web analytics
Connect with us

Kulonprogo

River of Life : Refleksi Keberlanjutan Organisasi

Published

on

river of life

Sebuah organisasi sering diibaratkan sebagai sungai kehidupan yang memberikan sumber daya dan energi untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Seperti sungai yang mengalir, sebuah organisasi juga harus terus bergerak maju, mengatasi rintangan, dan menyesuaikan diri dengan perubahan sekitarnya untuk tetap relevan dan berkelanjutan.

Sungai kehidupan bagi sebuah organisasi mencerminkan aliran yang menghubungkan berbagai aspek penting dalam operasionalnya. Seperti sungai yang memasok air bagi kehidupan tumbuhan dan hewan di sekitarnya, organisasi juga harus menyediakan sumber daya yang diperlukan bagi seluruh anggota untuk mencapai tujuan bersama.

river of life

Sabtu, 10 Februari 2024 Karang Taruna Sangon II mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh 28 anggota di rumah udin. Pertemuan ini dilaksanakan selama 3 jam mulai pukul 20.30 – 23.30 wib. Pertemuan kali ini sesuai di perencanaan yang telah disusun di awal tahun membahas tentang refleksi organisasi dari setiap anggota. Dalam refleksi ini pendamping menggunakan metode river of life (sungai kehidupan). Menurut mereka hal ini perlu dilakukan untuk menggali apa yang mereka rasakan selama bergabung dengan karang taruna ini dan sejauh mana mereka mampu mencapai tujuan bersamanya.

Selain menggali tentang kondisi setiap anggotanya, metode ini juga untuk melihat seperti apakah pola  kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin organisasi. Seperti aliran sungai yang dipandu oleh arusnya sendiri, seorang pemimpin harus mampu mengarahkan organisasi melalui tantangan dan mengambil sebuah peluang untuk menjaga keberlanjutan dan kesuksesan jangka panjang. Dengan visi yang jelas, kepemimpinan yang kuat, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan, organisasi dapat terus berkembang dan mencapai tujuannya.

river of life

river of life

Dalam proses nya, setiap anggota yang hadir dibagi menjadi 6 kelompok. Setiap kelompok harus membuat gambar sungai kehidupannya sesuai dengan yang dirasakan. Mereka menuliskan mulai dari mereka bergabung di organisasi, dinamika organisasi, masalah terberat yang dihadapi, bagaimana menyelesaikan masalah tersebut sampai dengan mimpi yang ingin dicapai bersama.

Setelah mereka selesai mengisi kemudian dipresentasikan bersama dan kelompok yang lain menanggapinya. Diskusi semacam ini mampu meningatkan nalar kritis dan keberanian mereka dalam menyampaikan pendapatnya di depan umum. Setelah selesai semua kelompok mempresetasikan hasilnya kemudian pendamping memberikan beberapa catatan berdasarkan pengamatan dari hasil diskusi tersebut. (rl)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Berita

Workshop DRPPA: Dalam Diskusi Bahas Strategi Pemberdayaan Perempuan di Tengah Efisiensi Anggaran

Published

on

Workshop Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) yang diinisiasi oleh Mitra Wacana, Senin, (24/3/2025). Kegiatan yang diadakan di Balai Langit, Kalurahan Salamrejo ini merupakan transformasi dari program Rumah Bersama Indonesia (RBI), disesuaikan dengan perubahan kebijakan pemerintah terbaru. Meski berganti nama, komitmen untuk mewujudkan desa yang inklusif bagi perempuan dan anak melalui pemenuhan hak serta perlindungan dari kekerasan tetap menjadi inti agenda.

Acara dihadiri oleh perwakilan tiga kalurahan (Salamrejo, Sentolo, Demangrejo),  dan Mitra Wacana. Denagn tema “Strategi Pemberdayaan Perempuan di Tengah Kebijakan Efisiensi Anggaran” mengemuka, menyoroti dampak kebijakan nasional seperti Inpres No. 1/2025, MBG (Makan Bergizi Gratis) dan efisiensi dana desa terhadap program pemberdayaan.

Dampak Kebijakan Pusat pada Perencanaan Desa
Pak Teguh, Lurah Sentolo, menjelaskan bahwa perubahan kebijakan pusat seringkali mengganggu perencanaan jangka panjang desa. “RPJMKal (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kalurahan) yang disusun 8 tahun harus menyesuaikan instruksi baru, seperti program ketahanan pangan yang tiba-tiba memerlukan penyertaan modal BUMDes. Ini berdampak pada alokasi anggaran untuk pemberdayaan perempuan dan anak,” ujarnya.

Aji Jogoboyo, mewakili Lurah Demangrejo, menambahkan bahwa efisiensi anggaran tidak hanya mengalihkan dana tetapi memotongnya langsung. “Contohnya, anggaran untuk kelompok P3A (Pemberdayaan Perempuan dan Anak) sempat tertunda, sehingga kami harus berkolaborasi dengan mitra seperti Mitra Wacana untuk menjaga keberlanjutan program,” paparnya.

Suara dari Kelompok Perempuan: Tantangan Nyata di Lapangan
Ibu Sri Hari Murtiati dari Tim Penggerak PKK Salamrejo menyoroti dampak langsung pemangkasan anggaran pada program pemberdayaan perempuan. “Terus terang, dampaknya terasa hingga ke tingkat bawah. Misalnya, program cor blok jalan dua jalur yang tidak ramah bagi ibu hamil atau kurangnya polisi tidur yang aman. Padahal, infrastruktur yang inklusif adalah hak dasar perempuan,” tegasnya.

Ia juga mengungkapkan keprihatinan atas kasus perundungan (bullying) di Sentolo. “Kami berencana mengadakan sosialisasi di sekolah, tetapi anggaran yang dipotong membuat kegiatan ini terancam. Meski begitu, PKK berkomitmen untuk tetap bergerak, sekalipun dengan dana terbatas.”

Lebih lanjut, Ibu Sri menekankan pentingnya membangun ketangguhan perempuan. “Perempuan tangguh bukan hanya mampu mengelola ekonomi, tetapi juga menjadi ‘penyejuk’ dan ‘pemanas’ keluarga. Tanggung jawab kami besar: merawat suami, anak, sekaligus aktif di masyarakat. Karena itu, dukungan untuk PKK sebagai ujung tombak pemberdayaan perempuan dan anak harus tetap menjadi prioritas,” tandasnya.

Strategi Kolaborasi dan Inovasi Lokal
Pak Dani, Lurah Salamrejo, menekankan pentingnya memberdayakan perempuan sebagai kunci pembangunan. “65% penduduk kami adalah perempuan. Mereka adalah garda terdepan dalam pendidikan anak dan penguatan ekonomi keluarga. Kami fokus pada program non-fisik seperti pelatihan dan pendampingan,” tegasnya.

Sementara itu, Alfi dari Mitra Wacana mengapresiasi upaya desa melibatkan perempuan dalam forum diskusi. “Budaya ‘bisu’ pada perempuan masih jadi tantangan. Kehadiran perempuan sebagai pembicara hari ini adalah langkah progresif untuk membuka ruang partisipasi,” ujarnya.

Solusi di Tengah Tantangan
Beberapa solusi yang mengemuka antara lain:

  1. Kolaborasi dengan BUMDes dan Mitra: Memanfaatkan BUMDes untuk program MBG dan usaha lokal seperti peternakan ayam petelur di Demangrejo.
  2. Penguatan Kelembagaan Perempuan: Memastikan kelompok seperti KWT (Kelompok Wanita Tani) dan P3A mendapat pendampingan berkelanjutan.
  3. Advokasi Kebijakan Berperspektif Gender: Mendesak pemerintah pusat mempertimbangkan dampak efisiensi anggaran pada program pemberdayaan.

Workshop ditutup dengan komitmen bersama untuk terus mendorong terwujudnya Generasi Emas 2045 melalui pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Perubahan nama dari DRPPA ke RBI bukanlah hambatan, selama esensi pemenuhan hak perempuan dan anak tetap menjadi prioritas.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending