Ekspresi
Resensi Buku: Salah Asuhan

Published
4 years agoon
By
Mitra Wacana
Oleh: Ika Sari Rahayu
(Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta 2018)
Karya : Abdul Moeis
Tahun Terbit : 1928
Hanafi adalah seorang pribumi yang berasal dari Solok, Ibunya seorang janda karena ditinggal mati ayahanya. Ibu Hanafi sangat menyayangi Hanafi dan ingin menyekolahkannya agar Hanafi pandai, untuk itulah Hanafi dikirim ke Betawi untuk bersekolah di HBS. Di Betawi, Hanafi dititipkan kepada keluarga Belanda.
Hanafi bekerja di BB sebagai Asisten Residen Solok. Sebagai seorang pribumi, kelakuan Hanafi sangat kebarat-baratan, bahkan melebihi orang Belanda yang asli, hal ini karena semenjak sekolah hingga bekerja, Hanafi hidup dilingkungan orang-orang Belanda.
Pada masa sekolahnya, Hanafi dekat dengan teman perempuannya, Corrie, wanita cantik keturunan Indo-Belanda. Hanafi sangat dekat dengan Corrie, mereka menghabiskan waktunya bersama-sama, hubungan keduanya sangat akrab dan dekat sudah seperti kakak dan adik. Namun, Benih-benih cinta mulai tumbuh dihati Hanafi, ia menganggap bahwa hubungannya dengan Corrie tidak hanya sekadar kakak dan adik, tapi lebih dari itu, seperti seorang kekasih.
Pada suatu hari, Hanafi menyatakan perasaan cintanya kepada Corrie, namun wanita cantik itu tidak langsung memberikan jawaban atas pernyataan cinta Hanafi, tanpa alasan yang jelas, Corrie justru pulang meninggalkan Hanafi. Keesokan harinya, Corrie memutuskan untuk pergi meninggalkan Solok, ia pindah ke Betawi, kemudian dikirimkannya surat kepada Hanafi yang berisi penolakan cinta Hanafi kepadanya. Corrie menolak hanafi karena perbedaan
bangsa, Eropa dan Melayu. Karena penolakan tersebut, Hanafi jatuh sakit, Pemuda pribumi itu dirawat oleh ibundanya yang begitu sayang dan peduli kepadanya. Saat Hanafi sakit, ibunya memberi nasihat-nasihat kepada hanafi agar ia menikah dengan Rapiah anak dari Sutan Batuah, Sutan Batuah adalah orang yang membiayai sekolah Hanafi selama di HBS. Ibundanya menyuruh Hanafi menikah dengan Rapiah karena ingin membalas budi kepada Sutan Batuah. Pada awalnya hanafi menolak karena ia hanya mencintai Corrie. Hanafi akhirnya dengan terpaksa mau menikah dengan Rapiah.
Setelah dua tahun menikah, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Syafei. Karena tidak dilandasi rasa cinta, maka kehidupan rumah tangga mereka berduapun tidak bahagia. Hanafi memperlakukan Rapiah seperti pembantunya, ia selalu memarahi Rapiah meskipun istrinya tersebut hanya melakukan kesalahan kecil. Suatu ketika Hanafi murka terhadap ibunya, sampai-sampai ibu Hanafi menyumpahinya. Hanafi digigit anjing gila dan ia berobat ke Betawi. Sampai di Betawi, Hanafi menabrak seorang gadis yang tidak lain adalah Corrie, pujaan hatinya.
Hanafi kembali menyatakan perasaannya kepada corrie, bahkan ia rela berubah kewarganegaraannya. Karena merasa iba, akhirnya corrie menerima Hanafi sebagai suaminya. Meskipun pernikahan Corrie dan Hanafi diketahui Rapiah, ia tetap menunggu Hanafi. Hanafi dan Corrypun mulai menjalani bahtera rumah tangga mereka, waktu berjalan dan akhirnya sama saja, pernikahan Hanafi dan Corrie tidak bahagia, bahkan Hanafi menuduh corrie sudah melakukan hubungan dengan orang lain.
Corrie sakit hati, ia pergi dari rumah, untuk menghindari Hanafi, ia pergi ke Semarang. Hanafi kemudian menyusul Corrie ke Semarang, Hanafi terkejut. Corrie masuk rumah sakit karena sakit Kolera. Tak lama kemudian, Corrie meninggal dunia. Hanafi pulang ke Solok menemui ibunya,beberapa hari kemudian hanafi sakit, iapun meninggal karena menenggak enam butir sublimat.
Tanggapan :
Novel tersebut, memiliki makna dan amanat yang baik untuk dibaca. Konflik yang diusung dalam novel tersebut kompleks dan mencapai titik puncak. Novel ini menarik untuk dibaca karena mampu membuka mata kita terhadap pentingnya memiliki identitas bangsa yang kuat menikah degan berbeda bangsa perlu kita pertimbangan yang matang, dari novel ini juga kita bisa memetik pelajaran bahwa kita harus bersikap baik kepada keluarga kita karena merekalah tempat untuk kita kembali, merekalah orang-orang yang mampu menerima kita apa adanya. Selain itu, menuruti apa yang kita inginkan, tidak menjamin sebuah kebahagiaan.
You may like
Ekspresi
Mahasiswa asal Norway Penelitian Isu Kesetaraan Gender di Mitra Wacana

Published
2 months agoon
3 February 2025By
Mitra Wacana
Yogyakarta — Mitra Wacana, organisasi yang konsen pada isu kesetaraan gender, menerima kunjungan akademis dari Anja Bulic, mahasiswa S1 Global Development asal University of Agder, Norwegia, pada Senin (3/1/2025). Kunjungan pukul 11.00–12.00 WIB ini merupakan bagian dari penelitian Anja tentang ketidakadilan dan kekerasan berbasis gender di Indonesia yang dilakukan dalam rangka kerja sama antara University of Agder Norwegia dengan Universitas Gadjah Mada (UGM). Anja diterima langsung oleh Wahyu Tanoto (Dewan Pengurus) dan Alfi Ramadhani (Koordinator Divisi Pendidikan dan Pengorganisasian Mitra Wacana).
Sebelum kunjungan, Anja telah mengirim surat permohonan penelitian dilengkapi panduan pertanyaan dan kebutuhan data. Penelitian ini tidak hanya menjadi bahan skripsinya, tetapi juga bagian dari program kolaborasi antar universitas yang memfasilitasi mahasiswa Norwegia untuk melakukan studi lapangan di Indonesia. Fokus Anja adalah menganalisis korelasi konstruksi / peran gender dengan kekerasan berbasis gender, serta dampak sosial-budaya terhadap kesetaraan.
Dalam diskusi, Anja menyoroti tiga aspek utama: gambaran peran gender di ranah domestik dan publik, hubungannya dengan kasus kekerasan berbasis gender, serta pengaruh sosial-budaya dan keberagaman masyarakat terhadap kesetaraan gender.
Wahyu Tanoto menjelaskan, ketimpangan gender di Indonesia masih dipengaruhi kuat oleh struktur patriarki. “Di ranah domestik, perempuan sering dianggap sebagai pengurus rumah tangga, sementara laki-laki diharapkan menjadi pencari nafkah. Ini memicu ketimpangan akses pendidikan dan partisipasi politik,” jelasnya. Sementara Alfi Ramadhani menambahkan, mitos-mitos dan stigma yang berkembang di masyarakat yang justru memperparah kerentanan kelompok marginal.
Anja juga menggali program Mitra Wacana dalam mendorong kesetaraan gender, seperti pelatihan kesadaran gender bagi masyarakat, pendampingan korban kekerasan, dan advokasi kebijakan inklusif. “Kami menggunakan pendekatan multisektor, mulai dari edukasi di tingkat akar rumput hingga kolaborasi dengan pemerintah,” papar Alfi.
Kunjungan ini dinilai strategis untuk memperluas perspektif global terkait isu gender. “Kerja sama dengan akademisi internasional seperti Anja membantu kami mendokumentasikan praktik terbaik dan memperkuat jejaring advokasi,” tutup Wahyu.
Penelitian Anja diharapkan tidak hanya menyelesaikan tugas akademik, tetapi juga memberikan rekomendasi berbasis data untuk mengurangi kesenjangan gender di Indonesia. (ruly)