web analytics
Connect with us

Opini

Catatan Pendampingan Perempuan dan Anak di Banjarnegara

Published

on

penguatan masyarakat sipil
Enik Maslahah

Enik Maslahah

Oleh Enik Maslahah

Saya ucapkan selamat kepada anak-anak kami dapat mendirikan organisasi agar menjadikan desa ini menjadi desa yang lebih baik, dan kami ucapkan juga selamat kepada organisasi perempuan, dengan organisasi ini ibu-ibu mendapatkan aktifitas selain aktifitas di ruma. Saya mengharapkan kerja pemerintah daerah) Banjarnegara untuk mengapresiasi keberadaan organisasi perempuan dan anak di desa. Organisasi untuk perempuan di tingkat desa hanya didominasi oleh PKK yang dibentuk oleh pemerintah pada zaman orde baru. Sedangkan, organisasi perempuan mandiri yang berbasis pada kebutuhan komunitas hampir tidak ada, kecuali organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Misalnya,  Fatayat NU, Aisyiah, Perempuan Sarikat Islam, dan sebagainya.

Fenomena di atas diakibatkan oleh rezim pemerintah Suharto selama tiga dasawarsa, yang tidak memberikan kekebebasan berorganisasi bagi rakyatnya. Dalam tulisan ini, kami ingin berbagi pengalaman singkat tentang pendampingan masyarakat terutama bagi perempuan dan anak. Tujuan dari pendampingan adalah menguatkan kelompok perempuan dan anak untuk menjadi bagian dari masyarakat sipil dalam mewujudkan strutur sosial yang kuat di masyarakat. Kedua, peran penting organisasi perempuan dan anak sebagai bagian dari struktur sosial di masyarakat desa. Ketiga, respon pemerintah desa terhadap keberadaan organisasi perempuan dan anak.

Belajar Bersama,Titik awal penguatan perempuan dan anak

Awal dari proses belajar bersama perempuan dan anak dengan Mitra Wacana WRC mendasarkan pada temuan hasil baseline Mitra Wacana WRC tentang kesadaran masyarakat mengenai perlindungan anak dari kekerasan seksual. Berdasarkan data kuantitatif dari pemerintah daerah menunjukkan jumlah kasus kekerasan seksual tertinggi di Banjarnegara berada di kecamatan Susukan dan Punggelan. Kondisi ini signifikan dengan hasil baseline yang dilakukan oleh Mitra Wacana WRC yang memperlihatkan kecenderungan kesadaran masyarakat masih kurang dalam hal perlindungan anak dari kekerasan seksual. Hasil Baseline tersebut yaitu Pertama, presentase rata-rata nilai kesadaran perempuan mengenai hak perlindungan dari kekerasan seksual terhadap anak di dua kecamatan sebesar 57 %, sedangkan anak-anak (41%) lebih rendah dibandingkan perempuan. Kedua, di level pemerintah desa, Polindes dan Puskesmas di dapat presentase rata-rata kesadaran pemerintah desa dalam pelayanan publik atas hak perlindungan kekerasan seksual terhadap anak, sebesar 52 %.

Dari data di atas, Mitra Wacana WRC menganalisis bagaimana cara melakukan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak di tingkat desa. Pertama, analisis terhadap akar persoalan yang melingkari kekerasan seksual terhadap anak. Menurut Galtung, ada beberapa persoalan berkaitan isu perempuan diantaranya; persoalan budaya patriarki yang memojokkan perempuan, mengakibatkan ketimpangan hubungan, pemahaman kesehatan reproduksi yang masih menjadi tabu di masyarakat, dan mitos-mitos di sekitar kekerasan seksual itu sendiri yang menguatkan kewajaran adanya tindak kekerasan seksual yang dialami oleh anak terutama anak perempuan.

Kedua, belajar mengorganisir baik untuk diri sendiri maupun masyarakat sebagai upaya bentuk proses dari langkah tahu menuju kesadaran untuk bergerak. Kesadaran perlunya melangkah bersama sebagai suatu gerakan menjadi syarat pokok dalam melakukan kerja advokasi. Bagaiaman perempuan secara individu ataupun kelompok mengajak komunitasnya untuk bersama-sama memahami dan sadar untuk melakukan perubahan dalam hal perlindungan anak dari kekerasan seksual. Upaya ini mengintegrasikan proses-proses kesadaran kritis, life skill, dan pengorganisasian perempuan dan anak di komunitas untuk menggalang dukungan demi terwujudnya masyarakat sipil yang kuat. Pada akhirnya kelompok perempuan dan anak yang dianggap masyarakat marginal, memiliki pemahaman yang baik terhadap hak-haknya, dan dapat melakukan pengwasan dan kontrol teradap pemerintah desa dalam pemenuhan hak-hak anak.

Inilah empat organisasi perempuan yang kami inisiasi;  Lentera Hati (Berta, Susukan), Women Care ( Karangjati, Susukan), SEJOLI (Serikat Bondolharjo Peduli) Bondolharjo, Punggelan dan PWP (Pelita Wanita Petuguran), Petuguran, Punggelan. Sedangkan untuk organisasi anak yaitu; BERLIAN (Berta Indah Lingkungan Aman), Kacang Tanah (Karangjati Canggih Tangguh dan Ramah), Susukan. KARBON (Komunitas Anak Bondolharjo) dan BABORAN (Bareng Bocah Petuguran), Punggelan.

Continue Reading
2 Comments

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Harmoni Kolaborasi Agama, Negara, dan Masyarakat dalam Mengatasi Krisis Lingkungan

Published

on

Sumber: freepik

Akbar Pelayati, Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam, Uin Alauddin Makassar, Juga merupakan Aktivis HMI MPO Cabang Makassar.

Krisis lingkungan bukan hanya sekadar bencana yang akan melanda bumi kita; ini adalah sebuah panggilan yang mendesak kita untuk bertindak. Di tengah gemerlapnya pergulatan isu-isu global seperti perubahan iklim dan penurunan biodiversitas, dunia kini membutuhkan respons holistik. Itulah mengapa kolaborasi antara agama, negara, dan masyarakat menjadi semakin penting untuk memecahkan masalah dalam menangani tantangan lingkungan.

Dari sudut pandang agama, kita melihat bagaimana nilai-nilai moral dan spiritual memberikan landasan kuat untuk menjaga alam. Konsep ecotheology, misalnya, menggabungkan prinsip-prinsip agama dengan wawasan lingkungan, menawarkan perspektif baru tentang hubungan antara manusia dan alam. Ajaran Islam menekankan penghormatan terhadap lingkungan sebagai bagian integral dari iman, menjadikannya sumber inspirasi bagi individu dan komunitas untuk bertindak bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Di sisi lain, peran negara tidak bisa diabaikan. Melalui kebijakan lingkungan yang ketat, negara dapat menciptakan kerangka kerja yang mendukung praktik bisnis berkelanjutan. Program seperti PROPER di Indonesia bukan hanya sekadar alat evaluasi, tetapi juga sebagai pendorong bagi industri untuk bergerak menuju praktik yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, negara juga memiliki peran dalam menggalang kerjasama internasional untuk menangani masalah lingkungan secara bersama-sama.

Namun, tanggung jawab tidak hanya terletak pada pundak agama dan negara. Setiap individu dalam masyarakat memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan. Dari tindakan sederhana seperti pengelolaan sampah hingga dukungan terhadap inisiatif lingkungan, setiap langkah kecil memiliki dampak yang besar dalam menjaga keberlanjutan Bumi.

Kolaborasi yang erat antara agama, negara, dan masyarakat adalah kunci untuk mengatasi krisis lingkungan. Dengan bersatu, kita dapat menjaga harmoni antara manusia dan alam, menciptakan lingkungan yang lebih baik untuk generasi mendatang. Tantangan ini bukan hanya panggilan untuk bertindak, tetapi juga kesempatan untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi Bumi kita dan semua makhluk yang menghuninya.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending