web analytics
Connect with us

Opini

Mengenal Pemikiran Teolog Feminis Riffat Hassan

Published

on

Sumber: Freepik
Waktu dibaca: 4 menit

“Riffat Hasan menilai ketidakadilan gender terjadi karena interpretasi yang keliru terhadap teks-teks suci Al Quran. Interpretasi tersebut dilakukan kaum laki-laki yang mengabaikan pengalaman perempuan dan konteks sejarah yang menjadi latar belakang lahirnya teks-teks suci tersebut”

Sebagai suatu gerakan, teologi feminisme diperkirakan muncul pada akhir tahun 1960an yang menempatkan perempuan dan pengalamannya menggunakan sudut pandang teologi. Gerakan ini muncul sebagai respon terhadap ketidakadilan gender yang terjadi dalam ajaran atau tafsir agama monoteistik: Islam, Kristen, dan Yahudi. Salah satu perempuan tokoh gerakan Teologi Feminisme adalah Riffat Hassan, seorang profesor di bidang studi Islam di Universitas Louisville, Kentucky, Amerika Serikat.

Biografi singkat

Riffat Hassan dilahirkan di Lahore, Pakistan pada 1943. Kakek dari pihak ibunya adalah Hakim Ahmad Shuja, seorang penyair, penulis, dan penulis drama terkenal di Pakistan. Meskipun masa kecilnya nyaman, Hassan terpengaruh oleh konflik antara pandangan tradisional ayahnya dan ketidaksesuaian ibunya. Selama sebagian besar hidupnya, ia tidak sepakat dengan tradisionalisme ayahnya terutama dalam hal peran gender, namun kemudian ia menghargainya karena kebaikan dan kasih sayang ayahnya. Ia menempuh pendidikan di Cathedral High School, sebuah sekolah misionaris Anglikan, dan kemudian melanjutkan studi di St. Mary’s College, Universitas Durham, Inggris. Pada 1968 Hassan meraih gelar Ph.D. dari Universitas Durham.

Riffat Hassan. Sumber: https://alchetron.com/Riffat-Hassan

Hassan mengajar di Universitas Punjab di Lahore dari tahun 1966 hingga 1967 dan bekerja di Kementerian Informasi dan Penyiaran Pakistan dari tahun 1969 hingga 1972. Pada tahun 1972, ia berimigrasi ke Amerika Serikat bersama putrinya. Ia telah mengajar di berbagai institusi pendidikan, termasuk Universitas Oklahoma dan Universitas Harvard, dan sebagai Profesor Studi Keagamaan di Universitas Louisville, Kentucky.

Menurut Riffat Hasan, ketidakadilan gender dalam Islam terjadi karena interpretasi yang keliru terhadap teks-teks suci. Ia berpendapat bahwa interpretasi tersebut dilakukan oleh kaum laki-laki yang mengabaikan pengalaman perempuan dan konteks sejarah yang menjadi latar belakang lahirnya teks-teks suci tersebut. Dalam pandangan Riffat, perempuan dalam Islam dinilai sebagai subjek yang memiliki hak yang sama dengan laki-laki dan bukan sebagai objek yang diperlakukan sebagai properti.

Salah satu karya Riffat Hasan yang terkenal adalah buku berjudul “Feminist Theory and Islamic Discourse” yang terbit pada tahun 1992. Dalam buku ini, ia mengkritik interpretasi konvensional terhadap teks-teks suci Islam yang menempatkan perempuan dalam posisi inferior dan mengabaikan pengalaman perempuan. Riffat Hasan juga mengusulkan pendekatan baru dalam membaca teks-teks suci dengan mengambil perspektif perempuan dan konteks sejarahnya.

AL-Qur’an dan HAM

Hassan adalah seorang tokoh Islam progresif yang menganggap Al-Qur’an sebagai “Magna Carta (baca piagam kebebasan) hak asasi manusia” yang mengatur hak-hak asasi manusia dan kesetaraan untuk semua orang. Menurutnya, ketidaksetaraan perempuan dalam banyak masyarakat Muslim saat ini disebabkan oleh faktor budaya, bukan ajaran agama. Hassan berpendapat bahwa Al-Qur’an menghormati hak hidup, kehormatan, keadilan, kebebasan, pengetahuan, rezeki, pekerjaan, dan privasi.

Ia mendukung interpretasi Al-Qur’an yang tidak dogmatis, karena menurutnya kata-kata dalam kitab suci tersebut dapat memiliki makna yang bervariasi. Menurut Hassan, makna Al-Qur’an ditentukan melalui hermeneutika, yaitu melalui pemeriksaan arti kata-kata pada saat Al-Qur’an ditulis. Ia juga menekankan pentingnya “kriteria etis” dalam menafsirkan Al-Qur’an, sehingga agama tidak digunakan sebagai alat untuk melakukan ketidakadilan.

Hassan juga mendukung hak aborsi dan akses kontrasepsi bagi wanita Muslim. Meskipun Al-Qur’an tidak secara langsung membahas tentang kontrasepsi, menurutnya, prinsip-prinsip agama dan etika Islam mengarah pada kesimpulan bahwa keluarga berencana merupakan hak fundamental. Ia mengacu pada tinjauan yurisprudensi Muslim yang menyatakan bahwa aborsi dapat diterima dalam 120 hari pertama kehamilan, ketika janin belum ditiupkan ruh dalam kandungan.

Riffat Hassan. Sumber: https://alchetron.com/Riffat-Hassan

Pada 1999, Hassan mendirikan Jaringan Internasional untuk Hak-Hak Perempuan Korban Kekerasan di Pakistan. Organisasi ini bergerak melawan praktik “pembinasaan” demi kehormatan perempuan yang dalam pandangannya sungguh bertentangan dengan ajaran Islam. Hassan berpendapat bahwa pelabelan perempuan sebagai makhluk yang rendah terjadi karena kesalahpahaman di kalangan Muslim bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, padahal dalam ajaran penciptaan Islam, Adam dan Hawa diciptakan dari unsur yang sama, bahkan secara bersamaan.

Meskipun begitu, pandangan Riffat Hasan juga mendapatkan kritik dari kalangan konservatif yang menolak perubahan dalam interpretasi teks-teks suci. Mereka menganggap bahwa penafsiran terhadap teks-teks suci sudah benar dan tidak perlu diubah. Sebaliknya, pandangan Riffat Hasan justru mendapatkan dukungan dari kalangan yang lebih progresif yang menganggap bahwa interpretasi teks-teks suci selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman.

Berkait kelindan dengan perempuan

Teologi Feminisme Riffat Hasan merupakan gerakan yang mengangkat peran dan pengalaman perempuan dalam penafsiran teks-teks suci Islam. Riffat Hasan mengkritik interpretasi tradisional yang menempatkan perempuan dalam posisi inferior dan mengabaikan pengalaman perempuan. Oleh karena itu, Hassan mengusulkan pendekatan baru dalam membaca teks-teks suci dengan cara menggunakan perspektif perempuan dan konteks kesejarahannya.

Dalam pandangan Riffat Hasan, teologi feminisme seyogianya mengambil pendekatan interdisipliner yang melibatkan teologi, sosiologi, psikologi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Ia juga mengusulkan pendekatan hermeneutika yang kritis untuk membaca teks-teks suci dengan mempertimbangkan konteks sejarah, sosial, dan budaya yang menjadi latar belakang teks tersebut. Dengan pendekatan ini, bagi Hasan akan menghasilkan interpretasi yang lebih inklusif dan menghargai pengalaman perempuan.

Gerakan Teologi Feminisme Riffat Hasan menjadi sangat “nyambung” dengan perjuangan hak-hak perempuan dalam konteks ajaran agama. Gerakan ini memperjuangkan keadilan & kesetaraan gender dalam agama dan menolak segala bentuk perlakuan diskriminatif terhadap perempuan. Dalam konteks ajaran Islam, gerakan Teologi Feminisme Riffat Hasan memperjuangkan hak-hak perempuan dan menolak segala bentuk penindasan yang didasarkan pada interpretasi tradisional yang patriarkal.

Namun, pandangan pemikiran Riffat Hasan juga mendapatkan tantangan dari kalangan konservatif yang menolak adanya perubahan dalam interpretasi teks-teks suci. Hemat saya, apa yang telah dimulai oleh Riffay Hasan tampaknya perlu digaungkan secara berkelanjutan demi memperjuangkan hak-hak perempuan dalam ajaran agama dengan cara yang tidak mengancam “stabilitas” agama dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak tanpa harus kehilangan keberpihakan terhadap kelompok tertindas.

Referensi

Hasan, Riffat. Feminist Theory and Islamic Discourse. University Park: The Pennsylvania State University Press, 1992.

Abu-Lughod, Lila. “Riffat Hassan and Islamic Feminism.” Feminist Studies, vol. 27, no. 1, 2001, pp. 223–227. JSTOR, www.jstor.org/stable/3178656

“Riffat Hassan.” Encyclopædia Britannica, Encyclopædia Britannica, Inc., www.britannica.com/biography/Riffat-Hassan

https://en.wikipedia.org/wiki/Riffat_Hassan

https://alchetron.com/Riffat-Hassan

Tulisan ini juga terbit di https://www.indonesiana.id/read/166388/mengenal-pemikiran-teolog-feminis-riffat-hassan

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Bentuk-Bentuk Kekerasan di Tempat Kerja

Published

on

Sumber: Freepik
Waktu dibaca: 2 menit

Oleh Wahyu Tanoto

Menurut studi yang dilakukan oleh Equal Employment Opportunity Commission (EEOC) pada 2016 di Amerika Serikat, sekitar 75% orang yang mengalami pelecehan di tempat kerja tidak melaporkan kejadian kepada manajer, supervisor, atau perwakilan serikat pekerja. Salah satu alasan utama adalah karena merasa takut akan keamanan kerja serta takut kehilangan sumber pendapatan mereka. Selain itu ada beberapa faktor lain, seperti:

  1. Faktor relasi kuasa. Salah satu pihak memiliki kekuatan, posisi atau jabatan yang lebih tinggi atau dominan dibandingkan korban. Misalnya, antara bos dengan karyawan.
  2. Kebijakan perlindungan pekerja masih tidak jelas. Absennya perlindungan terhadap korban dapat menyebabkan korban merasa takut untuk melapor karena khawatir pelaku akan balas dendam dan melakukan kekerasan yang lebih parah.
  3. Mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual yang tidak tersedia. Misalnya, perusahaan belum memiliki Standard Operating Procedure (SOP) mengenai kekerasan seksual, sehingga tidak ada jalur pelaporan atau sanksi yang jelas.
  4. Budaya yang kerap menyalahkan korban, seperti: “Kamu sih ke kantor pakai baju seperti itu!” “Kamu ngapain memangnya sampai bos marah begitu?”

Namun, kemungkinan lain adalah karena banyak orang belum memahami atau tidak yakin perilaku apa saja yang melanggar batas dan dapat dikategorikan sebagai pelecehan atau kekerasan. Maka dari itu, yuk kita bahas apa saja bentuk-bentuk pelecehan dan kekerasan di tempat kerja!

Kekerasan verbal

Kekerasan verbal termasuk ucapan yang merendahkan, melakukan gerakan yang ofensif, memberikan kritik yang tidak masuk akal, memberikan cercaan atau komentar yang menyakitkan, serta melontarkan lelucon yang tidak sepantasnya. Beberapa contohnya adalah:

  • Mengirim email dengan lelucon atau gambar yang menyinggung identitas seseorang, seperti identitas gender, orientasi seksual, ras, atau agama.
  • Berulang kali meminta kencan atau ajakan seksual, baik secara langsung atau melalui pesan.
  • Membuat komentar yang menghina tentang disabilitas seseorang.
  • Mengolok-olok aksen berbicara (logat) seseorang.

Kekerasan psikologis

Perilaku berulang atau menjengkelkan yang melibatkan kata-kata, perilaku, atau tindakan yang menyakitkan, menjengkelkan, memalukan, atau menghina seseorang. Ini termasuk:

  • Mengambil pengakuan atas pekerjaan orang lain.
  • Menuntut hal-hal yang mustahil.
  • Memaksakan tenggat waktu (deadline) yang tidak masuk akal pada karyawan tertentu.
  • Secara terus-menerus menuntut karyawan untuk melakukan tugas-tugas merendahkan yang berada di luar lingkup pekerjaannya.

Kekerasan fisik

Pelecehan di tempat kerja yang melibatkan ancaman atau serangan fisik, termasuk sentuhan yang tidak diinginkan. Misalnya:

  • Menyentuh pakaian, tubuh, baju, atau rambut orang lain.
  • Melakukan penyerangan fisik. Misalnya: memukul, mencubit, atau menampar.
  • Melakukan ancaman kekerasan.
  • Merusak properti pribadi. Misalnya: mengempeskan ban kendaraan, melempar ponsel orang lain.

Kekerasan berbasis digital

Ini merupakan berbagai bentuk kekerasan atau pelecehan yang dilakukan di ranah daring (online), seperti:

  • Memposting ancaman atau komentar yang merendahkan di media sosial.
  • Membuat akun palsu dengan tujuan merundung seseorang secara online.
  • Membuat tuduhan palsu.
  • Menyebarkan foto atau rekaman orang lain yang bersifat privat atau bernuansa seksual.

Kekerasan seksual

  • Rayuan seksual yang tidak diinginkan.
  • Melakukan sentuhan yang tidak pantas atau tidak diinginkan.
  • Melontarkan lelucon bernuansa seksual.
  • Membagikan media pornografi.
  • Mengirim pesan yang bersifat seksual.
  • Pemerkosaan dan kegiatan seksual lain yang dilakukan dengan paksaan.
  • Meminta hubungan seksual sebagai imbalan atau promosi pekerjaan.

Jika kamu atau teman kerjamu mengalami salah satu atau beberapa bentuk kekerasan seperti yang disebutkan di atas dan membutuhkan bantuan lembaga layanan, kamu bisa cek website https://carilayanan.com/ atau belipotbunga.com ya. Jangan ragu untuk segera mengontak lembaga layanan, karena mereka ada untuk membantu kamu!

Sumber

 https://carilayanan.com/kekerasan-di-tempat-kerja/

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending

EnglishGermanIndonesian