Puluhan ibu-ibu dari beberapa desa mengikuti acara bedah buku Fiqh Anti Trafiking di aula di kecamatan Kokap pada Selasa (23/5/17). Acara berlangsung interaktif dengan kehadiran narasumber Tri Iswandi (Disnaker Kulonprogo) dan Ngatiyar (Mitra Wacana WRC).
Menurut Tri, selama ini persoalan perdagangan orang masih dianggap tabu dan aib sehingga para korban enggan melapor. “ Sebenarnya banyak masyarakat terutama perempuan yang menjadi korban perdagangan orang, permasalhannya tidak mau melapor karena masih dianggap aib “, ungkapnya.
Tri menambahkan bahwa pemerintah daerah Kulon Progo terutama dinas terkait kalah dengan para calo yang mendatangi calon korban di rumah. “ Dinas terkadang kewalahan bahkan tidak mampu menghadapi para calo ini, karena mereka mengiming-imingi keluarga calon tenaga kerja dengan uang jutaan “, Tri menambahkan.
Tri juga berpesan terhadap para peserta bahwa untuk DIY sudah tidak boleh mengirimkan TKI untuk sektor informal. “ Masyarakat perlu mewaspai terhadap orang yang menawarkan bisa membantu kerja menjadi TKI menjadi pelaksana rumah tangga, padahal DIY sudah tidak boleh mengirimkan TKI untuk sektor tersebut “, pungkasnya.
Sedangkan menurut Ngatiyar menyatakan bahwa sebenarnya buku tentang Fiqh Antri trafiking memuat tentang alasan-alasan mengapa trafiking termasuk tindakan kejahatan dalam pandangan agama Islam. “ Jadi permasalahan perdagangan orang bukan hanya masalah secara umum, namun para pemuka agama hendaknya terlibat dalam pencegahan perdagangan orang “.
Sebelum acara bedah buku dimulai, para peserta yang terdiri dari perwakilan oraganisasi di desa seperti Pusat Pembelajara Perempuan dan Anak (P3A), PKK, Karang Taruna dan Dasa wisma dibagi menjadi tiga kelompok untuk mendiskusikan buku yang akan dibedah, kemudian mempresentasikannya secara bergiliran.
Peserta dari Kalirejo, Titik mengungkapkan bahwa belum semua masyarakat paham mengenai apa itu perdagangan orang dan modus-modusnya. “ Saya berharap dari dinas terkait melakukan pendampingan di desa-desa”, ungkapnya. Tnt