web analytics
Connect with us

Uncategorized @id

Mitra Wacana WRC Dorong Optimalisasi peran Perempuan dalam Pencegahan RET

Published

on

Seminar Pencegahan RET dan Optimalisasi Peran Perempuan. Foto Tnt

POJOKJOGJA, Kulon Progo – Isu Radikalisme, Ektrimisme dan Terorisme (RET) kini menjadi diskursus yang menyedot energi bangsa Indonesia. Bukan lagi menjadi hal baru dalam setiap perbincangan di Indonesia.

Dalam catatan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) disebutkan bahwa memiliki sikap dan pemahaman radikan saja tidak lantas menjadikan seseorang terjerumus dalam paham dan aksi terorisme.

“Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi seseorang bergabung dalam jaringan terorisme,” kata Brigjen Pol Hamli Direktur Pencegahan BNPT pada seminar Pencegahan Radikalisme, Ektrimisme & Terorisme Bagi Masyarakat Desa, Serta Optimalisasi Peran Kelompok Perempuan di Kulon Progo, Selasa, 23 Januari 2017.

Pertama lanjut Hamli adalah faktor domsetik, yaitu kondisi situasi dalam negeri seperti (kemiskinan) ketidakadilan atau merasa kecewa dengan pemerintah.

Kedua, faktor internasional, yaitu pengaruh lingkungan luar negeri yang memberikan daya dorong tumbuhnya sentimen keagamaan seperti ketidakadilan global, politik luar negeri yang arogan, dan imperialisme modern negara lain.

“Terakhir, faktor kultural yang sangat terkait dengan pemahaman keagamaan yang belum komprehensif dan penafsiran kitab suci yang tekstual,” tambah Hamli.

Ia menyatakan, sikap dan pemahaman yang radikal kerap kali dimotivasi oleh ketiga faktor tersebut, juga seringkali menjadikan seseorang memilih bergabung dalam jaringan terorisme serta aksi teror.

Olehnya itu, BNPT merasa perlu membagikan pengetahuan terhadap khalayak tentang bahaya RET, akar, dampak dan ruang lingkupnya menjadi salah satu cara meredam meluasnya jaringan dan bahaya RET.

Selain hal tersebut, pencegahan terhadap RET melalui berbagai cara mutlak dilakukan dengan menggandeng seluruh elemen, baik berbasis institusi maupun masyarakat desa.

Pecegaha juga akan dilakukan dengan melakukan optimalisasi kelompok perempuan, terutama yang berada di desa. Apalagi, saat ini desa diduga menjadi “lahan” baru bagi orang atau kelompok yang menyebarkan paham radikal.

Sementara itu, dalam catatan Mitra Wacana Woman Resource Center (WRC) ada dua isu penting mengenai pentingnya melakukan pencegahan RET dimulai dari desa serta mendorong optimalisasi peran kelompok perempuan di dalamnya.

Direktur Mitra WRC, Rindang Rindang Farihah, mengatakan isu pertama, Mitra Wacana WRC mendesak pemerintah desa untuk mulai memasukkan program pencegahan RET.

“Program ini tentu yang dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa (MusrenbangDes) agar masyarakat semakin waspada dan sadar mengenai pentingnya pencegahan isu tersebut sebagai gerakan bersama-masyarakat,” ungkapnya di kesempatan yang sama.

Kedua lanjut Rindang, mendesak terhadap seluruh elemen masyarakat untuk tidak mengabaikan peran-peran kelompok perempuan.

Menurutny, kaum perempuan sampai saat ini terbukti memiliki kemampuan dalam melakukan konsolidasi yang kuat, baik di dalam organisasi, kelompok atau kegiatan-kegiatan yang melibatkan komunitas mereka.

Sebagai gambaran, saat ini ada sembilan desa yang telah melahirkan organisasi Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) yang dampingi oleh Mitra Wacana WRC. Melalui P3A kami memandang ada potensi melibatkan mereka sebagai penyampai pesan narasi pencegahan terhadap RET.

Selain itu seminar pencegahan ini dilakukan atas beberapa tujuan. Pertama,memaparkan hasil penelitian Mitra Wacana WRC di sembilan desa di tiga ecamatan Kabupaten Kulonprogo tentang potensi ketahanan masyarakat desa menanggulangi RET dan mewacanakan model pencegahan melalui pengorganisasian masyarakat.

Kedua, Membagikan informasi tentang pentingnya penncegahan RET. Ketiga, memaparkan strategi pencegahan RET di Kabupaten Kulonprogo. Ke-empat, optimalisasi peran perempuan dalam pencegahan RET.

“Dalam hal ini Mitra Wacana WRC merasa perlu berperan dalam melakukan tindakan-tindakan pencegahan tersebut dengan cara melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan,” jelas Rindang.

Selain itu perlu juga dilakukan kewaspadaan, kepedulian, dan peningkatan kapasitas masyarakat di desa melalui seminar, kampanye publik, pelatihan kader serta distribusi panduan pencegahan RET.

“Mitra Wacana WRC memandang perluadanya kader-kader di Desa, terutama kelompok-kelompok perempuan yang telah didampingi agar tanggap, mengerti dan menjadi penyaampai pesan tanding sehinga memiliki ketahanan terhadap dampak-dampak paparan wacana keagamaan yang tidak ramah dan menghadirkan tindak kekerasan,” terangnya.

Sumber: http://jogja.pojoksatu.id/read/mitra-wacana-wrc-dorong-optimalisasi-peran-perempuan-dalam-pencegahan-ret/

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

KONSTRUKSI MEDIA MASSA TERHADAP CITRA PEREMPUAN

Published

on

Sumber: Freepik
TANTANGAN GERAKAN PEREMPUAN DI ERA DIGITAL

Lilyk Aprilia Volunteer Mitra Wacana

Di era globalisasi, media massa menjadi salah satu hal yang penting dalam kehidupan masyarakat baik digunakan sebagai alat untuk komunikasi, mencari informasi, atau hiburan. Media massa terus mengalami perkembangan dari yang mulanya konvensional hingga sekarang menjadi modern . Berbicara mengenai media massa tentu ada hal yang menjadikan media massa memiliki nilai tarik tersendiri terlebih jika dihubungkan dengan keberadaan perempuan.

      (Suharko, 1998)  bahwa tubuh perempuan digunakan sebagai simbol untuk menciptakan citra produk tertentu atau paling tidak berfungsi sebagai latar dekoratif suatu produk.  Media massa dan perempuan merupakan dua hal yang sulit dipisahkan. Terutama dalam bisnis media televisi. Banyaknya stasiun televisi yang berlomba-lomba dalam menyajikan sebuah program agar diminati oleh masyarakat membuat mereka mengemas program tersebut semenarik mungkin salah satunya dengan melibatkan perempuan. Perempuan menjadi kekuatan  media untuk menarik perhatian masyarakat. Bagi media massa tubuh perempuan seolah aset terpenting yang harus dimiliki oleh media untuk memperindah suatu tayangan yang akan disajikan kepada masyarakat sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.

     Media massa memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai wadah untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Informasi yang diberikan kepada masyarakat salah satunya dalam bentuk iklan sebuah produk atau layanan jasa . Iklan merupakan sebuah informasi yang diberikan kepada masyarakat mengenai hal yang berhubungan dengan suatu produk atau jasa yang dikemas dengan semenarik mungkin.  Memiliki tujuan untuk menarik minat konsumen membuat salah satu pihak menjadi dirugikan . Pasalnya pemasang iklan dalam mengenalkan produknya kepada masyarakat sering kali memanfaatkan perempuan sebagai objek  utama untuk memikat para konsumen. Memanfaatkan wajah dan bentuk tubuh sebagai cara untuk menarik perhatian masyarakat membuat citra perempuan yang dimuat pada iklan terus menjadi sumber perdebatan karena dinilai menjadikan tubuh perempuan sebagai nilai jual atas produk yang ditawarkan . Ironisnya hal ini terus menerus dilakukan. 

         Memanfaatkan fisik sebagai objek untuk diekploitasi sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Terlihat dari citra perempuan yang digambarkan oleh tayangan iklan ataupun acara program televisi. Kecantikan perempuan dijadikan sebagai penghias tampilan dari suatu program acara. Dipoles sedemikian rupa untuk mendapatkan tampilan yang cantik kemudian dikonsumsi oleh publik. Demi untuk mengedepankan kepentingan media bahkan hak hak perempuan yang seharusnya dimiliki mereka dikesampingkan oleh media .  

     Selain sebagai wadah informasi untuk masyarakat media massa juga berfungsi sebagai hiburan.. Tayangan televisi yang sampai saat ini menempati rating tertinggi yaitu dalam kategori sinetron. Gambaran dalam tayangan tersebut banyak yang melibatkan perempuan dengan menggambarkan posisi perempuan selalu dibawah laki-laki. Tidak terlalu memperhatikan  pesan tersirat apa yang terkandung dalam tayangan tersebut, masyarakat terus-menerus mengkonsumsinya seolah tayangan tersebut tidak memiliki pesan yang bermasalah. Jika diperhatikan lebih lanjut banyak sekali peran perempuan yang digambarkan dari sisi lemahnya atau hanya melakukan pekerjaan domestik saja. Dengan begitu apa yang disajikan oleh media akan tertanam difikiran mereka sehingga menganggap pesan media massa sebagai realitas yang benar dan menjadi nilai yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

 

 Kekuatan Media Massa Dalam Membentuk Citra Perempuan

      Media massa memiliki kemampuan dalam membentuk citra . Bermula dari gambaran atas kenyataan yang ada dimasyarakat kemudian dikembangkan dengan menggunakan bahasa yang mengandung makna baru  namun masih memiliki acuan terhadap fakta yang ada kemudian disajikan kepada masyarakat secara terus menerus.  Dengan begitu citra yang dibentuk oleh media massa akan mempengaruhi realitas kehidupan dimasyarakat. Mengingat minat masyarakat terhadap objektifikasi perempuan cukup tinggi, media massa berlomba-lomba membentuk citra perempuan yang sempurna untuk mencapai target pasar dengan menggiring opini publik dalam menetapkan standar ‘cantik’ menurut media. Perempuan kerap kali dijadikan alat oleh media massa sebagai ladang untuk mendapatkan keuntungan dengan menampilkan kemolekan dan kecantikan fisiknya. Konstruksi sosial pada citra perempuan yang terjadi pada media massa bukan lagi hal baru dan tabu, fenomena ini terus berulang seolah menjadi kebenaran dalam mengkotakkan citra perempuan. 

     Selain itu pembenaran yang terus dilanggengkan oleh media massa terkait citra perempuan menjadikan sudut pandang masyarakat berkiblat pada standar yang digaungkan media massa tersebut sehingga menjadi salah satu agen budaya yang berpengaruh terhadap realita di kehidupan masyarakat.  Penggambaran terhadap perempuan oleh media massa semakin memperjelas bahwa posisi perempuan diranah publik masih lemah.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending