web analytics
Connect with us

Ekspresi

Resensi Buku: Salah Asuhan

Published

on

Waktu dibaca: 2 menit

Oleh: Ika Sari Rahayu

(Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta 2018)

Karya : Abdul Moeis

Tahun Terbit : 1928

Hanafi adalah seorang pribumi yang berasal dari Solok, Ibunya seorang janda karena ditinggal mati ayahanya. Ibu Hanafi sangat menyayangi Hanafi dan ingin menyekolahkannya agar Hanafi pandai, untuk itulah Hanafi dikirim ke Betawi untuk bersekolah di HBS. Di Betawi, Hanafi dititipkan kepada keluarga Belanda.

Hanafi bekerja di BB sebagai Asisten Residen Solok. Sebagai seorang pribumi, kelakuan Hanafi sangat kebarat-baratan, bahkan melebihi orang Belanda yang asli, hal ini karena semenjak sekolah hingga bekerja, Hanafi hidup dilingkungan orang-orang Belanda.

Pada masa sekolahnya, Hanafi dekat dengan teman perempuannya, Corrie, wanita cantik keturunan Indo-Belanda. Hanafi sangat dekat dengan Corrie, mereka menghabiskan waktunya bersama-sama, hubungan keduanya sangat akrab dan dekat sudah seperti kakak dan adik. Namun, Benih-benih cinta mulai tumbuh dihati Hanafi, ia menganggap bahwa hubungannya dengan Corrie tidak hanya sekadar kakak dan adik, tapi lebih dari itu, seperti seorang kekasih.

Pada suatu hari, Hanafi menyatakan perasaan cintanya kepada Corrie, namun wanita cantik itu tidak langsung memberikan jawaban atas pernyataan cinta Hanafi, tanpa alasan yang jelas, Corrie justru pulang meninggalkan Hanafi. Keesokan harinya, Corrie memutuskan untuk pergi meninggalkan Solok, ia pindah ke Betawi, kemudian dikirimkannya surat kepada Hanafi yang  berisi  penolakan  cinta  Hanafi  kepadanya.  Corrie  menolak  hanafi  karena perbedaan

 

bangsa, Eropa dan Melayu. Karena penolakan tersebut, Hanafi jatuh sakit, Pemuda pribumi itu dirawat oleh ibundanya yang begitu sayang dan peduli kepadanya. Saat Hanafi sakit, ibunya memberi nasihat-nasihat kepada hanafi agar ia menikah dengan Rapiah anak dari Sutan Batuah, Sutan Batuah adalah orang yang membiayai sekolah Hanafi selama di HBS. Ibundanya menyuruh Hanafi menikah dengan Rapiah karena ingin membalas budi kepada Sutan Batuah. Pada awalnya hanafi menolak karena ia hanya mencintai Corrie. Hanafi akhirnya dengan terpaksa mau menikah dengan Rapiah.

Setelah dua tahun menikah, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Syafei. Karena tidak dilandasi rasa cinta, maka kehidupan rumah tangga mereka berduapun tidak bahagia. Hanafi memperlakukan Rapiah seperti pembantunya, ia selalu memarahi Rapiah meskipun istrinya tersebut hanya melakukan kesalahan kecil. Suatu ketika Hanafi murka terhadap ibunya, sampai-sampai ibu Hanafi menyumpahinya. Hanafi digigit anjing gila dan ia berobat ke Betawi. Sampai di Betawi, Hanafi menabrak seorang gadis yang tidak lain adalah Corrie, pujaan hatinya.

Hanafi kembali menyatakan perasaannya kepada corrie, bahkan ia rela berubah kewarganegaraannya. Karena merasa iba, akhirnya corrie menerima Hanafi sebagai suaminya. Meskipun pernikahan Corrie dan Hanafi diketahui Rapiah, ia tetap menunggu Hanafi. Hanafi dan Corrypun mulai menjalani bahtera rumah tangga mereka, waktu berjalan dan akhirnya sama saja, pernikahan Hanafi dan Corrie tidak bahagia, bahkan Hanafi menuduh corrie sudah melakukan hubungan dengan orang lain.

Corrie sakit hati, ia pergi dari rumah, untuk menghindari Hanafi, ia pergi ke Semarang. Hanafi kemudian menyusul Corrie ke Semarang, Hanafi terkejut. Corrie masuk rumah sakit karena sakit Kolera. Tak lama kemudian, Corrie meninggal dunia. Hanafi pulang ke Solok menemui ibunya,beberapa hari kemudian hanafi sakit, iapun meninggal karena menenggak enam butir sublimat.

 

Tanggapan :

Novel tersebut, memiliki makna dan amanat yang baik untuk dibaca. Konflik yang diusung dalam novel tersebut kompleks dan mencapai titik puncak. Novel ini menarik untuk dibaca karena mampu membuka mata kita terhadap pentingnya memiliki identitas bangsa yang kuat menikah degan berbeda bangsa perlu kita pertimbangan yang matang, dari novel ini juga kita bisa memetik pelajaran bahwa kita harus bersikap baik kepada keluarga kita karena merekalah tempat untuk kita kembali, merekalah orang-orang yang mampu menerima kita apa adanya. Selain itu, menuruti apa yang kita inginkan, tidak menjamin sebuah kebahagiaan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ekspresi

Review Buku: Menyuarakan Kesunyian Catatan Pendampingan Pegiat Mitra Wacana

Published

on

Waktu dibaca: < 1 menit

“Kalau ada orang datang dari luar desa, kami yang membereskan
tempat tidur mereka, kami yang buat makan mereka. Tapi tidak
diberitahunya kami tentang permasalahan apa-apa. Bertanya juga
tidak dijawabnya. Pas ada pertemuan di desa, ibu-ibu selalu
diundang, tapi kalau ditanya apa, kami tidak tahu apa-apa. Mereka
(laki-laki) yang akan menjawabnya. Pokoknya bagi mereka, kami
ini bodoh. Pernah saya marah, tidak kuat lagi saya, saya tunjuk dia
(suami saya) di depan balai (forum), ‘kalau kami ini bodoh, kalian
(laki-laki) itulah yang buat kami bodoh!’” – Kak Ros

 

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending

EnglishGermanIndonesian