus sekolah, dan keterbatasan ruang aman dalam bermain.

Hari kedua kegiatan dimulai dengan pemaparan materi Pengarutamaan Gender (PUG) dan Panduan Pelaksanaan Gerakan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak). Dalam sesi PUG, tim Mitra Wacana menjelaskan kesetaraan gender tidak sekadar memperjuangkan hak perempuan, tetapi meningkatkan kapasitas dan partisipasi aktif perempuan dan laki-laki dalam pembangunan daerah. Tim Mitra Wacana juga menjelaskan indikator keberhasilan PUG meliputi partisipasi pengambilan keputusan, akses ekonomi, kesejahteraan, pendidikan, keadilan sosial, dan kesadaran terhadap perubahan sosial.

“Kesetaraan gender bukan hanya tentang perempuan, tapi tentang bagaimana laki-laki dan perempuan memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam kehidupan,” tegas Alfi Rahmadani, tim Mitra Wacana, pada sosialisasi di Kapanewon Galur, Kamis (23/10/2025).

Setelah pemaparan PUG selesai, dilanjutkan dengan pemaparan Panduan Pelaksanaan Gerakan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak) oleh Muhammad Mansur, tim Mitra Wacana. Gerakan SAPA menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga layanan, apparat hukum dan masyarakat dalam menciptakan sistem perlindungan yang cepat tanggap dan berkeadilan. Setelah menjelaskan tentang SAPA, Mansur mengajak semua peserta untuk berdiskusi tentang implementasi gerakan SAPA di tingkat kalurahan.

“Melalui gerakan SAPA, kita wujudkan lingkungan aman, setara, dan bebas dari kekerasan bagi perempuan dan anak,” ujar Mansur pada sosialisasi di Kapanewon Galur, Kamis (23/10/2025).

Melalui kegiatan ini, Mitra Wacana berharap adanya peningkatan kapasitas masyarakat, serta memperkuat pondasi pemahaman dan kesadaran kolektif dalam masyarakat tentang KRPPA. Selain itu, diharapkan proses kolaborasi ini dapat berjalan lebih efektif, partisipatif, dan berkelanjutan demi terciptanya kalurahan yang setara, aman, dan inklusif bagi perempuan dan anak.

 

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending