web analytics
Connect with us

Rilis

Kesadaran Hak Perlindungan Anak

Published

on

stop violence

Oleh Enik Maslahah

Mitra Wacana WRC mengupayakan adanya program penghapusan kekerasan seksual melalui penguatan kelompok perempuan dan anak serta pemerintah desa, Polindes, puskesmas di kecamatan Susukan dan Punggelan yang dianggap memiliki jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak cukup tinggi di kabupaten Banjarnegara. Hal ini tidak lepas dengan sejumlah faktor yang mempengaruhi, seperti kondisi kemiskinan di kedua daerah tersebut, menyebabkan perempuan dan anak menjadi rentan terhadap kekerasan seksual, serta belum optimalnya pemerintah desa dan kecamatan dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tingkat desa.

Sebelum program tersebut dilaksanakan, Mitra Wacana WRC melakukan baseline, Desember 2013, dengan tujuan mengetahui kesadaran atas hak perlindungan dari kekerasan seksual terhadap anak pada kelompok perempuan, anak, serta pemerintah desa dan puskesmas atas hak perlindungan anak dari kekerasan seksual. Metode yang digunakan dalam studi baseline adalah dengan cara survey dan studi dokumen. Survei dilakukan kepada pertama, kelompok perempuan (198) dan anak (123) di 4 dusun (Krajan, Pete di desa Berta kecamatan Susukan, serta dusun Tembelang dan Sipoh di desa Bondolharjo kecamatan Punggelan). Kedua, aparat pemerintah desa (Berta dan Bondolharjo) dan puskesmas Susukan dan Punggelan. Studi dokumen dilakukan untuk memperoleh data yang menunjang analisis dari hasil survey.

Hasil baseline menunjukkan bahwa presentase rata-rata nilai kesadaran perempuan mengenai hak perlindungan dari kekerasan seksual terhadap anak di dua kecamatan sebesar 57 %, sedangkan anak-anak (41%) lebih rendah dibandingkan perempuan. Kedua, di level pemerintah desa, polindes dan puskesmas di dapat presentase rata-rata kesadaran peemrintah desa dalam pelayanan public atas hak perlindungan kekerasan seksual terhadap anak, sebesar 52 %.

Dari ketiga nilai presentase rata-rata tersebut, berada pada tingkat sedang, oleh karena itu, rekomendasi dari baseline untuk pelaksanaan program adalah meningkatkan nilai presentase rata-rata kesadaran perempuan dan anak atas hak perlindungan kekerasan seksual terhadap anak, sehingga anak-anak dan perempuan terbebas dari tindak kekerasan seksual dan pemerintah dapat memenuhi kewajibannya dalam pemenuhan dan perlindungan hak anak.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ekspresi

Edukasi Pencegahan Kekerasan Anak di Jalan Bagi Pendidik di Kulon Progo

Published

on

Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos-PPPA) Kulon Progo mengadakan edukasi untuk mencegah kekerasan anak di jalan. Sosialisasi ini diadakan di Aula Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Rabu (6/3/2024). Kepala Dinsos-PPPA Kulon Progo, Bowo Pristiyanto, mengatakan bahwa 50 kepala SMA/SMK diundang dalam sosialisasi ini. Mereka diharapkan menjadi agen informasi dalam mencegah kekerasan anak di jalan.

Bowo menilai sekolah dapat menjadi tempat untuk mencegah kekerasan anak di jalan. Guru dapat berkomunikasi langsung dengan orang tua murid untuk memberikan edukasi tentang pencegahan kekerasan. Bowo juga melihat bahwa anak-anak di Kulon Progo sering berkumpul di berbagai lokasi hingga larut malam. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya kekerasan.Bowo berharap wali pelajar juga berperan dalam mencegah kekerasan anak di jalan. Menurutnya para guru merupakan garda terdepan dalam pendidikan anak.

Kanit Pidana Umum (Pidum) Satreskrim Polres Kulon Progo, Iptu Rifai Anas Fauzi, mengatakan bahwa terdapat 17 kasus kekerasan anak di jalan yang dilaporkan dari tahun 2023 hingga awal Maret 2024. Kasus ini terjadi di 8 kapanewon, dengan Pengasih dan Wates sebagai yang terbanyak dengan 8 kasus. Rifai menduga bahwa sebenarnya ada lebih banyak kasus kekerasan anak di jalan yang tidak dilaporkan.

Wahyu Tanoto dari Organisasi Kemasyarakatan Mitra Wacana mengatakan bahwa pandangan orang dewasa terhadap anak sering kali memperkuat stigma dan perlakuan tidak adil terhadap anak. Tanoto mengatakan bahwa orang dewasa, termasuk pendidik, perlu mengubah sudut pandangnya terhadap anak dengan cara melibatkan mereka dalam proses pencegahan kekerasan. Tanoto juga mengatakan bahwa Indonesia sudah memiliki banyak peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah yang dapat dijadikan pedoman dalam mencegah kekerasan terhadap anak di jalan. “Yang terpenting sekarang adalah implementasi dan pengawasan yang serius.”. Ujarnya. (Tnt).

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending